Ibupedia

Kuasai 4 Aspek Dasar Ini Untuk Lihat Tanda Anak Siap Sekolah

Kuasai 4 Aspek Dasar Ini Untuk Lihat Tanda Anak Siap Sekolah
Kuasai 4 Aspek Dasar Ini Untuk Lihat Tanda Anak Siap Sekolah

Siapa di antara Buibu yang sudah melihat tanda anak siap sekolah? Banyak yang menganggap bahwa indikator masuk sekolah adalah usia yang mencapai batas tertentu. Tapi rupanya ada banyak hal lain selain usia yang perlu diperhatikan sebagai tanda anak siap sekolah, lho!

Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan sebagai tanda anak siap sekolah. Jadi, ketika anak sudah lancar bicara dan terlihat mulai tertarik dengan suatu pelajaran tertentu nggak berarti itu jadi tanda ia sudah siap sekolah.

Untuk itu, kenali terlebih dahulu aspek dasar yang menjadi tanda anak siap sekolah dalam ulasan berikut ini!

Selain usia, ada tanda anak siap sekolah yang lebih kompleks, lho!


Dari usia 0 hingga nanti tutup usia, manusia memiliki tahapan perkembangan. Setiap tahunnya ada aspek perkembangan yang dijadikan dasar dalam menentukan kemampuan seseorang.

Artinya, anak juga memiliki aspek perkembangan tersebut. Aspek-aspek inilah yang perlu ditelaah untuk menemukan tanda anak siap sekolah.

Psikolog Anjarwati Kusuma Ningrum, M.Psi., menjelaskan tentang adanya beberapa aspek perkembangan yang perlu diamati dari seorang anak saat orang tua ingin mengetahu tanda anak siap sekolah.

1. Kognitif

Aspek perkembangan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu:

a. Kemampuan problem solving

Jenis kemampuan ini tentunya disesuaikan dengan usia anak. Secara alami, kemampuan ini muncul pada usia 5-6 tahun. DI usia ini anak akan belajar bagaimana ia memecahkan masalah berupa penanganan atas kesulitnnya sendiri.

Saat anak merasa kesulitan, apa yang akan dia lakukan? Apakah ia akan menangis, mencari Ibunya, atau justru menanggapinya dengan santai dan membuka komunikasi dengan orang lain untuk meminta bantuan?

Anak yang cenderung menangis atau masih mencari orang tuanya saat kesulitan menandakan bahwa anak belum siap sekolah. Meski usianya sudah sesuai untuk masuk ke tingkatan sekolah tertentu, PAUD misalnya, tapi bila kesiapan pada aspek perkembangan ini belum baik, berarti anak belum siap untuk sekolah. Ketika anak memutuskan untuk bertanya atau berinteraksi untuk meminta bantuan, artinya anak mampu berpikir logis dan berencana.

b. Pemikiran simbolik

Yang dimaksud di sini adalah pengenalan konsep sederhana. Ekplorasi imajinasi anak yang beragam bisa dituangkan melalui permainan mengenal abjad sederhana, menggambar, bermain warna, atau menyusun balok. Konsep-konsep sederhana inilah yang kemudian bisa orang tua gunakan untuk mengarahkan anak dan mengenali cara berpikir anak.

c. Perkembangan bahasa

Bahasa terkait dengan interaksi bersama lingkungan sekitar. Perkembangan ini dibagi menjadi reseptif dan ekspresif.

Reseptif merupakan kemampuan anak menerima informasi dari orang lain, memahami instruksi, serta menaati rules yang berlaku di rumah atau sekolah. Nah, dari instruksi dan rules inilah orang tua bisa mengindentifikasi apakah anak mengikuti atau tidak.

Kalau tidak, perlu observasi kembali apakah ini karena memang anak belum memahami atau rules yang diberikan terlalu sulit. Sedangkan ekspresif merupakan output anak dalam berkomunikasi. Bagaimana anak merespon dan mengungkapkan pesan lewat kalimatnya sendiri. 

Kemampuan bahasa ini perlu diasah agar anak mampu menyampaikan kebutuhannya secara konsisten pada siapa saja yang ia temui, baik yang sudah biasa bertemu atau baru saja bertemu.

2. Motorik

Mungkin Ibu dan Ayah sudah banyak mendengar tentang motorik kasar dan halus. Kedua jenis motorik ini perlu diseimbangkan agar perkembangan anak lebih baik. Karena motorik yang berkembang dengan baik merupakan dasar penguat kemampuan anak secara keseluruhan.

Motorik kasar meliputi aktivitas fisik, seperti keseimbangan atas dan bawah serta kanan dan kiri. Tanda anak siap sekolah bila diperhatikan dari motorik kasarnya adalah anak memiliki keseimbangan yang baik, berjalan tanpa tersandung, memanjat dengan baik, naik tangga kecil pun seimbang.

Namun bila anak mudah terpleset, mudah jatuh, kesulitan saat naik tangga, ini berarti kesiapan motorik kasar anak belum berkembang sempurna.

Motorik halus berkaitan dengan kelenturan, kehalusan, dan hal-hal detail. Untuk mengetahui tanda anak siap sekolah dari motorik halusnya, Ibu dan Ayah bisa mencoba mengajak anak melipat kertas dari persegi menjadi segitiga. Jika contoh sederhana ini anak masih belum mampu melakukannya, maka motorik halusnya perlu diasah dan dilatih kembali sampai anak siap sekolah nantinya.

3. Sosial emosi

Aspek sosial emosi menyentuh sisi tanggung jawab anak, kesadaran diri dan bagaimana anak bergaul dengan orang lain. Misal di tingak TK B anak belum mau terlibat kegiatan, lebih suka sendiri, cenderung takut saat bertemu orang lain, berarti perlu adanya evaluasi kembali dalam aspek ini.

Bagaimana bentuknya? Mulai dari sosial emosi anak di rumah. Kata kunci aspek ini adalah menemukan hal baru. Ketika anak tidak bisa menghadapi perbedaan antara situasi di rumah dan di luar rumah, anak akan kesulitan beradaptasi.

Sosial dan emosi saling menempel dan terikat. Jika emosi anak belum bisa diatur dengan baik di luar rumah, berdampak juga pada sosialnya. Orang tua disarankan lebih aware untuk hal ini karena banyak yang mengesampingkan aspek ini.

4. Sensori

Aspek sensori melibatkan semua indera yang manusia miliki dan mengembangkannya dengan stimulasi. Jika ada sensori yang masih bermasalah, biasanya akan dirujuk untuk terapi. Karena sifat sensori ini seperti saringan teh. Kalau lubang saringan terlalu rapat, air tidak bisa mengalir. Sebaliknya, jika lubang terlalu besar, maka ampas teh akan ikut ke dalam gelas.

Sama halnya dengan anak-anak. Ketika sensorinya tidak terlatih dengan benar, maka anak tidak bisa membedakan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Sedangkan kemampuan ini juga diperlukan saat anak sekolah nantinya.

Apa yang bisa orang tua lakukan?


Kita semua memahami bahwa ada tuntutan agar saat anak masuk SD, anak harus bisa menguasai calistung. Padahal menurut teori, usia 5-6 tahun adalah usia untuk menumbuhkan minat anak terhadap membaca, menulis dan berhitung. Bahkan di usia 7-8 tahun tujuannya hanyalah anak mampu membaca suku kata dan membaca kata.

Tapi karena secara keadaan berbeda dengan teori, maka orang tua bisa melakukan beberapa cara untuk menumbuhkan minat anak dan mengoptimalkan kesiapan anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Jadi kesiapannya dulu yang diutamakan bukan kemampuannya.

1. Read aloud

Cara read aloud merupakan sarana untuk menumbuhkan minat baca anak yang efektif. Ketika melakukan read aloud orang tua bercerita secara ekspresif, suara yang berubah-ubah, dan membuat cerita terlihat sangat menarik.

Akhirnya anak akan merasa ingin tahu dan penasaran untuk mencoba membaca. Mulai dari pura-pura membaca, melihat-lihat gambar dalam buku, sampai menirukan cara orang tua saat membaca cerita.

2. Bernyanyi

Metode kedua adalah bernyanyi. Anak akan mengenal kata dari nada dalam lagu. Ini akan menambah perbendaharaan katanya dan lebih mudah mengingatnya karena penyampaian kalimatnya menarik.

3. Berbicara dua arah

Berkomunikasi secara rutin adalah kunci utama. Peran orang tua sangat dibutuhkan di sini. Karena orang tua adalah orang yang paling diminati anak. Sehingga respon orang tua menjadi hal yang membuat anak tertarik untuk belajar lebih banyak.

Cara ini bisa lho, diselipkan dalam kegiatan. Misalnya saat makan apel, Ibu bisa sambil berkomunikasi dengan anak, seperti:

“Kita lagi makan buah apa kak?”

“Apel. Huruf pertamanya apel apa ya?”

4. Berhitung lewat kegiatan

Konsep berhitung di sini bukan wajib anak bisa menghitung angka 1-10, ya Bu. Bisa juga dari konsep banyak-sedikit atau berkurang-bertambah. Permainan yang menggunakan metode ini ada banyak jenisnya.

Bisa menuang air dari ember satu ke ember yang lain. Anak belajar bahwa air dalam ember berkurang saat diambil, dan bertambah saat dituang.

Menyendok biji kacang atau beras juga bisa jadi pilihan. Meremas kertas atau membantu Ibu memeras santan juga baik untuk latihan. Selain konsep berhitung, cara-cara ini juga membantu perkembangan motorik anak, lho.

Contohkan juga bagaimana interaksi dengan orang lain. Bersikap dan bertutur kata yang baik akan ditiru anak sebagai cara bersikap dan memperlakukan orang lain. Begitupun sebaliknya. Jika orang tua bertutur dan bersikap tidak baik pada orang lain, anak pun bisa meniru untuk dilakukan pada orang lain. Bahkan ada kemungkinan anak cenderung tidak nyaman saat berinteraksi dengan orang lain.

Tanda anak siap sekolah


  1. Anak bersemangat, happy, dan tertarik untuk berinteraksi dengan teman sebaya
  2. Pastikan semua aspek di atas mendukung dan terpenuhi. Jika orang tua masih ragu, boleh berkonsultasi pada psikolog untuk melakukan tes kesiapan sekolah
  3. Kemampuan anak sudah terpenuhi, berapapun usia anak. Karena jika anak siap tapi sekolah ditunda, maka anak akan cepat jenuh dan muncul masalah perilaku dan emosi yang tidak stabil. Kebalikannya pun demikian, jika anak belum siap sekolah meski usianya sudah mencukupin anak juga akan kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar. Anak akan lebih mudah stres, sensitif, dan bahkan meragukan dirinya sendiri.

Sekolah untuk anak


Memastikan tanda anak siap sekolah sudah, menentukan kapan anak mulai sekolah juga sudah, kira-kira apa yang harus jadi patokan memilih sekolah yang sesuai untuk anak?

Jangan sampai hanya karena orang tua ingin mengutamakan gengsi, sekolah yang jadi pilihan justru tidak sesuai dengan kapasitas anak.

Konsep sekolah terbaik adalah sekolah yang mampu memenuhi kemampuan dan kebutuhan anak. Kemampuan dalam arti kapasitas anak dalam melakukan kegiatan, serta kebutuhan anak yang wajib dipenuhi di mana jika tidak terpenuhi nantinya akan mempengaruhi anak.

Semua pilihan sekolah disesuaikan dengan kebutuhan anak. Apakah itu regular, inklusi atau luar biasa. Apakah itu sekolah nasional atau internasional. 

Keputusan kapan anak mulai sekolah TK, SD atau jenjang lainnya sepenuhnya perlu kembali melihat kepada anak. Sebaiknya kesampingkan ego orang tua dan fokuskan pada kemampuan dan kebutuhan anak.

Editor: Aprilia 

Follow Ibupedia Instagram