Ibupedia

Mau Pernikahan Tetap Awet? Hindari 10 Masalah Komunikasi Ini

Mau Pernikahan Tetap Awet? Hindari 10 Masalah Komunikasi Ini
Mau Pernikahan Tetap Awet? Hindari 10 Masalah Komunikasi Ini

Dalam semua hubungan, tak terkecuali pernikahan, masalah komunikasi dapat menjadi awal terjadinya permasalahan rumah tangga yang lebih besar. Tujuan orang berkomunikasi atau berinteraksi adalah untuk menyampaikan sebuah pesan. Tapi dalam prosesnya, seringkali pesan ini tidak tersampaikan dengan baik, entah karena ketidakmampuan orang berkomunikasi atau kesalahan interpretasi. Inilah yang akhirnya membuat pertengkaran jadi tidak dapat dihindari.

Meski mungkin terlihat sepele, masalah komunikasi dalam pernikahan dapat memengaruhi kualitas suatu hubungan. Jika tidak diatasi, masalah komunikasi ini bisa menyebabkan hubungan menjadi retak yang mungkin berujung pada perceraian. Ironisnya lagi, banyak pasangan yang tidak menyadari bahwa akar permasalahan mereka seringkali bermula dari masalah komunikasi, seperti beberapa masalah di bawah ini.

Masalah Komunikasi dalam Pernikahan

  1. Tidak sepenuhnya mendengarkan pasangan

    Semua orang yang memiliki fungsi pendengaran yang baik pasti bisa mendengar. Namun, tidak semua orang dapat mendengar dan benar-benar memahami apa yang berusaha disampaikan lawan bicaranya. Ketidakmampuan mendengar untuk memahami ini seringkali jadi masalah komunikasi dalam pernikahan. Akibatnya, orang yang merasa tidak didengarkan sepenuhnya itu menjadi kesal dan mungkin merasa tidak dihargai. Jika masalah komunikasi ini tidak diperbaiki, besar kemungkinan akan muncul rasa tidak percaya di antara keduanya.

  2. Mudah terdistraksi saat pasangan berbicara

    Mudah terdistraksi adalah masalah komunikasi lain yang kerap terjadi dalam pernikahan. Kalau di zaman sekarang, distraksinya biasanya karena ponsel, laptop, TV, atau perangkat digital lainnya. Jangankan pasangan, kita saja kalau sedang bercerita dengan teman, lalu teman kita sibuk dengan ponselnya pasti kita merasa marah. Apalagi jika yang melakukannya adalah pasangan sendiri. Dikutip dari laman Marriage, berbicara dengan seseorang yang perhatiannya terganggu dapat membuat frustasi dan meningkatkan risiko miskomunikasi. Cobalah untuk menghindari masalah komunikasi ini dengan meletakkan telepon, mematikan TV, atau menjauhi objek yang mengganggu saat pasangan mengajak mengobrol, serta lakukan eye-contact.

  3. Silent treatment

    Mendiamkan pasangan atau Silent treatment adalah perilaku diam yang dilakukan seseorang ketika sedang ada masalah dengan orang lain. Berbeda dengan diam yang tujuannya mengambil waktu untuk introspeksi diri, mengumpulkan pemikiran, atau meredakan amarah sebelum memulai percakapan kembali, silent treatment biasanya dilakukan sebagai bentuk hukuman bagi seseorang agar ia merasa bersalah dan minta maaf. Pelaku silent treatment ini juga seperti ingin menunjukkan power-nya dengan mendiamkan pasangannya sampai pasangannya sadar sendiri. Silent treatment ini bisa sangat “mematikan” bagi sebuah hubungan karena dapat memicu berbagai dampak negatif, seperti membuat “korban”nya stres, depresi, merasa tidak dihargai, hingga berdampak secara fisik. Masalah komunikasi dalam pernikahan ini harus dihindari dengan lebih mengutamakan keterbukaan demi hubungan yang lebih sehat.

  4. Menunjukkan gestur atau ekspresi negatif saat berinteraksi

    Masalah komunikasi tidak melulu tentang ucapan verbal saja, tapi juga termasuk perilaku non-verbal, seperti gestur, mimik wajah, ekspresi, dan lain sebagainya. Dilansir dari All Pro Dad, ekspresi non-verbal ini juga dapat berpengaruh pada komunikasi secara keseluruhan. Mungkin Ibu atau Ayah merasa tidak mengeluarkan sepatah kata pun yang menyakitkan, tapi menunjukkan bahasa tubuh yang negatif. Itu sama-sama bisa melukai perasaan lawan bicara. Jadi selain menjaga setiap kata yang keluar dari mulut, sebaiknya masing-masing orang juga dapat menjaga gestur tubuhnya saat berinteraksi dengan pasangan.

  5. Kurangnya rasa empati

    Masalah komunikasi dalam pernikahan yang juga kerap terjadi adalah kurangnya rasa empati. Artinya, seseorang kurang berupaya untuk memahami pikiran dan perasaan pasangan. Tanpa kemauan dan kesediaan memahami pasangannya, komunikasi yang terbentuk menjadi tidak sehat. Tanpa komunikasi yang sehat, pernikahan akan sulit berkembang. Kurangnya rasa empati juga dapat mendorong orang mengabaikan apa yang dikatakan lawan bicaranya dan cenderung meremehkan. Padahal mungkin lawan bicaranya itu bersungguh-sungguh mengungkapkan perasaannya dan ingin didengar. Jika hal ini terus-menerus terjadi, mungkin ia akan merasa tidak dihargai dan pada akhirnya bisa melakukan hal yang sama pada pasangannya.

  6. Menyembunyikan perasaan sendiri

    Masalah komunikasi yang satu ini mungkin lebih sering dilakukan para suami ketimbang para istri. Secara umum, lelaki memang memiliki sifat yang lebih tertutup dibanding perempuan. Jadi, masalah apa pun, apalagi jika itu mungkin dianggap masalah sepele, kebanyakan akan disimpan sendiri. Namun, masalah kecil yang terus ditumpuk, lama kelamaan juga bisa jadi besar juga. Menyembunyikan perasaan sendiri juga dikhawatirkan akan memengaruhi mood dan berdampak pada kualitas hubungan antara Ayah dan Ibu, atau dengan anak. Nah, supaya tidak menumpuk dan hanya akan menimbulkan “bom waktu”, Ayah mungkin dapat berpikir untuk mencoba lebih terbuka pada Ibu.

  7. Berbicara sebelum berpikir

    Saat sedang marah, rasanya memang sulit menahan untuk tidak berbicara dan meluapkan kekesalan. Tapi saat sedang emosi, kita cenderung lebih mungkin mengeluarkan kata-kata negatif dan menaikkan volume suara kita. Ini terjadi karena kita lebih mendahulukan emosi ketimbang pikiran. Ujung-ujungnya, biasanya perilaku ini hanya akan menimbulkan penyesalan di akhir. Berbicara sebelum berpikir penting diterapkan dalam sebuah hubungan agar tidak menimbulkan masalah komunikasi yang merugikan. Saat ada masalah, Ibu atau Ayah dapat saling mengambil waktu untuk berpikir dan introspeksi sebelum menyepakati kapan waktu yang tepat untuk saling bicara kembali dari hati ke hati.

  8. Menggunakan “you” statement bukan “I” statement

    Masalah komunikasi dalam pernikahan yang juga sering terjadi adalah kesalahan dalam penggunaan kalimat saat sedang terlibat pertengkaran. Banyak orang lebih memilih untuk langsung menyalahkan saat pasangannya mungkin melakukan kesalahan. Seperti contohnya, “Kamu tuh memang nggak pernah mengerti aku!” atau “Kamu selalu lupa menaruh sepatu di tempatnya!”. Kalimat-kalimat itu merupakan contoh penggunaan “you” statement yang ternyata dapat menyakiti lawan bicara, membuatnya terpojok, merasa dihakimi, dan justru membuatnya jadi “tutup telinga”, seperti kata Jonathan Robinson, seorang terapis pasangan.

    Alih-alih memulai kalimat dengan kata “kamu”, Ibu atau Ayah dapat mengubahnya menjadi “I” statement dengan menggunakan kata “saya” di depan. Misalnya, “Saya sangat sedih kalau mendengar kamu mengatakan hal itu”, atau “Saya merasa lelah kalau terus menerus membereskan sepatu yang berserakan seperti ini”. Intinya “I” statement ini lebih mengutamakan perasaan si pembicara. Dengan begitu diharapkan si lawan bicara dapat memahami bagaimana sebenarnya perasaan pembicara sehingga ke depannya mungkin ia dapat berpikir untuk berubah.

  9. Ingin dimengerti terlebih dahulu baru mau mengerti perasaan pasangan

    Semua orang memang ingin dimengerti. Tapi dalam sebuah hubungan, hanya ingin dimengerti tanpa mau berusaha mengerti pasangan bisa jadi bumerang yang bisa menghancurkan pernikahan. Saat sedang terlibat masalah, berusahalah mengetahui apa yang pasanganmu pikirkan, rasakan, dan hadapi. Berusahalah berpikir melalui sudut pandangnya dan pahami dia dulu sebelum membuatnya memahamimu. Dengan begini, Ibu atau Ayah dapat merespons sesuatu dengan lebih bijak dan tidak menjadi egois.

  10. Mengungkit-ungkit masa lalu

    Masalah komunikasi dalam pernikahan juga dapat terjadi bila pasangan masih sering mengungkit-ungkit masa lalu. Biasanya orang akan melakukan ini saat terlibat masalah dengan pasangannya, misalnya dengan membahas kembali kesalahan si pasangan di masa lalu demi menimbulkan rasa bersalah pasangan. Hal ini hanya akan memperburuk keadaan, apalagi jika sebenarnya pasangan sudah mulai berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya itu. Cobalah untuk lebih fokus pada apa yang sedang dihadapi sekarang, daripada “bersembunyi” di balik kesalahan-kesalahan pasangan di masa lalu.

Masalah-masalah di atas memang dapat merusak hubungan pernikahan. Namun bukan berarti itu semua tidak dapat diselesaikan. Masalah komunikasi dalam pernikahan dapat diatasi dengan niat. Kembalikan semua pada janji awal kalian menikah, yaitu untuk saling mencintai, menghormati, dan menghargai satu sama lain. Jadi, jika ada masalah komunikasi, cobalah untuk mengatasi bersama, hal ini dapat turut andil menciptakan usia pernikahan yang lebih lama.

Penulis: Darin Rania
 Editor: Dwi Ratih

Follow Ibupedia Instagram