Ibupedia

Mencukur Rambut Anak Asal-Asalan Ternyata Bisa Bikin Trauma, Lho!

Mencukur Rambut Anak Asal-Asalan Ternyata Bisa Bikin Trauma, Lho!
Mencukur Rambut Anak Asal-Asalan Ternyata Bisa Bikin Trauma, Lho!

Ada saja ulah oknum guru zaman sekarang, mereka yang dianggap menjadi jembatan untuk mendidik anak-anak di sekolah, nyatanya malah bikin anak jadi trauma. Seperti kasus yang belakangan ini terjadi saat guru mencukur rambut anak, secara sengaja.

EN, yang merupakan guru di SMP Negeri Lamongan, mencukur rambut belasan siswinya secara asal-asalan. Hal ini ia lakukan karena mereka tidak menggunakan ciput atau dalaman hijab saat ke sekolah.

Menurut sang guru, kondisi ini mengakibatkan rambut para siswi tampak terlihat ke depan. Untuk itu, EN mencukur rambut anak didiknya tersebut di bagian depan, dengan menggunakan alat cukur elektrik.

Padahal, di sekolah tersebut tidak ada aturan yang mewajibkan para siswi menggunakan ciput. Nah, yang nggak banyak orang tahu, nyatanya rambut adalah bagian yang paling penting bagi para remaja.

Tak heran, jika mencukur rambut anak secara asal-asalan bisa menimbulkan trauma mendalam bagi mereka. Selain itu, ketahui dampak lain mencukur rambut anak dengan asal-asalan dalam ulasan berikut

Mengapa rambut sangat penting bagi remaja? 


Photo source: Publicanews

Masa remaja, identik dengan masa di mana anak mulai mengalami fase pubertas. Nah, di masa pubertas biasanya anak juga cenderung jadi lebih ingin menjaga penampilan mereka.

Bagi anak perempuan, maupun anak laki-laki keberadaan rambut sangatlah penting. Mengutip dari Grow Knox Ville rambut merupakan salah satu aspek utama yang paling diperhatikan orang lain pada diri mereka.

Rambut juga mencerminkan tipe orang seperti apa mereka, dan bagaimana perasaan mereka terhadap diri sendiri. Rambut yang sehat, adalah tanda kepercayaan diri dan memungkinkan orang lain memandang mereka secara positif.

Dengan kata lain, rambut ibarat sebuah mahkota yang bisa membuat si kecil jadi percaya diri. Terlepas mereka menggunakan hijab dan sehari-hari rambutnya tertutup alias tidak terlihat di sekolah, namun bagi mereka rambut adalah segalanya.

Mencukur rambut anak dengan dipaksa bisa bikin ia trauma


Tindakan mencukur rambut anak yang dilakukan guru EN ini ternyata bisa bikin anak jadi trauma, lho! Bahkan, mengutip dari laman Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) alih-alih sebagai tindakan disiplin, nyatanya hal ini malah melanggar Pasal 77 huruf A UU Perlindungan Anak.

Pasal ini menjelaskan, tiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Sehingga dapat disimpulkan, tindakan mencukur rambut yang dilakukan EN masuk ke dalam tindakan diskriminatif.

Nggak hanya melanggar hukum, tindakan mencukur rambut anak yang dilakukan secara asal-asalan ini juga bisa bikin anak jadi trauma, lho! Dikutip dari Child Mind Institute saat guru mencukur rambut anak dengan dalih mendisiplinkan anak, hal ini bikin mereka merasa bahwa mereka merupakan anak yang nakal di sekolah.

Mereka mungkin sangat takut membuat kesalahan kembali nantinya, sehingga mereka tidak mau mencoba suatu aktivitas sama sekali. Anak-anak dengan trauma dapat mengalami masalah seperti, kesulitan fokus.

Mereka juga rentan bertindak untuk mendapatkan perhatian, meski perhatian negatif sekalipun. Kondisi trauma pada anak ini bisa diredakan dengan bantuan guru maupun orang tua, dengan memberikan banyak perhatian positif.

Namun, yang jelas mencukur rambut anak secara asal-asalan seperti yang dilakukan oleh oknum guru di Lamongan tersebut, bisa memberikan dampak:

  • Anak merasa malu dan trauma karena dipermalukan
  • Anak merasa cemas, karena direndahkan di depan umum
  • Anak merasa rendah diri, akibat penampilannya yang terlanjur ‘rusak’ akibat ulah guru tak bertanggung jawab
  • Kebencian karena perilaku sewenang-wenang.

Meskipun pada kasus guru mencukur rambut anak yang dilakukan merupakan siswi berhijab, yang notabene tidak akan memperlihatkan rambutnya di sekolah sehari-hari, tapi bagaimana jika di rumah? Jelas, hal ini sedikit banyak bikin kepercayaan diri si kecil jadi berkurang ya Bu.

Sebab, mau ditutupi dengan cara apapun, rambut si kecil yang terlanjur pitak, tentu perlu waktu untuk tumbuh kembali. Tapi tidak dengan hati si kecil yang juga terlanjur trauma, dan kecewa terhadap tindakan gurunya tersebut.

Apa yang bisa orang tua lakukan? 


Mengatasi trauma pada anak akibat guru mencukur rambut anak secara asal-asalan mungkin memang nggak mudah ya, Bu. Namun, mengutip Healthy Children membantu anak mengatasi kejadian yang membuat ia trauma, Ibu bisa melakukan 3 hal yaitu:

1. Pastikan anak merasa aman

Ingatkan anak bahwa mereka aman dan sangat disayangi oleh orang tua dan keluarganya. Gunakan kata-kata dan sentuhan (tos, misalnya, atau pelukan jika perlu), dan lebih banyak waktu untuk anak.

Renungkan bersama anak dan beri tahu mereka bahwa tidak apa-apa merasakan apa yang mereka rasakan. Ciptakan ruang aman di rumah dan jadilah pendengar yang baik untuk anak, tanpa bersikap menghakimi.

2. Alihkan perhatiannya dengan kegiatan positif

Cobalah untuk mengalihkan perhatian anak dengan beragam kegiatan positif, tapi usahakan tetap teratur. Misalnya; mengajak anak bermain game bersama, memasak bersama dan melakukan kegiatan favoritnya seperti nonton bioskop dan lain sebagainya.

3. Bantu anak menenangkan diri

Healing dari trauma bagi seorang anak, memang nggak mudah. Untuk itu, ia memerlukan bantuan orang tua untuk menenangkan diri dan mengelola emosi.

Pertimbangkan teknik relaksasi seperti pernapasan perut, peregangan, dan pose yoga, serta menegangkan dan mengendurkan otot. Tanyakan bagian tubuh mana yang si kecil rasakan emosinya, seperti dada, perut, atau kepala.

Latihlah keterampilan yang dapat digunakan saat mereka merasa kesal atau marah, seperti menarik napas dalam-dalam, mencari orang tuanya untuk berbagi cerita, atau beristirahat untuk bermain atau berolahraga secara aktif.

Membantu anak pulih dari trauma memang memerlukan waktu untuk belajar mengidentifikasi, dan mengelola perasaan setelah peristiwa yang menakutkan atau menjengkelkan. Jika Ibu merasa kewalahan, nggak ada salahnya untuk meminta bantuan ahli seperti psikolog anak.