Ibupedia

Parental Burnout Bikin Sakit Kepala, Ini Dia Pertolongan Pertamanya!

Parental Burnout Bikin Sakit Kepala, Ini Dia Pertolongan Pertamanya!
Parental Burnout Bikin Sakit Kepala, Ini Dia Pertolongan Pertamanya!

Kita semua pasti pernah merasakan capek mengurus anak. Maunya rebahan, nonton drama seharian, kencan berdua sama suami, atau scrolling toko-toko online sampai lupa waktu. Tapi saat melihat si kecil yang  kerap merajuk, akhirnya Ibu sadar diri kalau harapan itu rasanya masih jauh. Sejak kapan ya jadi orang tua se-melelahkan ini? 

Perasaan lelah yang intens dan berlarut itu bisa jadi tanda parental burnout lho, Bu. Jangan keburu menyalahkan diri sebagai orang tua gagal, karena yang merasakan burn out- apalagi di masa pandemi ini- ada banyak banget. 

Nggak heran kalau tema zoom class parental burnout yang diangkat Ibupedia dan Biogesic ramai dibanjiri oleh curhatan para Ibu. Keluh kesah mereka umumnya satu suara; super capek! 

Beruntung zoom class kali ini mengundang psikolog Ibu Roslina Verauli, M.Psi., Psi. yang sudah malang melintang sebagai psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga terpercaya. Materi yang disampaikan oleh Mbak Vera, sapaan hangat beliau, mampu membuat penonton larut dan diskusi berjalan hangat. 

Mengangkat tema "Pertolongan Pertama pada Parental Burnout", zoom class kali ini benar-benar menjawab cries for help dari para ibu-ibu yang stresnya sudah sampai ubun-ubun.

Banyak Ibu Mengalami Burnout


Diawali dengan kuis tentang tingkat stres, partisipan zoom class bisa mengukur sendiri sejauh mana mereka butuh pertolongan. Beberapa tanda kelelahan tidak semua diartikan sebagai burn out, ada yang bisa dikelola sendiri dengan bantuan self care atau harus dibantu oleh profesional. 

Kuis dari Mbak Vera menyebutkan ada 5 indikasi untuk menentukan level stres kamu; perasaan lelah, mudah marah terutama pada anak, menghayati kehidupan tidak menyenangkan, mudah kehabisan energi, dan merasa tidak kompeten sebagai orang tua. Surprisingly, banyak dari penonton yang mengaku bahwa mereka mengalami kelima hal itu. Duh, ternyata banyak banget yang sedang mengalami gejala burn out!

Apa Sih Parental Burnout Itu?

Sebenarnya, apa itu parental burnout? Sindrom burnout sendiri bisa diartikan sebagai reaksi atas stres kumulatif terkait pekerjaan dan atau situasi yang menekan. Burnout dapat dialami oleh siapapun, termasuk orang tua. Nah, pencetus stres pun bervariasi tergantung kondisi yang dialami setiap individu. 

Misalnya beban kerja berlebih, kurangnya support system, atau kurang punya kendali/kuasa dalam keseharian. Respon dari stres tersebut bisa berupa lelah yang memunculkan perasaan negatif, merasa gagal, dan cenderung sinis memandang hidup. Isi kepala rasanya penuh akan hal-hal buruk, bawaannya jengkel dan sinis melulu. 

Ya seperti komen-komen julid di instagram artis, pasti ada saja akun yang memberikan opini buruk berlebihan. Bisa jadi itu respon stres dia terhadap kondisi kehidupannya sendiri yang memuakkan. 

Jika stres-stres kecil ini dibiarkan berlarut, konsekuensinya bisa berpengaruh ke fisik lho Bu. Kepala dan leher jadi mudah tegang, sakit kepala, flu, dan komitmen terhadap kerjaan pun ikut menurun. Bahkan, hal-hal seperti menyetrika atau menyapu dirasa sangat berat dan enggan dikerjakan lagi. 

Stres berkepanjangan atau kumulatif yang berpengaruh pada fisik ini sudah terbukti secara ilmiah. Stres bisa mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan menyebabkan kondisi bahu tegang, sakit kepala di bagian leher, dan migrain. Tak hanya itu, sistem respiratory, sistem reproduksi, sistem kesuburan, sistem pencernaan, sistem saraf, sistem endokrin juga kena imbasnya. 

Ada alasan mengapa pasangan yang ingin punya anak harus menjauhi stres, soalnya kondisi pikiran yang happy dan tenang juga membuat proses punya anak jadi lebih mudah. Begitu juga kondisi sistem pencernaan kita ikut melemah saat stres, nggak heran kalau ada yang mudah diare dan perutnya serba tidak nyaman. Hihhh, stres ini memang deh musuh utama!

Tapi yang namanya hidup, mana bisa happy-happy terus ya kan? Hal-hal yang menyebalkan pasti masih kerap datang, tinggal bagaimana kita mampu meresponnya dengan bijak dan menghindari pencetus stres. 

Misalnya kebiasaan hidup yang nggak seimbang. Pola hidup yang monoton dan mengerjakan hal yang sama terus menerus dalam kesendirian bisa membuat stres meningkat. Tak hanya itu, mengurus masalah emosional orang lain juga bisa menyebabkan stres jangka panjang.

Hal yang termasuk "mengurus masalah emosional orang" ini biasanya bermula dari kebiasaan ikut campur. Si kecil ada masalah dengan temannya, Ibu ikut-ikutan. Ada berita viral, Ibu ikut larut bergosip sampai terbawa jengkel. Atau mungkin suami pulang sambil cengar-cengir, eh Ibu justru kepo sampai sengaja mengajak ribut. 

Pernah nggak sih Ibu merasa nggak rela Pak Suami bisa haha-hihi pulang malam padahal Ibu seharian urus si kecil dan beberes rumah? Kok bisa ya dia sesantai itu padahal punggung istrinya serasa mau rontok? Hal-hal remeh seperti melihat suami cengengesan pun bisa membuat Ibu baper berat dan jadi pencetus stres yang membuat burn out. 

Tentu tidak semua Ibu jadi emosi ketika suaminya pulang larut tanpa membawa martabak dan menanyakan kondisi Ibu. Beberapa perempuan ada juga yang chill dan santai menjalani harinya tanpa bantuan suami. Itu karena respon orang terhadap stres berbeda-beda, tergantung cara menghayati dan diatesis yang kita punya.

Kok Dia Kuat, Aku Nggak? Mari Pahami Diathesis Stres Sebelum Salahkan Diri

Dengan semangat women support women, mari berhenti mencibir Ibu-ibu yang sering mengeluh karena hal yang menurut kita 'sepele'. Serius deh, membanggakan pencapaian diri sebagai Ibu yang tangguh tuh nggak membuat kamu terlihat keren. Ucapan seperti "Halah gitu aja ngeluh, aku aja bisa urus anak tanpa pembantu, masih bisa kerja kantoran, bayar tagihan, dan nyalon!" itu bisa jadi pencetus stres orang lain.

Ketangguhan kamu sebagai Ibu ditentukan oleh banyak faktor, termasuk sensitivitas individu terkait thesis. Menurut Mbak Vera, seseorang lahir bukan seperti kertas kosong. Kemampuan kita mengelola emosi ternyata dipengaruhi oleh keturunan juga lho, Bu. Kita terlahir dengan 3 diathesis; biologis, sosial, dan psikologis. 

Nah, faktor biologis ini yang mempengaruhi apakah seseorang punya temperamen bawaan,  mudah marah, agresif, atau tipe yang cenderung suka memendam semuanya sendiri. Coba deh perhatikan anak-anak Ibu, biasanya ada perbedaan cara mereka bersikap. Ada yang easy going, ada yang mudah baper dan sering cemas karena kepikiran apa kata orang. Itu semua dipengaruhi oleh faktor biologis.

Sekarang bayangkan kalau Ibu tinggal di lingkungan keluarga yang disfungsional, maka tekanan emosional pasti juga semakin tinggi. Jika Ibu tipe yang mudah baper, tentu tinggal bersama mertua yang sering mengatur dan ucapannya kadang nyelekit pasti bikin kepala makin sakit. 

Mbak Vera menganalogikan hal ini dengan gelas emosional. Apakah gelas Ibu sudah penuh karena terus memendam stres sehingga emosi meluap sampai tumpah ruah? Hal apa saja sih yang membuat gelas para orang tua mudah penuh? Bagaimana cara mengatasi parental burn out agar sehat mental dan fisik?

Cara Mengatasi Parental Burnout, Yuk Sayangi Diri Sendiri!

Tanpa disadari, ada banyak hal yang membuat parental burn out terutama untuk para Ibu. Mulai dari pekerjaan mengurus anak, mengurus rumah, karir, mental work, sampai emotional work. 

Meski berbagi tugas dengan suami, tak bisa dipungkiri bahwa Ibu mengasuh anak 2 kali lebih banyak dari Ayah. Capek banget! Belum lagi kalau disambi dengan pekerjaan kantoran atau harus beberes ruangan tanpa bantuan asisten di rumah. Tapi ada satu hal yang kerap diabaikan para Ibu, yakni soal mental work! 

Hal-hal kecil yang kalau dibiarkan bisa bikin emosi! Misalnya keharusan membuat keputusan tentang siapa yang mengganti lampu, membersihkan kotoran hewan peliharaan, atau mencari hadiah apa yang cocok untuk ulang tahun mertua. Menguras pikiran banget!

Begitu juga dengan emotional work yang kerap membuat tangki emosi Ibu mudah penuh. Sosok Ibu sebagai pusat emosi di rumah menuntut Ibu untuk sigap menenangkan saat suami burn out soal pekerjaannya atau anak tantrum melulu. Belum lagi kalau tinggal bersama anggota keluarga lain yang sering curhat, duh rasanya energi mau habis!  

Untuk mengatasi parental burnout, Ibu harus tahu sumber masalah utama. Misalnya masalah anak bersumber pada tuntutan lingkungan, masalah sekolah, hubungannya dengan saudaranya, dll. Sumber masalah  anak bikin si kecil distress yang kemudian menjadi masalah pula bagi Ibu, hal ini berulang terus dan akhirnya jadi siklus negatif interaksi orang tua.

Pertolongan Pertama pada Parental Burnout agar Mental dan Fisik Terjaga

Untuk menghentikan siklus negatif itu, Mbak Vera mengajak para Ibu untuk bertanya pada diri masing-masing, kapan terakhir kali memberi perhatian penuh pada diri sendiri? Self-care untuk orang tua bisa dilakukan dengan fokus pada 3 hal berikut; fisik, mental, dan spiritual. 

  • Secara fisik, Ibu perlu setidaknya tidur 8 jam, makan bergizi, dan olahraga 30 menit sehari.
  • Secara mental, Ibu bisa memenuhi kebutuhan emosional dengan membuat jurnal untuk menemukan akar permasalahan Ibu yang sebenarnya.
  • Selain itu, Ibu juga melakukan self-care dengan mengkoneksikan diri dengan Tuhan melalui ibadah atau meditasi. 

Materi ditutup dengan take-home messages dari Mbak Vera yang mengajak Ibu-ibu untuk menulis hal positif apa saja yang terjadi dalam hidup. Misalnya anak sehat, suami bersikap lembut, dan masih sering makan bersama sambil ngobrol. 

Mbak Vera juga mengajak para Ibu untuk menuliskan strength point dari suami dan anak. Misalnya si kecil punya kepribadian baik, supel, dan suami juga suportif dan sering membantu beres-beres rumah. Dengan mengingat hal-hal baik tersebut, niscaya Ibu akan merasa sedikit lebih baik.

Selain menjaga kesehatan mental, Ibu juga perlu memperhatikan kesehatan fisik keluarga karena lelah berkepanjangan bisa mempengaruhi kondisi badan Ayah dan si kecil tercinta. 

Pastikan memilih pereda nyeri yang aman dikonsumsi siapa saja termasuk anak-anak. Salah satunya adalah Biogesic yang mengandung Paracetamol tanpa kafein dengan kandungan 500mg paracetamol untuk dewasa dan 160mg untuk anak.

Biogesic juga dapat dikonsumsi ibu hamil dan menyusui, tidak menyebabkan iritasi, serta ampuh meredakan sakit kepala, demam dan nyeri. Kemasan biogesic pun praktis dibawa, ada 4 tablet dalam kemasan strip dengan desain modern.

Ada 2 varian biogesic yang tersedia di toko terdekat, yakni varian tablet dan syrup yang disukai anak. Untuk info lebih lanjut, yuk ikuti laman resmi biogesic di Instagram @bikintenangkeluarga supaya nggak ketinggalan promo terbaru mereka!

Menjadi orang tua membutuhkan usaha jangka panjang yang kadang membuat para Ibu terbiasa memprioritaskan orang lain. Agar perempuan tidak kehilangan diri dalam menjalani prosesnya, stop mengabaikan emosi dan cari pertolongan sesegera mungkin sebelum burnout semakin parah. You matter, moms!

Follow Ibupedia Instagram