Siap-Siap Sekolah Tatap Muka Meski Butuh Kesiapan Orang Tua
Ketika mendengar bahwa sekolah tatap muka akan di buka kembali oleh pemerintah, rasanya seperti mendengar petir di siang bolong ya, Bu. Di satu sisi si kecil pasti senang akan segera bertemu teman-teman, tapi di sisi lain sebagai orang tua pasti cemas dan khawatir.
Apalagi kasus Covid-19 sedang melonjak tinggi beberapa minggu terakhir ini. Banyak masyarakat yang dinyatakan positif virus corona ini. Bahkan, Jakarta sudah dinyatakan darurat Covid-19.
Rencana kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) sudah diumumkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sejak bulan Maret 2021. Ia mengatakan, semua sekolah harus melaksanakan PTM saat tahun ajaran baru, tepatnya bulan Juli.
Untuk menyambut kegiatan PTM, beberapa sekolah di Jakarta sudah melakukan uji coba. Lalu apa saja syarat sekolah tatap muka dan alasan orang tua tidak setuju sekolah tatap muka di buka bulan depan? Simak ulasannya berikut ini ya.
Syarat sekolah tatap muka
Syarat sekolah tatap muka menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang paling utama adalah terkendalinya transmisi lokal yang ditandai dengan positivity rate kurang dari 5%. Namun meski begitu IDAI sebenarnya belum merekomendasikan sekolah tatap muka dimulai kembali. Sebab, saat ini Indonesia bahkan belum mencapai angka tersebut.
Apalagi belakangan kasus positif cenderung meningkat drastis baik di Jakarta maupun kota-kota lain di Pulau Jawa. Syarat lain dibukanya kembali aktivitas di luar rumah adalah penurunan tingkat kematian akibat virus corona yang lagi-lagi masih belum terkendali setiap hari.
IDAI menekankan beberapa poin berikut ini jika sekolah tatap muka tetap dilaksanakan. Hal ini tentu harus menjadi perhatian penting untuk orang tua ya, Bu:
- Semua guru dan pengurus sekolah yang berhubungan dengan anak dan orangtua atau pengasuh harus sudah divaksin.
- Buat kelompok belajar kecil. Kelompok ini yang berinteraksi secara terbatas di sekolah, dengan tujuan jika ada kasus konfirmasi, contact tracing dapat dilakukan secara efisien.
- Jam masuk dan pulang bertahap untuk menghindari penumpukan siswa. Bisa diterapkan jam masuk dan pulang yang sama untuk tiap kelompok kecil siswa.
- Mencegah kerumunan di gerbang sekolah dengan penjagaan dan pengawasan.
- Jika menggunakan kendaraan antar jemput, kenakan masker dan jaga jarak, serta menjaga ventilasi dengan membuka jendela mobil.
- Gunakan area outdoor jika memungkinkan. Jika berada di ruang kelas tertutup pastikan memakai High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter.
- Membuat pemetaan risiko, yaitu mencari tahu adakah siswa dengan komorbid, orangtua siswa dengan komorbid, atau tinggal bersama lansia atau guru dengan komorbid. Anak dengan komorbiditas atau penyakit kronik sebaiknya tetap belajar secara daring.
- Idealnya sebelum membuka sekolah, semua anak maupun guru dan petugas sekolah harus melakukan tes swab dan secara berkala dilakukan pemeriksaan swab ulang untuk menjaga kualitas kesehatan di sekolah.
- Menyediakan fasilitas cuci tangan di lokasi-lokasi strategis di sekolah (sebelah kelas, sebelah toilet, dan lain-lain).
- Jika ada anak atau guru atau petugas sekolah masuk kriteria suspek, harus bersedia melakukan tes swab.
- Sekolah dan tim UKS harus sudah menyiapkan alur mitigasi jika ada warga sekolah yang sakit dan sesuai kriteria diagnosis suspek atau probable atau kasus terkonfirmasi COVID-19.
- Melatih dan membiasakan siswa untuk mengenakan masker dengan benar, menyediakan masker cadangan, serta tempat pembuangan masker.
- Melatih anak untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Ajarkan mengenai etika batuk dan bersin yang benar serta tidak bertukar alat makan dan minum pribadi.
- Mengajarkan anak untuk mengenali tanda COVID-19 secara mandiri dan melaporkan jika ada orang serumah yang sakit. Kemudian tidak melakukan stigmatisasi terhadap teman yang terinfeksi COVID-19.
- Memperhatikan dan menjaga kesehatan mental anak. Memberi dukungan mental dan memastikan penjagaan khusus untuk anak berisiko tinggi.
- Jika anak sakit atau perlu isolasi, sekolah menekankan pentingnya tetap ada di rumah, tanpa takut soal pengurangan nilai.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim melalui website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, mengatakan program vaksinasi menjadi salah satu alasan Mendikbud membuka kembali sekolah tatap muka. Sebab guru, dosen, dan tenaga kependidikan juga ikut vaksinasi dengan harapan semua akan aman dengan vaksinasi.
Alasan orang tua tidak setuju sekolah tatap muka
Mengingat kasus Covid 19 melonjak naik akhir-akhir ini, menjadi alasan kuat bagi orang tua tidak setuju sekolah tatap muka. Untuk itu pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses uji coba sekolah tatap muka. Keputusan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta, Widyastuti dalam bincang-bincang daring di YouTube BNPB.
Kemendikbud-Ristek pun sudah menjelaskan dari awal bahwa uji coba boleh dihentikan sewaktu-waktu bila kasus Covid 19 meningkat. Terlebih menurut IDAI tingkat positivity rate di Indonesia berada masih ada di kisaran 37%.
Angka ini jelas sangat jauh dari persyaratan IDAI ya Bu. Maka rencana penundaan sekolah ini memang lebih baik ditunda.
Mendengar sekolah tatap muka akan ditunda kembali sangat wajar adanya jika si kecil merasa kecewa, apalagi ia sudah lelah dan bosan menghadapi sekolah secara online. Namun, orang tua bisa memberikan pengertian tentang hal ini pada mereka ya.
Sebab, semua demi kepentingan bersama dan menekan angka positif Covid 19. Yuk semangati terus si kecil supaya tetap giat belajar walau masih harus di rumah saja.
Penulis: Aprilia Ramdani
Editor: Dwi Ratih