Stop Nyinyir! Yuk, Pahami Dampak Bullying Verbal Pada Korban
Masih ingat dengan kasus seorang Ibu kandung yang tega melempar bayinya ke sumur beberapa waktu lalu? Kejadian tersebut terjadi pada 23 Maret 2022 di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Kisah ini bahkan sempat viral di media sosial, lantaran pelaku mengatakan tega membuang bayi kandungnya ke sumur karena tidak tahan dibully oleh orang-orang disekitarnya. Sebagai Ibu, tersangka mengaku tertekan oleh komentar orang-orang terhadap dirinya yang tidak mampu memberi ASI untuk bayinya.
Miris, bukan? Komentar yang terdengar sederhana dari orang lain, bisa membunuh mental seorang Ibu hingga tega melempar bayi yang tidak berdosa ke dalam sumur. Dampak bullying verbal semakin nyata dengan adanya kejadian ini.
Oleh karena itu, ada baiknya jika kamu memahami apa itu bullying verbal dan seperti apa dampak bully untuk korban. Berikut penjelasan selengkapnya.
Apa itu bullying?
Kamu mungkin sudah sering mendengar istilah bullying. Namun, sayangnya masih banyak yang belum bisa memahami makna bullying itu sendiri. Dikutip dari Very Well Mind, bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang disengaja dan berulang yang diarahkan oleh pelaku terhadap target dalam kelompok usia yang sama.
Salah satu faktor pendorong bullying yang paling utama adalah ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan korban.
Berkaca pada kasus sebelumnya, bullying dilakukan oleh sesama Ibu terhadap Ibu lain yang tidak mampu memberikan ASI untuk bayinya. Dalam hal ini, Ibu yang bisa memberi ASI memandang dirinya superior atau lebih unggul dibandingkan dengan korban.
Padahal, secara medis produksi ASI yang rendah bisa saja terjadi pada kondisi tertentu. Misalnya, perempuan dengan jaringan kelenjar payudara yang tidak mencukupi (hipoplasia payudara), PCOS, maupun stres yang dialami Ibu pasca melahirkan.
Bagaimana dampak bullying terhadap kesehatan mental korban?
Melansir dari laman Psychology Today, dampak bullying dapat memperburuk tantangan kesehatan mental yang ada. Sayangnya, bullying memiliki konsekuensi negatif jangka pendek dan jangka panjang bagi korban yang mengalaminya secara langsung.
Manifestasi psikologis dari bullying meliputi depresi, kecemasan, harga diri rendah, hingga perilaku menyakiti diri sendiri.
Beberapa efek fisik dari bullying bisa terlihat, seperti terluka akibat serangan fisik. Namun, ada efek lain yang tidak dapat diidentifikasi dengan mudah, seperti stres dan trauma yang berkelanjutan.
Dampak bullying secara psikis inilah yang perlu mendapat perhatian lebih, karena korban akan sangat membutuhkan pertolongan dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Hal inilah yang dialami oleh tersangka yang tega melempar bayinya ke sumur. Dampak bullying verbal yang dialaminya tidak mendapat pertolongan yang tepat. Bahkan mungkin kondisi tersebut tidak disadari sebagai bentuk bullying terhadap dirinya, sehingga tidak mendapat pertolongan atau dukungan yang seharusnya.
Apa saja yang termasuk dalam bentuk bullying?
Seringkali pelaku bullying tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan adalah sebuah bentuk tindakan bully. Bullying dapat melibatkan serangan verbal (memanggil nama, mengolok-olok, dan mengintimidasi orang lain) maupun serangan fisik, dan pengucilan yang disengaja dari aktivitas.
Setidaknya ada enam jenis perilaku bullying yang perlu kamu ketahui, antara lain:
1. Physical bullying
Physical bullying atau perundungan fisik menjadi salah satu jenis bullying yang paling mudah dikenali. Bullying fisik melibatkan setiap serangan pada tubuh seseorang, termasuk memukul, menendang, atau mendorong. Perundungan ini juga bisa meluas ke gerakan tangan yang tidak pantas atau mencuri atau merusak barang-barang korban.
2. Verbal bullying
Bullying verbal melibatkan penggunaan kata-kata lisan atau tertulis untuk menghina atau mengintimidasi korban. Ini termasuk pemanggilan nama dengan sebutan tertentu, ejekan, dan bahkan ancaman.
Sayangnya, bullying verbal tidak selalu mudah dikenali karena sering terjadi ketika figur otoritas tidak ada. Selain itu, pelaku intimidasi dapat menganggapnya sebagai olok-olok yang 'biasa saja' di antara teman-teman.
Akibatnya, bisa jadi sulit bagi korban untuk membuktikan. Oleh karena itu, bentuk intimidasi ini dapat menjadi sumber stres dan kecemasan jangka panjang.
3. Relational bullying
Bullying relasional, yang juga disebut sebagai agresi relasional atau intimidasi sosial, melibatkan tindakan yang dimaksudkan untuk merusak reputasi atau hubungan korban dengan lingkungan sosialnya.
Bullying ini dapat mencakup mempermalukan korban di depan umum, menyebarkan desas-desus, sengaja meninggalkan korban dari situasi sosial, atau mengucilkan korban dari sebuah grup.
Tidak seperti jenis bullying lain yang lebih terbuka, relational bullying sangat licik dan berbahaya karena melibatkan manipulasi sosial.
4. Cyberbullying
Cyberbullying adalah bullying yang terjadi melalui perangkat elektronik seperti komputer, ponsel pintar, dan tablet. Ini bisa terjadi melalui pesan teks, media sosial, aplikasi, atau forum online dan melibatkan posting atau pengiriman konten berbahaya, termasuk pesan dan foto, dan berbagi informasi pribadi yang menyebabkan penghinaan.
5. Sexual bullying
Sexual bullying atau penindasan seksual adalah bentuk intimidasi online atau tatap muka yang melibatkan komentar atau tindakan seksual, termasuk lelucon seksual dan pemanggilan nama, gerakan kasar, menyebarkan desas-desus seksual, mengirim foto atau video seksual, dan menyentuh bagian tubuh seseorang tanpa izin.
6. Prejudicial bullying
Prejudicial bullying merupakan bentuk intimidasi berdasarkan ras, etnis, agama, atau orientasi seksual korban. Ini didasarkan pada stereotip dan seringkali merupakan hasil dari keyakinan bahwa beberapa orang pantas diperlakukan dengan kurang hormat daripada yang lain.
Meskipun intimidasi yang merugikan telah dipelajari lebih sedikit daripada jenis intimidasi lainnya, penelitian menunjukkan bahwa minoritas etnis dan seksual lebih mungkin diintimidasi.
Dampak bullying bisa sangat fatal, bahkan menghilangkan nyawa manusia. Oleh karena itu, lebih baik diam jika memang belum bisa berkata-kata baik. Mulai sekarang, stop kebiasaan nyinyir, ya!
Editor: Dwi Ratih