Sulit Meninggalkan Pasangan Dalam Hubungan Abusive? Ini Alasannya!
Belakangan ini, kasus KDRT yang terjadi pada pasangan selebriti terkenal ramai dibicarakan. Puncaknya, selebriti yang menjadi korban KDRT mencabut laporan kasus tersebut.
Keputusan yang diambil korban untuk mencabut laporan KDRT menuai banyak protes dan tanda tanya. Hampir semua orang tau bahwa hubungan abusive bukanlah hubungan sehat karena dipenuhi kekerasan fisik dan psikis. Melihatnya saja sudah melelahkan, apalagi merasakannya.
Hubungan abusive idealnya ditinggalkan begitu saja. Sayangnya, bagi sebagian orang, meninggalkan pasangan dalam hubungan abusive tidak mudah, apalagi sudah terjalin dalam pernikahan.
Menghakimi korban dengan ujaran bodoh, bucin dan sejenisnya mudah dilakukan bagi orang yang tidak memahami posisi korban KDRT. Oleh karena itu, yuk pahami terlebih dahulu mengapa seseorang sangat sulit meninggalkan hubungan abusive dalam ulasan berikut.
Kenapa orang sulit meninggalkan pasangan dalam hubungan abusive?
Berempati terhadap individu yang terjebak dalam hubungan abusive adalah langkah sederhana yang bisa kamu lakukan. Dengan berempati, kamu dapat memahami situasi complicated dalam hubungan abusive. Dilansir dari Onelove, terdapat beberapa alasan mengapa seseorang dalam hubungan abusive tidak bisa begitu saja meninggalkan pasangannya.
- Banyak masyarakat yang menormalisasi tindakan kekerasan. Bagi sebagian masyarakat, adu mulut hingga baku hantam dalam suatu hubungan dianggap wajar.
- Kekerasan emosional telah menghancurkan harga diri korban
- Terjadi siklus kekerasan yang didalamnya terdapat fase honeymoon
- Korban kekerasan merasa jika ia pergi akan terjadi hal-hal yang membahayakan dan mengancam jiwa. Faktanya, perempuan 70 kali berpotensi terbunuh pasca meninggalkan pasangan abusive
- Orang dalam hubungan abusive membutuhkan 7 kali percobaan untuk pergi sebelum akhirnya pergi untuk selamanya.
- Korban dalam hubungan abusive kerap mendapat gaslighting dari pasangannya. Korban disalahkan dan dianggap bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang terjadi
- Beberapa orang mempercayai dengan bertahan, pasangannya akan berubah. Ia juga percaya bahwa tindakan kekerasan yang muncul disebabkan masa-masa sulit.
- Terdapat tekanan sosial yang menganggap hubungan yang sempurna adalah keluarga yang lengkap dan utuh
- Berbagi kehidupan bersama, terutama untuk hubungan pernikahan yang di dalamnya ada anak-anak serta keuangan yang dikelola bersama. Keberadaan anak adalah alasan paling sering muncul bagi korban KDRT yang mencoba mempertahankan rumah tangga.
Mengenal siklus kekerasan
Salah satu hal yang menyulitkan seseorang untuk meninggalkan pasangan dalam hubungan abusive adalah siklus kekerasan yang berulang. Dilansir dari Verywell Health, konsep siklus kekerasan muncul pada tahun 1970-an ketika psikolog Lenore Walker menulis The Battered Woman.
4 tahap siklus kekerasan
1. Tensi (ketegangan)
Pada tahapan ini, tekanan dari luar mulai terbentuk pada diri pelaku. Tekanan tersebut seperti masalah keuangan, masalah kerja dan kelelahan. Ketika tekanan luar muncul, rasa frustasi dan kemarahan meningkat seiring waktu membuat pelaku kehilangan kendali.
Pada tahapan ini, korban mencoba meredakan ketegangan untuk mencegah tindakan kekerasan selanjutnya. Korban akan merasa cemas dan rentan seolah berjalan di atas kulit telur agar tidak membuat pasangan marah.
2. Insiden
Pada tahapan ini, ketegangan yang terbangun dilepaskan pelaku. Pelaku kemudian mulai bersikap kasar seperti :
- Melontarkan hinaan
- Mengancam menyakiti pasangan
- Mengekang pasangan mulai dari cara bertindak, berpakaian, memasak dll
- Melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap pasangan
- Memanipulasi pasangan secara emosional seperti, menciptakan rasa tidak aman atau berbohong dan menyangkal kesalahan
3. Rekonsiliasi
Tahapan ini terjadi setelah ketegangan berkurang. Dalam beberapa kasus, pelaku mencoba memperbaiki hubungan dengan menawarkan hadiah dan bersikap sangat manis. Tahapan ini sering disebut sebagai fase honeymoon, karena mirip dengan masa-masa terbaik hubungan pada saat bulan madu pasca pesta pernikahan.
Pada tahapan ini, sikap manis pelaku memicu reaksi otak pada korban yang menghasilkan hormon perasaan senang dan cinta yang dikenal sebagai dopamin dan oksitosin. Pelepasan hormon ini membuat hubungan seolah kembali normal.
4.Tenang
Pada tahapan ini, penjelasan membuat pasangan memaafkan kekerasan yang telah terjadi. Pelaku merasa menyesal namun tetap menyalahkan faktor dari luar yang memicu tindakan kasar.
Sikap yang meyakinkan dari pelaku, membuat korban percaya bahwa insiden itu tidak seburuk yang dikira. Pada akhirnya, pelaku menganggap perilaku kasar tersebut sebagai masa lalu yang tidak perlu diingat.
Perlu diingat, bahwa tidak semua kekerasan terjadi dalam satu siklus. Pengalaman KDRT atau hubungan abusive beragam. Siklus kekerasan ini digunakan untuk menjelaskan sindrom wanita yang babak belur atau wanita yang berulang kali dianiaya pasangannya.
Bagaimana merespon kekerasan?
Ketika terjadi kekerasan yang menimpa teman atau kerabatmu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Bersikap tenang dan mengutamakan keselamatan adalah kunci, terutama terkait KDRT. Dilansir dari Wings, terdapat beberapa cara merespon kekerasan, khususnya dalam kasus KDRT. Berikan pernyataan yang memvalidasi dan mendukung seperti berikut ini:
- Terdapat sumber daya atau layanan hotline aduan KDRT
- Kamu tidak sendirian
- Kamu berhak untuk aman bersama anak-anak
- Saya sangat menyesal hal itu terjadi pada kamu
- Saya senang kamu memberitahu saya, saya ingin membantu kamu
- Kekerasan yang terjadi bukan salah kamu, kamu tidak bisa disalahkan atas kekerasan orang lain
- Kamu berhak membuat pilihan, termasuk meninggalkan situasi kekerasan
- KDRT adalah kejahatan
- Kamu berhak mendapatkan perlindungan
- Ada orang yang peduli dengan kamu dan mereka ingin membantu
Hal yang dilakukan jika memilih bertahan dengan pasangan abusive
Banyak orang yang memilih kembali pada pasangan abusive. Walaupun begitu, orang yang memilih bertahan dengan pasangan abusive perlu melakukan beberapa langkah. Dilansir dari Help Guide, berikut coping mechanisms untuk melindungi diri :
- Hubungi layanan perlindungan KDRT atau kekerasan seksual di wilayah kamu
- Bangun sistem dukungan yang kuat dan jika memungkinkan terlibatlah dalam kegiatan di luar rumah, dorong anak-anak untuk melakukannya juga
- Pandanglah dirimu secara positif dan gunakan afirmasi untuk melawan komentar negatif dari pelaku kekerasan.
- Luangkan waktu untuk kegiatan yang kamu sukai
Memberikan dukungan pada korban hubungan abusive bukanlah hal mudah. Hal ini sejalan dengan yang dialami oleh korban hubungan abusive yang harus berjuang melewati banyak siklus kekerasan. Bersabar, berempati, dan memberi dukungan adalah bekal sederhana mengulurkan bantuan kepada korban hubungan abusive.
Editor: Aprilia