Supaya Adil, Pahami Dulu Hukum Waris Di Indonesia Yang Sah
Saat Ibu dan keluarga sedang dalam proses pembagian harta warisan, tentu hal ini harus dilakukan secara adil dan merata ya Bu. Sebab, jika tidak hubungan persaudaraan bisa berantakan apabila masalah pembagian harta warisan tidak dilakukan dengan adil.
Jangan sampai hal ini menjadi masalah di kemudian hari. Untuk itu, salah satu cara agar pembagian dilakukan dengan adil adalah dengan menggunakan hukum waris di Indonesia yang berlandaskan Undang-Undang (KUH Perdata).
Hukum waris di Indonesia dibangun dengan tujuan untuk menghindari permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan. Terlebih jika ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan.
Mengingat banyaknya kasus semacam ini, ada baiknya Ibu perlu mengetahui bagaimana seharusnya urusan pembagian harta ini harus dilakukan tanpa menyinggung perasaan ahli waris. Berikut adalah ulasan mengenai hukum waris di Indonesia yang mungkin bisa jadi salah satu pilihan Ibu dalam mengatasi masalah ahli waris.
Apa yang dimaksud dengan hukum waris?
Mengutip Indonesiare hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang harta warisan yang diturunkan kepada pewaris yang sudah meninggal. Hukum waris Indonesia mengatur cara-cara bagaimana warisan berpindah dan siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut dan jenis harta apa saja yang diwariskan.
Gunanya tak lain agar harta warisan dapat dibagi secara merata dengan adil di atas ketetapan hukum yang tidak bisa dilawan. Hal ini untuk menghindari ahli waris bermasalah dengan ahli waris lainnya.
Nah, di Indonesia sendiri hukum waris terbagi menjadi 3 yaitu hukum perdata, hukum waris Islam dan hukum waris adat. Masing-masing hukum waris tersebut tentu memiliki peraturan yang berbeda.
Hukum waris perdata
Dalam ketetapan hukum di Indonesia, ahli waris menurut hukum perdata memiliki ketentuan hukum yang mengatur akibat-akibat hukum. Biasanya berhubungan dengan harta kekayaan karena kematian seseorang berupa pengalihan harta yang ditinggalkan kepada ahli waris sedarah maupun yang bukan sedarah.
Dalam hukum perdata ahli waris dibagi dalam empat golongan. Masing-masing golongan memiliki peraturan sendiri yang berbeda dengan golongan lainnya antara lain;
- Golongan I: Pada golongan ini, suami atau istri atau anak keturunan pewarislah yang berhak menerima warisan. Biasanya masing-masing mendapat ¼ bagian.
- Golongan II: Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan warisan bila pewaris belum mempunyai suami, istri atau anak. Jika pewaris termasuk dalam golongan II maka yang berhak menerima warisan adalah kedua orangtua, saudara, dan atau keturunan saudara pewaris. Sama halnya dengan golongan I, masing-masing ahli waris akan mendapat ¼ bagian.
- Golongan III: Pada golongan ini pewaris dalam kondisi tidak mempunyai saudara kandung sehingga ahli waris yang sah secara hukum adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ibu maupun ayah. Untuk pembagiannya sendiri dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah dan ½ bagian untuk garis ibu.
- Golongan IV: Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka akan mendapat ½ bagian. Sedangkan jika memiliki ahli waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris maka akan mendapatkan ½ dari bagian sisanya.
Hukum waris Islam
Pembagian warisan dalam hukum waris Islam dibagi berdasarkan bagian masing-masing, biasanya sudah ditetapkan besarannya. Namun, pembagian warisan dalam hukum waris Islam dapat dibagi berdasarkan wasiat kepada orang lain atau suatu lembaga. Dengan pembagian 1/3 bagian dari harta warisan kecuali jika semua ahli waris menyetujuinya. Meski begitu, besaran ahli waris berdasarkan hukum Islam menurut Pasal 176-185 KHI adalah sebagai berikut:
- Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.
- Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, sang Ayah hanya berhak mendapat seperenam bagian.
- Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak maka ia hanya akan mendapat sepertiga bagian.
- Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan Ayah.
- Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda hanya mendapat seperempat bagian.
- Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. Namun bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.
- Bila seorang ahli waris meninggal tanpa meninggalkan anak dan Ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Apabila mereka terdiri dari dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.
- Apabila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan Ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau se Ayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila memiliki saudara perempuan dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Sedangkan apabila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau se Ayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
Hukum waris adat
Meski tidak memiliki ketetapan hukum yang sah, namun hukum waris adat dahulu kala memang mungkin pernah dilakukan oleh generasi nenek moyang. Hukum waris adat merupakan hukum lokal suatu daerah ataupun suku tertentu yang berlaku yang diyakini oleh masyarakat dindaerah tersebut.
Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Biasanya hukum waris adat dilakukan secara tertulis maupun tidak. Mereka yang melakukan hukum waris adat biasanya pun hanya menjalankan sesuai dengan tradisi turun temurun saja. Meski begitu, berikut adalah aturan dari hukum waris adat;
- Hukum waris adat berlaku pada sistem keturunan baik dari pihak Ibu maupun Ayah.
- Hukum waris adat juga berlaku pada sistem individual, di mana setiap ahli waris akan mendapatkan bagiannya masing-masing.
- Hukum waris adat juga berlaku pada sistem kolektif di mana ahli waris menerima harta warisan tetapi tidak dapat dibagi-bagikan penguasaan ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak untuk menggunakan ataupun mendapatkan hasil dari harta tersebut.
- Hukum waris adat berlaku pada sistem mayorat yakni harta warisan diturunkan kepada anak tertua sebagai pengganti Ayah dan Ibunya.
Namun secara keseluruhan karena tidak memiliki hukum tertulis, maka hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para ahli waris lainnya. Meski begitu, hukum waris adat tetap berlaku apabila ahli waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan lain dengan syarat ia berhak mendapat warisan.
Pada intinya pembagian warisan berdasarkan hukum waris adat sangat beragam tergantung ketentuan suatu adat di tiap daerah. Walau tidak tertulis namun hukum waris adat tetap dianggap adil karena selalu memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.