Ibupedia

Tedak Siten, Ritual Masyarakat Jawa bagi Bayi

Tedak Siten, Ritual Masyarakat Jawa bagi Bayi
Tedak Siten, Ritual Masyarakat Jawa bagi Bayi

Dalam budaya jawa, ada sebuah ritual yang dinamakan tedak siten. Apakah itu tedak siten?

Tedak siten adalah budaya warisan masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar 7 sampai 8 bulan. Acara ini juga dikenal dengan nama upacara turun tanah. Tedak siten berasal dari kata ‘tedak’ yang artinya turun dan ‘siten’ yang artinya tanah. Masyarakat Jawa percaya bahwa rangkaian acara ini dilakukan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.

Tradisi ini dilaksanakan saat anak berusia tujuh hingga 8 bulan menurut hitungan bulan Jawa. Dalam 1 hitungan bulan Jawa bisa berjumlah 36 hari. Maka, hitungan bulan ke-7 Jawa sama dengan bulan ke-8 hitungan bulan masehi.

Para leluhur Jawa percaya adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi sebagai tempat anak tersebut mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah. Selain itu, upacara tedak siten juga diiringi doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar anak sukses dalam kehidupannya.

Rangkaian acara tedak siten

Sumber: tribunnews.com

Sebelum masuk ke proses acara, pihak orang tua yang melakukan hajat harus menyiapkan peralatan sebagai berikut:

  • Kurungan tedak siten yang terbuat dari bambu. Kurungan ini seperti yang digunakan untuk mengurung ayam;
  • Aneka jenang warna-warni yang terbuat dari ketan;
  • Tangga dan kursi yang dibuat dari tebu;
  • Ayam panggang yang ditusukkan pada batang tebu. Dibawahnya diberi pisang, aneka barang-barang dan mainan tradisional;
  • Tumpeng robyong, bubur, dan jadah 7 warna, buah-buahan dan jajanan pasar;
  • Uang kertas dan receh untuk disebarkan;
  • Bayu gege (air gege) yang dibiarkan semalam di tempat terbuka dan paginya terkena sinar matahari sampai jam 8; dan
  • Ayam hidup yang dilepaskan dan diperebutkan kepada tamu undangan.

Setelah semua kebutuhan disediakan, keluarga dan undangan berkumpul di tempat upacara. Berikut rangkaian acara tedak siten.

1. Selamatan dengan menghadirkan makanan simbolik

Sumber: travel.detik.com

Rangkaian acara tedak siten dimulai dari pagi hari dengan menghidangkan serangkaian makanan tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah’ atau ‘tetel’ sebanyak tujuh warna.

Jadah terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur menjadi satu sehingga bisa diiris. Beras ketan tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga, dan ungu.

Acara ini sangat simbolik. Jadah menjadi simbol kehidupan bagi anak, sementara warna-warni yang diaplikasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui anak saat nanti.

Cara penyusunannya dengan cara dimulai dari warna hitam hingga ke putih sebagai simbol bahwa tiap masalah berat ada jalan keluar berupa titik terang.

Selain jadah, makanan tradisional lain yang dihadirkan dalam upacara tedak siten adalah tumpeng dan perlengkapannya serta ayam utuh. Tumpeng sebagai simbol harapan orangtua agar si bayi nantinya menjadi anak yang berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol panjang umur, sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan, kecambah sebagai simbol kesuburan, dan ayam sebagai simbol kemandirian.

2. Menapakkan kaki bayi

Setelah acara selamatan dengan mengumpulkan para undangan dilakukan, berikutnya  rangkaian upacara tedak siten adalah prosesi menapakkan kaki bayi di atas jadah tujuh warna. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi kertas warna-warni. Prosesi ini melambangkan harapan agar si bayi memiliki sifat ksatria seperti Arjuna, sang tokoh pewayangan yang dikenal bertanggungjawab dan tangguh. ‘Tebu’ dalam bahasa Jawa kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang artinya kemantapan hati.

3. Diletakkan di tumpukan pasir

Sumber: dupanews.id

Setelah menginjak tangga dari tebu, selanjutnya anak dipandu dua langkah dan diletakkan di atas tumpukan pasir. Anak harus melakukan ‘ceker-ceker’, yaitu bermain pasir dengan kedua kaki.

Masyarakat Jawa percaya bahwa ceker-ceker memiliki makna bekerja dan mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Masuk ke kurungan tedak siten

Kemudian, sang anak kembali dipandu untuk memasuki kurungan tedak siten yang berupa kandang ayam yang didekorasi. Di dalam kandang, ada beberapa barang seperti buku tulis, aksesoris emas, perhiasan, kalung, gelang, kapas, beras, dan barang-barang bermanfaat lainnya. Anak akan memilih barang yang disediakan di kandang ayam pada tahap ini. Jika anak bermain dengan buku tulis, mungkin ia bisa bekerja di kantor atau menjadi ilmuwan. Bila anak memilih perhiasan, bisa jadi anak menjadi orang kaya.

Semua simbol profesi di kurungan tedak siten dipercaya menjadi penuntun bagi bayi dalam memilih pekerjaan nanti. Kandang ayam tersebut memiliki makna bahwa ketika anak telah memasuki kehidupan, dia harus berada di lingkungan yang baik-baik.

5. Menyebarkan udik-udik

Orangtua serta kakek-nenek anak tersebut juga menyebarkan ‘udik-udik’, yaitu koin-koin dan bunga. Sang anak diharapkan memiliki cara yang mudah dalam mencari nafkah dan harus murah hati dan rajin berbagi.

6. Dimandikan dengan bunga Sritaman

Kemudian anak dimandikan atau dibersihkan dengan bunga Sritaman. Air mandi ini terdiri dari bunga mawar, melati, kenanga, dan magnolia. Ritual ini melambangkan harapan bahwa bayi akan memiliki rasa hormat dan membawa ketenaran bagi keluarga.

7. Dipakaikan pakaian baru

sumber: nyonyamelly.com

Setelah menjalani semua ritual, anak dipakaikan pakaian yang baru, rapi, dan indah. Ini sebagai simbol bahwa sang anak memiliki kehidupan yang baik dan makmur serta dapat membahagiakan orangtuanya.

Itulah upacara tedak siten beserta rangkaian acaranya. Upacara ini merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Jawa.

Penulis: Zeneth Thobarony
Editor: Dwi Ratih

Featured image source: liputan6.com

Follow Ibupedia Instagram