Tips Berbagi Tugas Rumah Tangga Agar Ibu Tetap Waras
Menyatukan dua kepala menjadi satu kesatuan dalam sebuah rumah tangga bukanlah perkara mudah. Tidak hanya karena masing-masing kepala memiliki preferensi berbeda, tapi setiap dari mereka juga dibesarkan dengan cara yang mungkin tidak sama.
Perbedaan pola asuh inilah yang kemudian membentuk masing-masing orang, termasuk pasangan suami istri ini menjadi pribadi yang berbeda satu sama lain. Nah, ketika mereka memutuskan menikah, akan menjadi tantangan tersendiri untuk bisa saling menerima dan hidup bersama dalam satu atap.
Bahkan untuk persoalan yang mungkin tampak sederhana sekalipun, seperti mengurus pekerjaan rumah tangga, dapat menjadi masalah besar jika terjadi miskomunikasi antara suami dan istri. Dalam sebuah survei yang dilakukan tahun 2018 di Amerika Serikat dan dilansir dari ParentStory, perdebatan soal urusan rumah tangga atau tugas domestik ini disebut sebagai salah satu dari tiga alasan utama penyebab pasangan bercerai.
Di Indonesia sendiri, pekerjaan rumah tangga masih lebih banyak dibebankan kepada istri dibanding suami. Malah masih banyak lo suami yang sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan rumah tangga karena merasa sudah bertanggung jawab bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal pekerjaan domestik tidak kalah menguras tenaga. Ibarat mati satu tumbuh seribu, tugas rumah tangga seringkali tiada akhirnya. Pihak istri, biasanya akan merasa tidak adil karena tugasnya lebih berat daripada suami.
Batas-batas soal tanggung jawab rumah tangga ini semakin abu-abu manakala kedua suami istri sama-sama bekerja. Mereka disibukkan dengan urusan pekerjaan masing-masing sehingga pekerjaan domestik pun seringkali terbengkalai. Masih bagus jika mereka bisa mempekerjakan asisten rumah tangga, namun nyatanya tidak semua pasangan memiliki kemampuan menggaji ART. Walau ada ART pun, seringnya istri masih harus ikut campur untuk memastikan pekerjaan si ART tersebut sesuai dengan keinginannya. Bagian yang satu ini juga kadang cukup menguras energi lo.
Pembagian Tugas Rumah Tangga yang Tidak Seimbang Dapat Mengganggu Kualitas Hubungan Pernikahan
Ibarat bisnis, pernikahan adalah suatu bentuk kerjasama untuk menjalankan bahtera rumah tangga agar mulus jalannya. Ini termasuk mencatat keuangan, memelihara perabotan, membersihkan rumah, belanja, memasak, mengasuh anak, merawat kendaraan, mengurus peliharaan, dan masih banyak sekali lainnya. Ketika semua itu berjalan lancar atau ketika “bahtera” tadi berjalan mulus, tentu akan lebih banyak kedamaian dan hubungan tiap-tiap anggota keluarga juga akan berlangsung harmoni.
Namun, jika salah satu atau beberapa di antaranya tidak berjalan sesuai harapan, seperti misalnya kran yang bocor dan tidak segera diperbaiki, pakaian kotor yang tidak berada di tempatnya, rumput di taman yang sudah setinggi mata kaki, dan lain sebagainya, maka kesalahpahaman dan konflik bisa saja muncul. Maka dari itu, penting sekali bagi Ibu dan Ayah untuk membuat kesepakatan terkait tugas-tugas rumah tangga ini.
Ayah, walaupun setiap hari sudah disibukkan dengan pekerjaan kantor, namun bukan berarti itu bisa jadi alasan untuk abai dengan masalah rumah tangga. Mau dipikir pakai logika pun, rasanya sulit sekali bagi satu orang bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga sendirian, yang kalau disebutkan mungkin jumlahnya bisa mencapai ratusan.
Tips Berbagi Tugas Rumah Tangga dengan Suami
Nah, bagaimana cara membagi tugas rumah tangga supaya adil dan bisa diterima kedua belah pihak? Atau kalau sudah memiliki anak yang beranjak dewasa, ia pun juga bisa dilibatkan dan menerima tanggung jawabnya. Simak tips dan triknya berikut ini.
Diskusikan dengan suami saat Ibu merasa kewalahan
Salah satu akar permasalahan yang sering memicu masalah yang lebih besar adalah ketika Ibu tidak bersikap terbuka kepada suami, termasuk saat merasa kewalahan dengan tugas-tugas domestik. Apalagi ketika Ayah melakukan kebiasaan yang tidak Ibu sukai, seperti menaruh handuk di kasur, melempar baju kotor sembarangan, dan lainnya. Sampaikan rasa frustasi Ibu tersebut, tapi hindari diskusi jika Ibu masih emosi dan lelah luar biasa. Tunggu sampai Ibu merasa tenang, dan Ayah juga sedang tidak diburu pekerjaan.
Bicaralah kepada pasangan dengan menggunakan teknik komunikasi “I-Statement”. Alih-alih menyalahkan pasangan, cobalah mengatakan “Ibu capek banget akhir-akhir ini karena rasanya Ibu berusaha lebih banyak mencuci piring. Gimana kalau kita bagi tugas, Ibu cuci piring setiap pagi dan siang, Ayah cuci piring setiap sore dan malam?”. Atau misalnya “Ibu merasa kewalahan kalau harus membereskan lemari Ayah yang berantakan setiap hari. Kira-kira bisa nggak kalau Ayah lebih hati-hati saat mengambil baju?”
Memahami waktu dan prioritas satu sama lain
Pembagian tugas rumah tangga yang adil tidak mesti perbandingannya harus 50:50. Ibu perlu melihat dulu seberapa banyak waktu yang dimiliki masing-masing anggota keluarga, dalam hal ini Ibu dan Ayah. Seperti dilansir dari laman Merry Maids, jika Ibu bekerja paruh waktu atau tidak bekerja sama sekali, sedangkan Ayah bekerja penuh waktu, maka perlu dipahami bahwa Ibu memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dibanding Ayah. Sehingga wajar kalau persentase beban tanggung jawab tugas rumah tangga untuk Ibu lebih besar daripada Ayah. Bila yang terjadi adalah sebaliknya, atau Ibu dan Ayah sama-sama bekerja penuh waktu, besaran persentasenya bisa disesuaikan.
Tapi perlu dipastikan juga kalau Ibu dan Ayah sama-sama paham bahwa setiap orang memiliki jumlah jam yang sama dalam sehari dan berhak mendapatkan kesempatan untuk bersantai atau mengerjakan hobi lain. Yang penting, semua sepakat atas pembagian tugas secara adil, sehingga setiap anggota bisa saling menghormati waktu satu sama lain.
Buat daftar tugas rumah tangga yang perlu dikerjakan
Sebagian besar suami terkadang tidak peka dengan situasi di rumah. Sifat yang satu ini seringkali jadi akar permasalahan yang lebih besar. Tak jarang suami yang kurang peka membuat Ibu ngambek tak berkesudahan. Untuk mengantisipasi hal ini, Ibu dan Ayah perlu membuat daftar tugas rumah tangga yang harus dikerjakan beserta breakdownnya. Misalnya untuk tugas membersihkan rumah, perlu diperjelas lagi detailnya, seperti menyapu, mengepel, mengelap meja, membersihkan karpet, dan lain sebagainya. Dengan begini, Ibu tidak perlu mengharapkan Ayah peka terhadap tugas domestik yang ia sendiri mungkin tidak sadar.
Selain lebih jelas, membuat daftar seperti ini juga dapat lebih memudahkan proses pembagian tugas antara Ibu dan Ayah. Misalnya Ibu lebih banyak mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan dapur, sedangkan Ayah lebih banyak berkontribusi di pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih seperti mencuci mobil, menyikat kamar mandi, membersihkan langit-langit rumah, dan lain sebagainya. Atau bisa juga membaginya berdasarkan pekerjaan yang disukai dan dibenci oleh masing-masing. Bisa jadi pekerjaan yang kurang suka Ibu lakukan, justru disukai Ayah, pun sebaliknya.
Tetapkan juga tenggat waktu dan durasi pengerjaan
Lengkapi daftar pekerjaan rumah tangga yang perlu diselesaikan dengan tenggat waktu dan durasi pengerjaannya. Misalnya membersihkan rumah setiap hari Sabtu, mencuci mobil setiap hari Minggu, membersihkan halaman atau taman setiap hari Jumat, dan seterusnya. Penting juga untuk mencatat seberapa banyak waktu yang kira-kira dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan agar tidak ada yang merasa terbebani dengan jam kerja ekstra setiap minggu.
Untuk lebih memudahkan lagi, Ibu juga bisa mengelompokkan pekerjaan rumah tangga berdasarkan waktu pengerjaannya lo, misalnya mana saja yang termasuk tugas harian, mana yang termasuk tugas dua mingguan, tugas bulanan, tugas tiga bulanan, dan seterusnya.
Saling terbuka soal standar kebersihan dan kerapian masing-masing
Setiap orang memiliki standar atau ekspektasi mengenai kebersihan dan kerapian yang berbeda-beda, sekalipun mereka sudah menikah dan hidup dalam satu atap yang sama. Bahkan, seperti yang pernah dibahas di satu riset dan dikutip dari Very Well Family, banyak pasangan memiliki pandangan berbeda-beda mengenai pembagian tugas rumah tangga. Maksudnya, ada yang nyaman-nyaman saja dengan rumah yang sedikit berantakan, padahal pasangannya menganggap rumah yang nyaman itu ya yang rapi dan tidak ada benda berserakan sedikit pun. Atau seperti misalnya, Ibu menganggap bahwa sprei harus diganti 1 minggu sekali, sedangkan Ayah berpikir 1 bulan sekali sudah cukup.
Pun ketika salah satu pasangan meminta pasangannya mencuci piring, yang mereka maksud adalah mencuci, mengeringkan, dan menyimpannya kembali, tapi pasangannya justru hanya mencucinya saja karena menganggap mengeringkan dan menyimpannya kembali adalah tugas yang terpisah atau tidak sepaket. Hal-hal sepele seperti ini jika tidak dikomunikasikan tentu akan menimbulkan masalah serius di kemudian hari. Jadi pastikan Ibu dan Ayah saling terbuka soal standar kebersihan, harapan, dan ekspektasi masing-masing ya!
Hindari mengkritik hasil pekerjaan rumah tangga pasangan
Jika Ibu kurang menyukai cara Ayah menyelesaikan sesuatu (atau sebaliknya), alih-alih mengkritik dan mengomel, lebih baik ambil alih pekerjaan tersebut dan jelaskan di lain waktu apa yang mesti diperbaiki dari cara Ayah melakukannya. Sebagai gantinya, minta pasangan untuk menyelesaikan tugas rumah tangga lain yang ia lebih familier melakukannya. Intinya jangan mengkritik, mengatur, atau menggurui kecuali pasangan memintanya sendiri ya. Mengkritik pasangan tentang bagaimana caranya melakukan tugasnya hanya akan menciptakan lebih banyak ketegangan dalam rumah tangga.
Namun, jika cara mereka menyelesaikan sesuatu sudah sangat mengganggu, cobalah untuk membicarakannya baik-baik. Hindari langsung menyalahkannya karena ini akan menciptakan suasana yang tidak nyaman di dalam rumah.
Lakukan evaluasi setiap minggu
Tidak semua pasangan akan langsung menemukan formula yang pas dalam pembagian tugas rumah tangga ini. Bisa jadi seminggu pertama, masih ada yang merasa bebannya lebih berat, atau merasa kurang cocok dengan pembagian tugas yang sudah disepakati di awal. Hal ini sangat wajar karena terkadang, melakukan perencanaan itu memang lebih mudah dibanding saat pelaksanaannya.
Pastikan Ibu dan Ayah melakukan evaluasi setiap minggunya. Tidak masalah jika harus mengubah perjanjian pembagian tugas rumah tangga jika memang ada yang merasa keberatan setelah “turun lapangan” langsung. Bicarakan juga bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.
Saling menghargai dan mengapresiasi itu penting
Selain hal-hal di atas, penting juga untuk menunjukkan penghargaan kepada pasangan atas apa yang telah ia lakukan. Misalnya di penghujung hari, atau saat malam sebelum tidur, ucapkan terima kasih atas pekerjaan domestik yang telah dilakukan pasangan. Beberapa pasangan mungkin sedikit canggung untuk mengatakan ini. Namun, kamu juga bisa mencoba memberikan sedikit hadiah, tak perlu mahal, bisa dengan membeli minuman kesukaan pasangan dan memberikannya setelah ia berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan.
Saling mengungkapkan terima kasih dan mengutarakan penghargaan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang positif sehingga hubungan pernikahan juga akan lebih menyenangkan.
Pertimbangkan untuk menyewa jasa dari luar
Bila ada satu atau beberapa tugas domestik yang dianggap terlalu melelahkan bagi Ibu atau Ayah, misalnya membersihkan kebun belakang rumah, memangkas ranting-ranting pohon yang sudah menjuntai, membersihkan sofa-sofa besar, atau menguras kolam renang, pertimbangkan untuk menyewa jasa orang lain untuk melakukannya. Pastikan Ibu dan Ayah sudah mendiskusikannya juga ya.
Memakai jasa home cleaning service juga bisa jadi pilihan jika Ibu dan Ayah menginginkan satu hari bebas tugas, misalnya saat weekend supaya kalian berdua bisa lebih menikmati akhir pekan dengan santai.
Mengganti perabot atau merombak sedikit ruangan supaya lebih mudah dibersihkan
Jika Ibu atau Ayah sama-sama enggan mengerjakan suatu tugas, misalnya memangkas rumput di taman, atau menguras kolam ikan, pertimbangkan untuk mengganti rumput dengan batu taman atau rumput sintetis supaya tidak perlu rutin memangkasnya. Atau membongkar kolam ikan dan mengubahnya menjadi tempat bersantai, supaya tidak perlu menetapkan jadwal mengurasnya setiap minggu atau setiap bulan.
Merombak sedikit ruangan atau mengganti perabotan di rumah, bisa jadi solusi cepat dan praktis jika memang Ibu dan Ayah sama-sama enggan merawatnya karena terlalu melelahkan. Bahkan bila kegiatan menyetrika juga dianggap terlalu buang-buang waktu, Ibu dan Ayah bisa menyepakati untuk langsung melipat baju setelah kering lo, atau menyumbangkan baju yang sekiranya sulit disetrika.
Meskipun mungkin perlu sedikit usaha keras dan banyak diskusi untuk saling memahami dan menyepakati hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga, namun upaya ini tidak akan sia-sia karena dampaknya bisa dirasakan seumur hidup. Jika pasangan sama-sama nyaman tinggal bersama, merasa tugas-tugas sehari-hari berjalan dengan asil, maka hidup pun jadi lebih bahagia. Semua ini akan berdampak pada umur pernikahan yang bisa awet sampai selamanya.
Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih