11 Mitos Salah Seputar Flu dan Demam
Anak-anak umumnya terkena flu kira-kira 5 sampai 8 kali dalam setahun. Namun, ada juga yang sampai belasan kali terkena flu karena sering terpapar virus saat berinteraksi dengan teman atau tidak menjaga kesehatan diri. Kalau si kecil sudah mulai flu, aduh tak perlu ditanya lagi berapa banyak tisu kotor yang bergeletakan di rumah. Bunda pastinya resah saat melihat sang buah hati bersin-bersin dan terlihat amat menderita.
Menyembuhkan flu sebenarnya tidak terlalu susah, namun jika salah penanganan, bukannya membaik flu si kecil malah semakin memburuk. Nah, berbicara soal penanganan yang salah, ternyata ada banyak sekali mitos keliru yang berkembang di masyarakat perihal flu. Artikel Ibupedia berikut ini akan memahas seputar mitos-mitos yang paling populer tentang flu di dunia. Hihi, apa Bunda termasuk yang percaya salah satunya?
Mitos 1 : Segala obat flu atau obat batuk yang dijual di pasaran aman untuk anak-anak
Ternyata, menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), obat-obatan khusus flu dan batuk yang bebas diperjual belikan di apotek maupun swalayan itu tidak terlalu efektif bagi anak berusia di bawah 6 tahun. Bahkan, obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan sang buah hati. Kalau anak Bunda masih berusia di bawah 6 tahun, redakan flu dan batuknya dengan obat-obata seperti ibuprofen atau acetaminophen khusus anak. Atau, Bunda juga bisa membuat obat sendiri di rumah dengan memanfaatkan bahan-bahan alami.
Misalnya saja, penelitian yang dilakukan di tahun 2007 menyebutkan bahwa madu ternyata bekerja lebih baik daripada sirup obat batuk bagi anak berusia 2 tahun ke atas. Nah, daripada repot memilih sirup obat batuk di toko, kenapa Bunda tidak memakai bahan alami saja? Menurut data di Amerika Serikat, setiap tahunnya ada 7000 anak berusia di bawah 11 tahun yang harus dirawat di Unit Gawat Darurat karena terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan flu dan batuk. Efek sampingnya beragam, mulai dari nyeri perut, ruam kulit, detak jantung meningkat, kelelahan, bahkan kematian. Masih berani sembarangan beli obat flu dan batuk?
Mitos 2: Antibiotik dapat membunuh virus penyebab flu dan demam
Mengobati flu dengan antibiotik itu sama halnya seperti menjilat hidung sendiri. Mustahil, Bun! Pasalnya, antibiotik itu membunuh bakteri, sementara flu dan demam disebabkan oleh virus yang beda jauh dari bakteri. Jadi antibiotik apapun, mau itu Amoxil atau Zithromax, tetap tidak akan berguna melawan virus penyebab flu.
Kalau Bunda masih ngeyel saja member antbiotik, maka siap-siap saja menghadapi efek samping seperti diare dan kram perut. Namun, kalau flu dan demam yang dialami sang buah hati berkembang menjadi suatu komplikasi lain yang melibatkan bakteri, maka antibiotik mungkin dapat membantu. Misalnya saja penyakit seperti bronkitis, pneumonia, atau infeksi telinga.
Mitos 3: Flu dan demam tinggi itu sama saja?
Memang agak susah membedakan antar flu dan demam tinggi. Meski begitu, ada perbedaan yang cukup mencolok di antara keduanya. Demam biasanya sembuh dengan sempurna tanpa ada penyakit lain yang mengikuti. Namun, saat flu sembuh, bisa jadi timbul komplikasi serius seperti pneumonia. Itulah mengapa semakin cepat menanggulangi flu dengan penanganan yang tepat akan semakin mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Jika anak Bunda berusia satu tahun ke atas, maka pemberian obat anti virus biasanya mampu memberikan hasil dalam sehari atau 2 hari. Namun, obat anti virus hanya akan manjur jika dikonsumsi pada dua hari pertama sejak anak terserang sakit. Begitu flu atau demam melewati masa 2 hari, maka obat-obatan anti virus tersebut tidak akan efektif lagi.
Mitos 4: Lebih baik segera membawa si kecil ke dokter saat ia terserang demam?
Setiap tahunnya, ada sekitar 1 milyar kasus demam di Amerika Serikat. Tak heran apabila demam menjadi alasan nomor satu mengapa dokter laris. Padahal, kunjungan ke klinik dokter tersebut tidak begitu signifikan mengingat dokter sendiri sebenarnya tidak dapat melakukan apa-apa untuk mengurangi demam anak. Apabila demam anak tidak begitu serius, maka sebaiknya Bunda merawat si kecil di rumah saja.
Mungkin anak hanya perlu waktu istirahat beberapa hari sampai ia sembuh. Bunda pun akan lebih menghemat uang, tenaga, serta waktu dalam merawat sakit si kecil. Walaupun begitu, apabila anak Bunda berusia di bawah 3 bulan, maka sebaiknya segera pergi ke dokter apabila ada tanda-tanda demam.
Mitos 5 : Orang dewasa lebih membutuhkan vaksin flu dibanding anak-anak
Well, sebenarnya baik anak-anak maupun orang dewasa sama-sama membutuhkan vaksin flu. The Centers for Disease Control and Prevenion (CDC) merekomendasikan masyarakat agar mengambil suntik flu tahunan (mulai dari umur 6 bulan) atau vaksin nasal spray (usia 2 tahun ke atas). Anak-anak yang berusia 5 tahun ke bawah sangat rentan terkena flu karena mereka beresiko mengalami komplikasi seperti pneumonia. Di Amerika Serikat, setidaknya ada 20.000 anak-anak usia di bawha 5 tahun yang harus menjalani rawat inap di rumah sakit karena flu tiap tahunnya.
Mitos 6: Terserang demam itu tandanya imun tubuh sedang lemah, benarkah?
Faktanya, bahkan orang yang dinyatakan sangat fit sekalipun tetap akan terserang virus. Menurut penelitian, 95% relawan yang dikategorikan sehat jasmaninya tetap saja terserang virus saat virus diteteskan di hidung mereka. Meski begitu, tak semua relawan pada akhirnya mengalami demam.
Sekitar 75% dari mereka hanya menunjukkan gejala-gejala sakit saja. Penelitian lain menyebutkan bahwa imunitas rendah yang disebabkan oleh stres atau penyakit kronis lainnya turut memperparah gejala demam. Namun, anak-anak yang dinyatakan sehat toh tetap saja akan terinfeksi saat terpapar virus.
Mitos 7 : Kedinginan atau memakai pakaian yang basah akan membuat Anda demam
"Di luar dingin, ayo sana pakai jaket biar nggak sakit!" Hayo, berapa kali Bunda berpesan begitu saat si kecil hendak bermain di luar rumah? Benarkah cuaca dingin dapat membuat anak mudah pilek atau demam? Well, sebenarnya pilek hanya akan terjadi apabila Anda terserang virus penyebab pilek itu sendiri.
Jadi, kedinginan karena cuaca yang dingin tidak akan serta merta membuat Anda sakit. Namun, saat seseorang kedinginan serta kebasahan, maka ada suatu virus di dalam sistem tubuh yang 'bangun' dan memicu gejala penyakit.
Sebuah penelitian tahun 2005 yang dilakukan Cardiff University's Common Cold Center di Wales mencoba membuktikan hal tersebut. Penelitian yang melibatkan 90 orang ini menyuruh para relawan agar merendam kaki mereka dalam air es selama 20 menit. Kemudian, 5 hari sesudahnya, terbukti bahwa mereka yang mencelupkan kaki di air es menderita demam dua kali lebih parah dari mereka yang tidak merendam kaki di air es.
Para peneliti menyatakan bahwa kedinginan dapat menyebabkan pembuluh darah di hidung menyempit sehingga menghambat darah yang mensuplai sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Jadi, lain kali saat melihat anak basah gara-gara kehujanan atau selesai berenang, segera keringkan badannya dan bungkus dengan handuk ya, Bun.
Mitos 8 : Demam adalah tanda anak mau 'pintar'
Ibu pasti pernah dong mendegar mitos dari orang tua kalau anak kita demam, itu tandanya si kecil mau 'pintar'? Faktanya tidak seperti itu ya, Bu. Demam merupakan tanda kalau ada sesuatu yang terjadi dalam tubuh si kecil. Pemicunya bisa karena virus, bakteri, kurang minum, pasca imunisasi, dan lain sebagainya.
Mitos 9 : Demam bisa dipastikan lewat sentuhan tangan Ibu
Percaya insting itu boleh, tapi kalau masalah demam, jangan andalkan 'tanganmeter' yaa untuk menentukan si kecil demam atau tidak. Kita harus tetap menggunakan termometer untuk mengukur suhunya secara pasti. Jika suhu si kecil antara 36,5 - 37,5 derajat celcius, itu berarti suhunya normal. Kalau di atas suhu tersebut, itu tandanya si kecil mengalami demam.
Mitos 10 : Demam tinggi bisa menyebabkan kejang
Ada nggak yang pernah mendengar desas-desus yang mengatakan kalau suhu si kecil lebih dari 40 derajat celcius, ia bisa mengalami kejang demam? Ternyata, kejang demam hanya terjadi pada anak yang 'bakat' memiliki kejang demam. Ini bisa dipengaruhi faktor masalah kesehatan, keturunan dari orang tua, atau riwayat kejang demam sebelumnya.
Mitos 11 : Saat anak demam, ia harus segera diberi obat penurun panas
Siapa coba yang tega melihat anaknya mengalami demam, lemas, dan rewel? Biasanya kalau si kecil sudah menunjukkan tanda-tanda seperti itu, orang tua langsung sergap memberikan obat penurun panas. Sebenarnya, jika tidak dianjurkan oleh dokter, kita tidak perlu buru-buru memberikan obat penurun panas, terutama jika si kecil tidak rewel dan tetap aktif selama demam.
Demam ada untuk memerangi infeksi di tubuh si kecil agar cepat sembuh. Jadi tidak perlu fokus untuk menurunkan suhunya ya, Bu, tapi fokuslah untuk membuat si kecil merasa nyaman.
(Yusrina, Atalya)