7 Tanda Penyakit Tetanus dan Cara Mengobatinya
Penyakit tetanus memang sudah jarang terdengar terjadi di Indonesia. Namun, bukan berarti penyakit ini tidak usah lagi diwaspadai karena pada hakikatnya penyakit tetanus merupakan salah satu jenis penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Indonesia yang juga dikukuhkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia dinyatakan sudah berhasil mengeliminasi tetanus pada 2016 lalu. Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara menjadi 4 provinsi terakhir yang berhasil mengeliminasi penyakit berbahaya ini. Eliminasi di sini bukan berarti Indonesia telah sepenuhnya bebas tetanus, melainkan masih terdapat beberapa kasus, namun jumlahnya kurang dari 1 kasus tetanus neonatal pada setiap 1.000 (seribu) kelahiran hidup di setiap Kabupaten/Kota.
Tetanus neonatal merupakan jenis tetanus yang paling menjadi momok di Indonesia. Penyakit tetanus neonatal dicap oleh Kemenkes sebagai pembunuh senyap alias silent killer karena ia menyebabkan banyak bayi baru lahir meninggal secara cepat.
Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai tetanus neonatal, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu mengenai penyakit tetanus itu sendiri.
Apa itu Penyakit Tetanus?
Seperti telah disebutkan di atas, penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri. Nah, bakteri ini banyak ditemukan di tanah gembur, air liur binatang, kotoran hewan, serta debu yang menempel di benda-benda tertentu.
Bakteri tetanus bisa masuk ke tubuh manusia melalui luka yang cukup dalam. Inilah sebabnya, pemahaman awam kerap menyebut bahwa seseorang akan terjangkit bakteri tetanus jika tertusuk paku berkarat. Ini memang benar ya, Bu. Karat pada paku tersebut memang merupakan salah satu media penyimpan bakteri tetanus.
Akan tetapi, paku berkarat bukan satu-satunya media penyebab tetanus. Melakukan penyuntikkan dengan jarum yang tidak steril atau tergores pisau kotor juga bisa mengakibatkan penyakit tetanus lho!
Para peternak yang kerap bersentuhan dengan air liur maupun kotoran binatang atau petani yang sering membajak lahan gembur juga berpotensi menderita tetanus. Dengan catatan saat bekerja, mereka mengalami atau tengah menderita luka yang cukup dalam.
Jika seseorang positif mengidap tetanus, ia akan mengalami kaku otot nyaris di seluruh bagian tubuh. Salah satu tanda yang paling umum bagi penderita penyakit tetanus ialah rahang yang tidak bisa digerakkan sehingga tetanus kerap disebut juga sebagai sakit 'lockjaw'.
Jika sudah muncul tanda-tanda demikian, orang tersebut harus segera dilarikan ke rumah sakit untuk menerima perawatan medis sesegera mungkin.
4 Bentuk Penyakit Tetanus secara Klinis
Dalam makalah yang diterbitkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro pada 2015 lalu, penyakit tetanus digolongkan ke dalam 4 bentuk, yaitu:
Tetanus Umum
Ini paling sering dijumpai di Indonesia. Tetanus ini memiliki derajat luka bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi tetanus umum sekitar 7 hingga 21 hari, tergantung jarak luka dengan susunan saraf pusat.
Ciri-ciri tetanus umum ialah kekakuan otot di sekitar punggung yang terjadi berulang kali hingga durasi beberapa menit. Sakit punggung ini bisa terjadi dalam 3 hingga 4 minggu.
Tetanus Lokal
Tetanus ini jarang dijumpai. Biasanya, penderita hanya mengalami kejang otot di sekitar area terinfeksi. Misalnya, anak yang tertusuk paku di area telapak kaki hanya akan mengalami keram di telapak kaki atau area pergelangan telapak kaki.
Tetanus lokal terjadi karena penderita hanya memiliki sistem kekebalan tubuh parsial terhadap bakteri tetanus. Meskipun demikian, seseorang harus langsung mendapat pertolongan medis jika terindikasi mengalami tetanus lokal karena bisa jadi bakteri kemudian menyebar di dalam tubuh sehingga menyebabkan penyakit tetanus umum.
Tetanus sefalik
Penyakit tetanus ini biasanya terjadi setelah penderita mengalami trauma kepala atau infeksi telinga tengah. Sama seperti tetanus lokal, tetanus sefalik harus segera mendapat penanganan dokter untuk mencegahnya menjadi tetanus umum.
Tetanus neonatorum
Tetanus ini disebut juga tetanus neonatal karena diderita oleh bayi-bayi yang baru lahir. Faktor utama tetanus jenis ini biasanya merupakan akibat dari penggunaan alat-alat medis yang terkontaminasi bakteri tetanus, terutama ketika memotong tali pusar.
Masa inkubasi adalah 3 hingga 10 hari dengan gejala klinis yaitu bayi gelisah, rewel, sulit minum asi, mulut mecucu, dan sering kejang. Angka mortalitas bayi yang terkena tetanus neonatal cukup besar, yakni hingga 70%.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, diklaim sebagai penyumbang lebih dari setengah dari jumlah kematian bayi akibat tetanus neonatal. Faktor kebersihan saat persalinan disebut-sebut memengaruhi penyebaran penyakit tetanus jenis ini.
Namun demikian, seperti telah disebutkan di atas, Indonesia dinyatakan sudah mengeliminasi penyakit tetanus neonatal ini pada 2016 lalu. Kemenkes berharap prestasi ini terus bertahan dengan cara mengedepankan kebersihan lingkungan persalinan serta dengan menggunakan alat-alat yang steril.
"Hal ini bisa tercapai apabila layanan kesehatan tersedia dengan kualitas baik di seluruh wilayah Indonesia," tutur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek seperti dilansir situs Kemenkes pada 7 September 2016 lalu.
7 Tanda Penyakit Tetanus
Mengalami keram di bagian rahang memang merupakan tanda primer telah berkembangnya bakteri tetanus dalam tubuh seseorang. Secara keseluruhan, inilah 7 tanda bahwa penyakit tetanus telah bersarang di tubuh manusia.
- Rahang terasa kaku, mulut tidak bisa digerakkan
- Mengalami keram perut yang parah dan tiba-tiba.
- Nyeri otot umumnya terjadi di sekitar rahang, leher, bahu, pundak, perut bagian atas, dan paha. Namun, ada juga penderita tetanus yang mengeluh sakit di sekujur tubuhnya
- Mengalami kesulitan menelan
- Kejang-kejang
- Demam tinggi disertai keringat dingin
- Perubahan tekanan darah yang drastis serta merasakan denyut jantung yang tiba-tiba bertambah cepat.
Jadi, jika ada anggota keluarga atau siapapun yang mengalami tujuh tanda di atas setelah tertusuk paku berkarat atau mungkin selepas bermain di lumpur, serta aktivitas yang berhubungan dengan air liur maupun kotoran hewan, ada baiknya ia segera menghubungi dokter untuk menegakkan diagnosa. Perlu diingat juga apakah orang tersebut sudah mendapat vaksin tetanus dalam 10 tahun terakhir untuk menentukan tingkat kegawatan infeksi tetanus yang mungkin diderita oleh calon pasien tersebut.
Dokter mungkin akan mengambil sampel luka seseorang untuk menemukan adanya bakteri Clostridium tetani pada luka tersebut sebelum memvonis bahwa orang tersebut positif mengidap tetanus atau tidak.
Meskipun demikian, tidak ada tes medis yang bisa menyimpulkan penyakit tetanus pada bayi. Dokter hanya akan melakukan serangkaian tes fisik dan mengajukan pertanyaan kepada orang tua mengenai tanda yang diduga merupakan gejala penyakit tetanus.
Sinyal bahwa seseorang telah terinfeksi bakteri tetanus biasanya terlihat dalam 3 atau 4 hari setelah kejadian awal. Kondisi ini dapat bertahan dalam 10 hari hingga satu bulan ke depan.
Jika tidak ditangani segera, bakteri tetanus bisa saja menyebabkan komplikasi penyakit sebagai berikut:
- Penyempitan saluran pernapasan (laringospasm)
- Tulang retak
- Tersumbatnya aliran darah di saluran utama atau cabang karena adanya gumpalan darah yang terbawa oleh aliran darah dari atau menuju jantung
- Pneumonia akibat adanya benda asing berbahaya yang masuk ke paru-paru
- Kesulitan bernapas yang bisa sampai mengakibatkan gagal napas berujung kematian.
2 Cara Mencegah Penyakit Tetanus
Mencegah lebih baik daripada mengobati, begitu pula dengan tetanus. Praktisi kesehatan dari American College of Emergency, Kathleen Clem, MD, menyatakan menyarankan dua hal berikut untuk mencegah mewabahnya penyakit tetanus.
Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Tidak ada pencegahan yang lebih baik, kecuali dengan imunisasi. Pemerintah Indonesia maupun para dokter pun mengamini hal tersebut ketika memasukkan DPT sebagai imunisasi wajib untuk bayi dengan usia minimal 2 bulan. Pemberian vaksin DPT dilakukan simultan pada usia bayi 2, 4, dan 6 bulan.
Setelah itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan pemberian vaksin DPT ulangan ketika anak berusia 18 bulan dan 5 tahun. Kemudian, anak bisa kembali mendapatkan booster per 10 tahun, tapi dalam bentuk imunisasi Td (tanpa pertusis).
Vaksin DPT pun bisa didapat dengan mudah dan gratis di Puskesmas atau Posyandu terdekat. Jika anak Ibu belum mendapat vaksin DPT, segera hubungi dokter atau tenaga kesehatan terdekat untuk dijadwalkan imunisasi susulan ya.
"Pertahanan terbaik dalam menghadapi tetanus ialah dengan imunisasi," tandas Dr. Kathleen Clem.
Di Indonesia, vaksin DPT yang saat ini beredar ada yang harganya terjangkau dan ada pula yang mahal. Di Puskesmas, vaksin yang tersedia merupakan produksi lokal sehingga harganya relatif terjangkau, bahkan gratis karena disubsidi oleh pemerintah.
Sementara untuk vaksin impor bisa dijumpai di rumah sakit swasta atau klinik vaksinasi dengan harga mulai dari Rp450 ribu. Vaksin impor biasanya hanya dipakai satu tube per anak sehingga harganya relatif mahal, sedangkan vaksin lokal biasanya bisa digunakan berulang dengan hanya berganti jarum suntiknya.
Meskipun demikian, Ibu tidak perlu khawatir melakukan suntikan DPT di Puskesmas. Menurut Prof DR. dr. Sri Rezeki S Hadinegoro dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, vaksin di Puskesmas juga sudah diakui oleh WHO dan diperlakukan (disimpan) sesuai standar kesehatan yang berlaku.
Pemberian vaksin DPT memiliki risiko kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berupa demam, baik imunisasi menggunakan vaksin lokal maupun impor. Namun, demam KIPI ini biasanya hanya berlangsung selama beberapa jam hingga satu hari. Jika demam tidak kunjung reda setelah tiga hari, ada baiknya Ibu kembali memeriksakan anak ke dokter ya. Hal ini karena dikhawatirkan demam itu merupakan indikasi adanya penyakit lain di dalam tubuh.
Selain demam, KIPI yang menyertai pemberian imunisasi DPT ialah anak menjadi lebih rewel dari biasanya serta mengalami pembengkakan di area bekas suntikan. Dalam beberapa kasus, anak juga mengalami kurang nafsu makan dan muntah.
Namun demikian, Ibu tidak perlu panik karena semua KIPI tersebut biasanya hilang dalam 1 hingga 7 hari. Jika Ibu merasa khawatir mengenai perubahan perilaku anak setelah imunisasi, sila menghubungi dokter untuk mengkonsultasikan gejala-gejalanya.
Selain anak-anak, orang dewasa juga sebaiknya mendapatkan imunisasi untuk mencegah penyakit tetanus ini, lho! Tetapi, bentuk vaksinnya ialah Td (tanpa pertusis) atau Tdap dengan dosis vaksin difteri dan pertusis yang lebih rendah.
Dr. Clem menyatakan vaksin tetanus bisa bekerja efektif dalam tubuh selama 10 tahun sejak imunisasi DPT terakhir. Jika dalam 10 tahun seseorang belum mendapatkan vaksin ini, maka ia harus mendapat booster agar meminimalisir efek bakteri tetanus ketika menginjak paku berkarat atau melakukan kontak dengan kotoran hewan maupun air liur.
Meskipun demikian, tidak semua anak boleh mendapatkan suntikan vaksin DPT. Anak-anak dengan kondisi sebagai berikut sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mendapat injeksi vaksin DPT.
- Anak dengan reaksi alergi berat setelah penyuntikan DPT sebelumnya.
- Anak yang menderita kelainan saraf 7 hari setelah penyuntikan DPT sebelumnya.
- Anak dengan KIPI kelas berat setelah penyuntikan DPT sebelumnya, seperti kejang, menangis lebih dari 3 jam non-stop, serta demam tinggi di atas 40.5 derajat celcius.
Bagi anak-anak dengan gejala di atas tetap bisa mendapat imunisasi untuk mencegah penyakit tetanus. Tetapi biasanya akan mendapat rekomendasi pemberian vaksin DT alias tanpa pertusis.
Membersihkan luka dengan air mengalir
Ketika menderita luka dalam, seseorang biasanya langsung membersihkan luka tersebut kemudian mengoles obat atau antiseptik sebagai pertolongan pertama. Namun, Dr. Clem tidak menyarankan hal ini.
Ia hanya menyarankan luka tersebut untuk dibersihkan dengan air mengalir agar kuman atau bakteri tetanus yang mungkin terdapat di dalam luka segera keluar dari tubuh. Setelah itu, orang tersebut harus segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan bagi suspect tetanus sedini mungkin untuk menghindarkan diri dari komplikasi yang mungkin diakibatkan oleh bakteri tetanus.
6 Pengobatan Penyakit Tetanus
Ketika orang yang menderita gejala penyakit tetanus dibawa ke rumah sakit, dokter biasanya akan terlebih dahulu menanyakan riwayat imunisasi DPT si calon pasien. Jika ia tidak menerima vaksin, atau tidak ingat pernah divaksin, dalam 10 tahun terakhir, maka dokter mungkin melakukan 5 pengobatan berikut untuk meminimalisir dampak keganasan bakteri tetanus di dalam tubuh:
- Menyuntikkan obat tetanus imunoglobulin (TIG) untuk menghentikan penyebaran racun bakteri tetanus di dalam tubuh
- Membersihkan luka yang terindikasi merupakan tempat masuknya bakteri penyakit tetanus, termasuk membersihkan jaringan mati yang berada di sekitarnya
- Memberi obat diazepam atau sejenisnya jika suspect tetanus juga mengalami kejang-kejang
- Memberi antibiotik
- Untuk kasus yang disertai gejala gawat darurat seperti nyeri otot atau kesulitan bernapas, penggunaan alat bantu napas atau selang oksigen juga diperlukan
- Menyarankan penderita tetanus untuk melanjutkan pengobatan dengan melakukan fisioterapi selama 2 hingga 3 bulan. Penyakit tetanus diprediksi baru bisa sembuh dalam 4 bulan perawatan intensif.
Imunisasi Tetanus untuk Ibu Hamil
Ibu hamil tidak boleh mengonsumsi sembarang obat, termasuk tidak boleh melakukan sembarang imunisasi selama masa kehamilan. Imunisasi dengan vaksin yang memiliki virus hidup dilarang disuntikkan ke dalam tubuh ibu hamil karena dikhawatirkan membuat bayi lahir prematur, mengalami cacat bawaan lahir, hingga membuat ibu hamil berpotensi mengalami keguguran.
Beberapa vaksin yang dilarang diberikan kepada ibu hamil di antaranya ialah Hepatitis A, MMR (campak, gondongan, dan rubella), Varicella (cacar), vaksin untuk paru-paru (pneumococcaal) , polio (baik yang suntik maupun oral), serta vaksin HPV.
Sebaliknya, ibu hamil tetap boleh mendapatkan tiga imunisasi, termasuk vaksin pencegah penyakit tetanus alias DPT. Dua vaksin lainnya adalah injeksi vaksin Hepatitis B (tiga dosis dengan jarak 1 hingga 6 bulan) dan influenza (dengan virus non-aktif).
Imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) bahkan direkomendasikan sebagai salah satu vaksin yang diberikan pada masa kehamilan 27 hingga 36 minggu atau 3 bulan jelang tanggal prediksi persalinan (due date). Pemberian vaksin DPT ini dipercaya mampu meminimalisir risiko bayi terserang tetanus neonatal karena penggunaan alat-alat pembantu persalinan yang kurang steril atau lingkungan yang kurang bersih.
(Asni / Dok. Pixabay)