Kerap Sebabkan Kematian, Waspada Anemia pada Bayi!
Anemia pada bayi merupakan masalah kesehatan serius yang disebabkan oleh merosotnya jumlah sel darah merah dalam tubuh bayi. Penyebabnya beragam, mulai dari kelahiran prematur hingga ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi sel darah merah. Tanpa sel darah merah yang cukup, oksigen tak bisa terdistribusi secara baik ke seluruh tubuh.
Dalam sebuah penelitian berjudul The Impact of Anemia on Child Mortality (2014), disebutkan kondisi berat anemia pada bayi bisa menyebabkan kematian. Ini menjadi pengingat buat kita semua, para orang tua, bahwa anemia yang dialami si kecil bukanlah hal yang sepele.
Anemia pada Bayi: Pengertian dan Gejalanya
Anemia merupakan kondisi yang jamak dialami semua orang dari segala golongan usia, termasuk bayi baru lahir. Anemia pada bayi terjadi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah berada di bawah rentang normal. Sedikitnya jumlah hemoglobin ini akan mengganggu proses pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh.
Dikutip dari Cleveland Clinic, anemia pada bayi umumnya ditandai dengan gejala-gejala seperti:
Kulit pucat;
Bayi lemas dan lesu;
Gangguan tumbuh kembang;
Sulit makan atau mudah lelah saat makan; dan
Detak jantung cepat dan napas memburu meski tidak sedang melakukan aktivitas apa pun.
Lantas, kondisi apa saja sih yang menjadi faktor risiko anemia pada bayi? Berikut beberapa di antaranya:
Bayi prematur atau BBLR (berat bayi lahir rendah)
Faktor sosial ekonomi. Bayi yang tumbuh di tengah kemiskinan (nutrisi tak tercukup dengan baik);
Bayi dengan garis keturunan anemia;
Operasi atau kecelakaan yang menyebabkan kehilangan darah;
Konsumsi makanan rendah zat besi; dan
Sakit parah.
6 Jenis Anemia pada Bayi
Ada beberapa jenis anemia yang umum dialami bayi, anak-anak, maupun orang dewasa, yaitu:
Defisiensi Iron: Anemia ini disebabkan oleh kekurangan zat besi dalam darah. Sedangkan zat besi diperlukan dalam proses pembentukan hemoglobin. Ini adalah jenis anemia yang paling sering ditemukan pada bayi.
Anemia Megaloblastik: Anemia ini terjadi ketika ukuran sel darah terlalu banyak dan besar sehingga kekurangan asam folat atau vitamin B12. Vitamin B12 ini berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Anemia Hemolitik: Anemia jenis ini disebabkan oleh kerusakan sel darah merah, misalnya karena infeksi serius atau konsumsi obat-obatan tertentu.
Anemia Sel Sabit: Biasa disebut juga dengan sickle cell anemia. Termasuk salah satu bentuk kelainan genetik yang ditandai dengan ketidaknormalan bentuk sel darah merah dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Thalassemia: Termasuk kelainan darah bawaan (turunan) yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia ringan hingga berat.
Anemia Aplastik: Anemia ini terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang cukup.
Penyebab Anemia pada Bayi
Anemia pada bayi yang tak ditangani dengan serius bisa menghambat fungsi tubuh dan tumbuh kembangnya. Iron deficiency (anemia akibat kekurangan zat besi) sendiri merupakan jenis anemia yang sering dialami bayi baru lahir. Bayi yang mengalami anemia biasanya dipicu oleh faktor-faktor berikut:
Penurunan Sel Darah Merah
Sel darah merah adalah komponen penting yang akan mendukung kesehatan dan tumbuh kembang bayi. Sayangnya, tidak sedikit bayi yang menderita anemia pada bulan-bulan pertama kehidupannya. Inilah yang dinamakan dengan anemia fisiologis.
Anemia fisiologis terjadi akibat tubuh bayi berkembang sangat pesat, sedangkan pada saat yang bersamaan tubuh juga butuh waktu untuk memproduksi sel darah merah dalam jumlah yang cukup. Ini berakibat pada ketidakseimbangan (penurunan) sel darah merah dalam tubuh, sehingga memicu anemia.
Tubuh Terlalu Cepat Memecah Sel Darah
Anemia pada bayi juga bisa disebabkan karena tubuh yang terlalu cepat memecah dan memproses sel darah merah. Masalah ini kerap terjadi jika ibu dan bayi tidak punya golongan darah yang sama (inkompatibilitas rhesus).
Bayi dengan kondisi anemia seperti ini biasanya akan mengalami hyperbilirubenemia, yaitu peningkatan bilirubin yang menyebabkan kulit bayi berubah menjadi kuning.
Kehilangan Banyak Darah
Bayi baru lahir juga rentan mengalami anemia selama menjalani perawatan intensif di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Salah satu penyebabnya adalah kehilangan banyak darah akibat tes darah yang harus dilakukan berulang-ulang. Tes ini diperlukan untuk memantau kondisi bayi. Tubuh yang tak segera memproduksi darah pengganti inilah yang memicu anemia.
Bayi Lahir Prematur
Bayi yang lahir prematur (kurang dari 37 minggu) sangat rentan menderita anemia. Penyebabnya adalah jumlah sel darah merah yang masih di bawah standar. Selain itu, sel darah merah pada bayi prematur juga punya masa hidup yang pendek, dibanding sel darah merah pada bayi yang lahir cukup bulan. Kondisi ini disebut dengan anemia prematuritas.
Selain faktor-faktor di atas, anemia pada bayi juga bisa disebabkan oleh kondisi lain, misalnya infeksi, perdarahan internal, penyakit tertentu, hingga transfusi darah yang terjadi saat bayi masih berada dalam kandungan.
Bagaimana Cara Mengatasi Anemia pada Bayi?
Untuk memastikan apakah si kecil mengalami anemia atau tidak, Ibu perlu segera merujuknya ke dokter. Sebelum menegakkan diagnosis, dokter biasanya akan melakukan tes darah. Dari situ bisa disimpulkan kondisi yang diderita bayi. Rangkaian tes yang dilakukan dokter biasanya meliputi pengecekan:
Hemoglobin: Protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen.
Hematokrit: Perbandingan sel darah merah dan volume darah dalam tubuh.
Retikulosit: Jumlah sel darah merah yang baru saja diproduksi dan belum matang.
Setelah mengetahui pasti kondisi bayi, dokter akan langsung melakukan tindakan agar sel darah merah berangsur normal. Jenis tindakan ini berbeda tergantung kondisi dan kebutuhan masing-masing bayi.
Sebagian bayi dengan anemia tidak perlu menjalani tindakan khusus (hanya obat), sedangkan sebagian lagi mungkin perlu segera mendapat transfusi darah (biasanya bayi prematur) untuk menambah sel darah merah. Apa pun itu, jangan lupa untuk selalu memantau nutrisi dan jam makannya ya, Bu. Sebab apa yang dikonsumsi bayi akan memengaruhi produksi sel darah merah di tubuhnya.
Benarkah Susu Sapi Sebabkan Anemia pada Bayi?
Karena alasan tertentu, biasanya orang tua memilih untuk memberikan susu sapi kepada si kecil yang masih di bawah usia 12 bulan. Tentu bukan masalah jika si bayi tak menunjukkan reaksi negatif apa pun. Namun, Ibu juga perlu tahu kalau ternyata susu sapi menjadi salah satu pemicu anemia pada anak, termasuk bayi, lho.
Ya, dilansir dari Medline Plus, susu sapi kurang direkomendasikan dokter untuk bayi karena memiliki kandungan zat besi yang rendah. Selain itu, susu sapi juga dapat menghambat penyerapan zat besi dan mengakibatkan kehilangan darah yang berujung anemia.
Susu yang rendah zat besi akan membuat anak cepat merasa kenyang. Ini merupakan alarm buruk bagi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Peraasaan mudah kenyang akan membuat anak enggan makan. Akibatnya, nutrisi yang seharusnya didapat dari makanan lain pun tak terpenuhi dengan maksimal.
Tips Mencegah Anemia pada Bayi
Selain menjalani tindakan atau pengobatan yang disarankan dokter, bayi juga perlu diberi nutrisi khusus untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah anemia terulang kembali. Ada beberapa cara yang bisa Ibu lakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada bayi, yaitu:
Beri ASI Sesering Mungkin
ASI adalah sumber zat besi (iron) yang sangat dibutuhkan bayi. Untuk mencegah bayi dari risiko anemia, susui ia sesering mungkin. Usahakan untuk memberikan ASI eksklusif hingga usianya 6 bulan ya, Bu.
Namun, jika pemberian ASI tidak memungkinkan, Ibu bisa menggantinya dengan susu formula dengan tambahan zat besi. Susu formula yang tidak disertai tambahan zat besi pelan-pelan akan membuat bayi mengalami iron deficiency alias anemia.
Perhatikan Asupan Makanannya
Jika bayi sudah lepas dari ASI ekslusif, terus pantau perkembangannya dan perhatikan baik-baik asupan makanan yang masuk ke tubuhnya. Beri asupan kaya zat besi untuk mencegah anemia pada bayi/anak, misalnya sereal dan gandum utuh, kentang, kuning telur, kismis, daging, dan buah tomat.
Hindari Pemberian Susu Sapi sebelum Usia 1 Tahun
Dengan alasan yang sudah disebutkana sebelumnya, susu sapi sangat tidak direkomendasikan untuk anak di bawah usia 1 tahun. Ibu bisa menggantinya dengan susu lain yang lebih kaya zat besi dan cocok untuk bayi.
Daftar Makanan Kaya Zat Besi untuk Cegah Anemia pada Bayi
Jika bayi sudah menginjak usia 6 bulan, jangan lupa tambahkan makanan-makanan kaya zat besi di piring makan MPASI-nya untuk cegah terjadinya anemia ya, Bu. Ya, pemberian nutrisi yang kaya zat besi sangat diperlukan sebab tubuh tak bisa memproduksinya sendiri. Berikut sumber makanan dengan kadar zat besi tinggi yang bagus untuk si kecil.
Ikan
Ikan tak cuma kaya akan omega-3 yang mendukung kecerdasan, tapi juga mengandung zat besi untuk cegah anemia pada bayi dan anak-anak. Jenis ikannya boleh ikan air tawar atau ikan air laut.
Kacang-Kacangan
Kacang-kacangan juga termasuk sumber zat besi yang bagus dikonsumsi anak-anak. dalam 100 gr kacang-kacangan terdapat kurang lebih 3,5 mg zat besi. Ibu bisa menyajikan kacang-kacangan sebagai menu utama atau camilan sehat untuk si kecil.
Bayam
Siapa yang tak tahu bayam? Sayuran ini terkenal berkat zat besinya yang sangat tinggi, lho. Itulah kenapa bayam selalu masuk rekomendasi menu utama untuk diberikan pada bayi yang mulai MPASI. Dalam 100 gr bayam ada sekitar 2,7 mg zat besi untuk cegah anemia pada bayi.
Tahu Tempe
Si kecil suka tahu tempe, Bu? Ternyata sumber pangan ini mengandung zat besi yang bagus untuk mencegah anemia, lho. Selain zat besi, tahu tempe juga mengandung protein serta isoflavon untuk mendukung kesehatan jantung anak. Ibu bisa menyajikan tahu dalam bentuk sayur, tahu kukus, atau goreng.
Daging
Terakhir ada daging merah yang dikenal mengandung zat besi kadar tinggi. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa konsumsi daging merah rutin akan mencegah iron deficiency, terutama pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Anemia pada bayi dan anak-anak jelas bukan kondisi yang remeh. Orang tua perlu ambil tindakan cepat jika bayi menunjukkan gejala atau tanda-tanda iron deficiency, sehingga kondisi pun bisa lebih cepat diatasi.
Penulis: Kristal Pancarwengi
Editor: Dwi Ratih