Bagaimana Cara Pencegahan Penyakit Polio pada Bayi?
Bagaimana cara pencegahan penyakit polio pada bayi? Polio termasuk salah satu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini menyerang saraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan pada penderitanya. Polio dapat menyerang siapa saja tanpa pandang usia. Jadi bayi dan anak-anak pun juga bisa rentan tertular virus penyebab penyakit polio. Bahkan sebagian besar penderita polio adalah balita, lho! Selain bisa menyebabkan kelumpuhan permanen, polio juga bisa mengakibatkan gangguan saraf pernapasan sehingga membuat penderitanya kesulitan bernapas.
Polio Pernah Menjadi Wabah Mematikan
Sebelum adanya pandemi virus corona, virus penyebab penyakit polio juga pernah mewabah di dunia, lebih tepatnya di abad ke-20. Sebenarnya, penyakit ini sudah muncul jauh sebelum itu, dibuktikan dengan adanya lukisan atau pahatan saat peradaban mesir kuno. Pada pahatan itu digambarkan orang-orang sehat memiliki anggota tubuh yang layu (lumpuh). Ada juga anak-anak yang berjalan menggunakan tongkat di usia yang masih muda. Bahkan, ada juga teori yang menyatakan Kaisar Romawi Claudius menderita suatu penyakit yang menyebabkan ia harus berjalan pincang selama sisa hidupnya.
Dikutip dari situs History, di Amerika Serikat, polio pertama kali ditemukan tahun 1894, namun “gelombang besar” pertama diketahui muncul pada 1916, saat itu ada 27000 laporan kasus dengan 6000 orang meninggal dunia. Wabah ini tak hanya terjadi di Amerika saja tapi juga di banyak negara Eropa dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sebelum akhirnya menjadi berkurang karena ditemukannya vaksin polio.
Penyebab Penyakit Polio pada Anak
Polio adalah kependekan dari "poliomyelitis". Seperti yang sudah disebutkan di atas, penyakit polio disebabkan oleh virus yang ditularkan orang lain. Dikutip dari laman Kids Health, virus penyebab polio disebut juga poliovirus. Poliovirus dapat menyebar dengan mudah di antara orang-orang yang tidak divaksinasi. Yang terparah, penyakit ini dapat menyerang sumsum tulang belakang dan otak serta menyebabkan kelumpuhan.
Poliovirus menular lewat feses atau air liur. Penularannya mirip dengan virus corona yang masih jadi pandemi sampai sekarang ini. Virus masuk ke tubuh melalui mulut atau hidung, dan berkembang di tenggorokan dan usus. Orang dapat tertular virus jika: bersentuhan langsung ke kotoran orang yang terinfeksi, menyentuh benda yang terkontaminasi kotoran, terkena droplets dari batuk atau bersinnya orang yang terinfeksi, mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi virus, berbagai peralatan makan dengan penderita, dan lain sebagainya.
Virus polio dapat menetap di tenggorokan manusia selama 1-2 minggu, dan di kotorannya hingga 6 minggu atau lebih. Bahkan seseorang yang tidak memiliki gejala dapat menularkan virus ke orang lain. Meskipun polio dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian, sebagian besar orang yang terinfeksi virus tersebut tidak jatuh sakit dan tidak sadar bahwa mereka telah terinfeksi.
Orang yang Rentan Terkena Polio
Virus penyebab polio ini sangat mudah sekali menyebar. Orang-orang yang belum pernah mendapatkan vaksin polio sangat rentan tertular penyakit ini. Selain karena belum divaksin, ada juga beberapa kondisi yang membuat orang jadi lebih mudah terkena polio.
1. Tinggal di wilayah yang sanitasinya buruk
Virus polio sangat mudah tersebar terutama di daerah yang memiliki sanitasi yang buruk. Sanitasi buruk biasanya ditandai dengan sulitnya akses air bersih, baik untuk minum, masak, atau mandi. Masyarakat menggunakan air dari sumber yang tercemar, entah sungai, danau, atau sumur yang kotor. Selain itu, daerah tersebut juga tidak memiliki sarana mandi, cuci, kakus (MCK) yang memadai. Bahkan tidak sedikit yang masih buang air di sembarang tempat. Padahal kebiasaan ini dapat semakin mendorong tersebarnya virus penyebab penyakit polio.
2. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
Orang-orang yang memiliki imun yang lemah, seperti penderita AIDS, biasanya menjadi lebih rentan terinfeksi penyakit, termasuk polio. Virus akan sangat mudah menginfeksi jika tubuh seseorang tidak mampu melawannya, dengan kata lain jika kekebalan tubuhnya lemah. Bahkan, walaupun seseorang memiliki kekebalan yang baik namun ia belum pernah divaksin polio, risikonya terkena polio tetap saja besar.
3. Merawat orang yang terinfeksi polio
Seperti yang sudah dibahas di atas, virus penyebab polio paling banyak menyebar lewat feses. Ada juga kemungkinan virus tersebar lewat air liur (dari batuk atau bersin), meski kemungkinannya lebih rendah. Merawat orang yang terkena polio bisa menjadi salah satu penyebab seseorang terinfeksi juga. Ini juga berlaku bagi tenaga kesehatan yang bertugas merawat pasien polio, risikonya terjangkit penyakit tersebut juga besar. Makanya, saat wabah polio merebak di abad 20 lalu, orang-orang pun juga menerapkan social distancing sama seperti yang kita lakukan sampai saat ini.
4. Bepergian ke daerah yang pernah mengalami wabah polio
Orang yang berkunjung ke daerah yang terjangkit wabah polio juga bisa berisiko terinfeksi poliovirus. Terlebih jika ia belum pernah divaksin polio sebelumnya. Jika memang ada keperluan mendesak yang mengharuskan seseorang tetap pergi ke daerah tersebut, sebaiknya ia betul-betul menjaga kebersihannya, menggunakan alat makan sendiri, serta menerapkan social distancing.
5. Anak-anak di bawah usia 5 tahun
Meski virus penyebab polio bisa menginfeksi siapa saja tanpa batasan usia, namun anak-anak yang masih berusia di bawah 5 tahun lebih rentan terkena penyakit ini. Kemungkinan karena sistem imunnya belum berkembang sempurna, sehingga jika ia menyentuh benda atau mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus, ia bisa saja langsung terinfeksi.
Gejala Penyakit Polio
Tidak hanya virus corona, poliovirus juga bisa menginfeksi orang dengan tanpa menunjukkan gejala, atau istilah yang belakangan ini sering disebut pada pasien Covid-19: OTG (Orang Tanpa Gejala). Namun, meski tidak ada gejala atau minim gejala (hanya terasa seperti sakit ringan), bukan berarti virus polio tidak bisa menular. Penularan tetap saja bisa terjadi bila penderita melakukan kontak langsung dengan orang lain.
Dilihat dari gejala yang muncul, penyakit polio dibagi menjadi dua jenis, yaitu polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan (nonparalisis) dan polio yang menyebabkan kelumpuhan (paralisis).
1. Polio nonparalisis
Meski polio dikenal sebagai penyakit yang menyebabkan kelumpuhan, namun tidak semua penderitanya pasti lumpuh. Polio nonparalisis “hanya” menyebabkan gejala ringan seperti flu dan gejala khas akibat virus lainnya. Gejala polio ini biasanya muncul 6 sampai 20 hari sejak seseorang terinfeksi virusnya dan berlangsung selama 1 sampai 10 hari sebelum akhirnya menghilang sendiri. Gejala polio nonparalisis meliputi:
- Demam;
- Sakit kepala;
- Kelelahan;
- Sakit tenggorokan;
- Muntah-muntah;
- Sakit leher dan terasa kaku;
- Sakit punggung;
- Nyeri di lengan atau tungkai; dan
- Nyeri otot dan kelemahan.
2. Polio paralisis
Gejala polio paralisis bisa dibilang adalah gejala paling serius akibat virus polio (meski lebih jarang terjadi). Tanda dan gejala awal polio paralitik, seperti demam dan sakit kepala, sering kali mirip dengan polio nonparalitik. Namun, dalam seminggu, tanda dan gejala lain muncul, termasuk:
- Hilangnya refleks;
- Nyeri atau kelemahan otot yang parah; dan
- Tungkai terkulai (lumpuh).
Sindrom Pasca Polio
Meski sudah dinyatakan sembuh, polio sangat mungkin muncul kembali dalam kurun waktu 15 hingga 40 tahun setelah pertama kali menjangkit. Gejala ini dinamakan sindrom pasca polio. Beberapa tanda atau gejala sindrom ini termasuk kelumpuhan yang terjadi dalam waktu lama. Tanda dan gejala lain meliputi:
- Otot lunglai dan nyeri sendi;
- Mudah lelah dan lesu;
- Pengecilan otot (atrofi);
- Masalah pernapasan atau gangguan menelan;
- Gangguan pernapasan saat tidur, seperti sleep apnea;
- Toleransi menurun terhadap suhu dingin;
- Depresi; dan
- Gangguan pada daya ingat dan konsentrasi.
Cara Pencegahan Penyakit Polio pada Bayi
Bagaimana cara pencegahan penyakit polio pada bayi? Sebenarnya, tidak ada upaya pencegahan yang lebih baik daripada vaksinasi. Ya, vaksin polio dapat membantu tubuh melawan virus penyebab polio. Meski tidak akan menjamin 100 persen seseorang tidak akan terjangkit polio, namun vaksin akan membantu menurunkan risiko gejala berat yang muncul akibat virus. Sebelum vaksin tersedia pada 1950-an, virus polio mampu melumpuhkan ribuan orang setiap tahun. Pada tahun 1970-an, karena banyak orang telah divaksin, kasus polio di AS berkurang sangat drastis dengan hanya kurang dari 10 kasus.
Selain vaksinasi, pencegahan penyakit polio pada bayi juga bisa dilakukan dengan menghindari faktor penyebabnya. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, virus ini akan lebih mudah menular di tempat-tempat dengan sanitasi buruk. Orangtua juga perlu selalu menjaga kebersihan terutama saat akan menyentuh bayi. Selain itu, hindari juga berbagi alat makan dengan bayi dan selalu cuci semua perlengkapan makannya dengan air bersih dan sabun.
Vaksin untuk Penyakit Polio
Bagaimana cara pencegahan penyakit polio pada bayi dengan menggunakan vaksin? Saat ini ada dua jenis vaksin polio, pertama dengan suntik (IPV), kedua melalui tetes oral (OPV).
1. Vaksin IPV (suntik)
Vaksin IPV atau yang diberikan dengan cara disuntik ini berisi virus polio yang sudah dinon-aktifkan sehingga tidak akan membuatnya jadi terinfeksi. Penyuntikkan biasanya dilakukan di kaki atau lengan. Di AS, anak-anak akan mendapatkan vaksin IPV yang diberikan secara berkala 4 kali. Dosis pertama diberikan saat anak masih berusia 2 bulan, lalu kedua saat ia berusia 4 bulan, ketiga saat umur 6 sampai 18 bulan, dan yang keempat atau yang sifatnya booster ini diberikan saat anak berusia antara 4 hingga 6 tahun.
Vaksin dengan cara suntik biasanya juga diberikan kepada orang dewasa yang belum pernah divaksin sebelumnya. Dosis IPV untuk orang dewasa sedikit berbeda dengan IPV untuk bayi. Dosis pertama bisa diberikan kapan saja, sesuai kebutuhan. Lalu dosis kedua diberikan dalam jeda waktu satu sampai dua bulan dari vaksin pertama. Kemudian dosis ketiga diberikan dalam jeda waktu antara 6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua.
Orang dewasa dianjurkan untuk divaksin polio terlebih dahulu jika ia akan bepergian ke daerah dengan kasus polio yang masih aktif. Meski saat ini sudah banyak negara yang dinyatakan bebas polio, namun beberapa negara seperti Afganistan, Nigeria, dan Pakistan belum sepenuhnya bebas dari virus polio. Vaksin dilakukan untuk mencegah penyebaran virus terutama saat orang tersebut berinteraksi dengan pasien polio atau orang lain yang diduga menderita polio.
2. Vaksin OPV (Oral Polio Vaccine atau Vaksin Polio Oral)
Seperti namanya, OPV diberikan dengan cara diteteskan ke mulut anak. Sedikit berbeda dengan vaksin IPV yang berisi poliovirus yang sudah dinon-aktifkan, vaksin OPV berisi poliovirus yang hanya dilemahkan. Maka dari itu, banyak negara yang sudah sepenuhnya beralih dari OPV ke IPV. Jadi bisa dibilang OPV merupakan versi lama sebelum adanya vaksin IPV, namun meski begitu vaksin ini masih banyak digunakan di dunia. Vaksin “cair” ini relatif lebih murah dan lebih mudah diberikan ke banyak orang. Karena bukan diberikan lewat suntikan, vaksin OPV tidak harus dilakukan penyedia layanan kesehatan terlatih.
Setelah diberikan kepada seseorang, OPV akan berada dalam air liur dan kotoran orang yang diberi vaksin tersebut. Jadi, vaksin ini bisa menyebar ke orang lain dengan cara yang sama seperti virus. Jika menyebar ke seseorang yang tidak divaksinasi, maka dapat memicu sistem kekebalan orang tersebut untuk membuat antibodi. Mereka akan turut kebal meski tidak mendapat vaksin secara langsung.
Efek Samping Vaksin Polio
Beberapa orang dapat mengalami reaksi alergi terhadap vaksin. Biasanya gejala alergi muncul beberapa menit hingga beberapa jam setelah vaksin diberikan. Orang yang alergi vaksin biasanya akan mengalami beberapa gejala seperti berikut:
- Sulit bernapas;
- Demam;
- Pusing;
- Lemas;
- Jantung berdebar; dan
- Muncul ruam dan gatal-gatal.
Bila anak mengalami salah satu atau beberapa gejala di atas, segera periksakan ke dokter, ya!
Walau memang ada beberapa orang yang menunjukkan gejala atau efek samping dari vaksin, namun sejak ditemukan vaksin polio, angka kasus penyakit polio berkurang dengan sangat signifikan. Dilansir dari laman WebMD, sejak tahun 1988, jumlah kasus polio di dunia turun hingga 99 persen. Vaksin berhasil ditemukan sekitar tahun 1950-an. Lalu, pada tahun 1979, negara AS dilaporkan tidak memiliki kasus polio lagi. Yang terbaru, pada 2018, dilaporkan hanya ada 33 kasus di seluruh dunia. Tapi meski sudah banyak negara bebas polio, namun di beberapa negara wabah ini masih aktif. Dan siapapun yang belum divaksin bisa berisiko tertular. Cara terbaik untuk menghapus polio untuk selamanya di seluruh dunia adalah dengan memastikan orang-orang diimunisasi.
Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih