Bahayakah Kebiasaan Anak Minum Kopi?
Dulu, kopi biasanya dikonsumsi hanya oleh orang tua saja. Biasanya, mereka minum kopi di pagi hari, supaya nggak mengantuk ketika bekerja, atau di sore hari, sebagai ‘teman’ camilan. Sering juga, nih, orang dewasa minum kopi di malam hari, misalnya ketika mereka harus bekerja lembur.
Tapi sekarang, kebiasaan ini sudah berubah. Kopi kini biasa dinikmati kapan pun dan di mana pun, misalnya, menikmati kopi sembari melakukan pertemuan. Kopi juga mulai dinikmati oleh segala usia. Banyak anak-anak yang sengaja menyisihkan uang jajannya supaya bisa membeli kopi, bahkan kopi juga sudah dikonsumsi oleh anak yang lebih kecil. Ada beberapa hal, nih, yang mungkin menjadi pemicunya.
Pertama, dulu hanya mereka yang punya uang jajan lebih saja yang bisa menikmati secangkir kopi mahal. Sekarang, kopi a la café sekarang ini sudah tersedia di mana-mana, dan karena seakan menjamur, harganya pun menjadi terjangkau atau bahkan murah.
Kedua, meminum kopi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, bukan lagi karena dibutuhkan. Pun, kita sering banget nongkrong di café ketika weekend, kan? Jadi, besar banget kemungkinannya si Kecil ikut penasaran dengan apa yang sering kita konsumsi.
Ketiga, seperti orang bilang, ‘anak-anak, sekali mencicipi sesuatu yang dirasanya lebih enak, pasti akan ketagihan’. Contoh, anak yang biasanya meminum susu tanpa rasa, tiba-tiba mencicipi rasa minuman kopi susu yang manis, ya, sudah pasti mereka bakal suka yang manis, kan?
Keempat, kopi mengandung kafein yang bisa menyebabkan ketagihan. Lalu, sebetulnya boleh, nggak, sih, anak minum kopi?
Bolehkah Anak Minum Kopi?
Menurut Healthline, (setidaknya di Amerika) tidak ada standar khusus tentang batasan mengonsumsi kopi bagi anak, tapi di Kanada, batas konsumsi kafein bagi anak adalah 45mg per hari, atau, setara dengan jumlah kafein pada satu kaleng minuman bersoda.
Apa Dampak Kafein pada Anak?
Kafein bekerja dengan menstimulasi sistem saraf pusat. Dalam kadar yang rendah, kafein memberi efek memberi tenaga dan terjaga. Tapi kalau sudah melebihi batas, kafein bisa memberi efek gelisah (anxiety), hiperaktif. sakit perut, pusing, susah konsentrasi, susah tidur (insomnia), detak jantung cepat, dan meningkatkan tekanan darah. Dampak lainnya seperti mual, muntah atau diare. Efek ini bisa terjadi pada orang dewasa atau pun anak-anak, dan bisa terjadi walaupun anak cuma minum dalam jumlah kecil.
Bu, penting buat Anda ketahui, kafein itu bersifat diuretik, atau yang singkatnya, kafein itu memicu kita untuk sering buang air kecil. Nah, hal ini bisa memicu dehidrasi, terutama pada cuaca panas. Sebaliknya, ketika hari sedang panas, anak (dan kita) seharusnya memperbanyak minum, untuk mengganti cairan tubuh yang terbuang melalui keringat.
Konsumsi kafein berlebih juga bisa meningkatkan risiko gangguan kesehatan jantung dan gugup (nervous disorders) semakin parah. Selain itu, kafein berlebih bisa mengganggu penyerapan kalsium dan zat besi, jadi bisa mengganggu tumbuh kembang anak.
Tanpa kita sadari, kafein sebetulnya ‘bersembunyi’ pada asupan kita sehari-hari, nih, nggak hanya ada pada kopi saja. Kafein juga ada pada cokelat, teh, minuman ringan (termasuk soda), dll. Kafein juga ditemukan pada es krim, permen, permen jelly, marshmallow, dst.
Banyak, ya, efek dari kafein pada anak? Itu baru kafein saja, loh. Membicarakan soal dampak kafein pada anak, ada hal-hal lain, nih, yang nggak kalah membahayakan.
Bahaya Kegemukan dan Obesitas pada Anak
Apa hubungannya, sih, suka minum kopi dan soft drinks dengan obesitas? Ketika si Kecil minum kopi dan minuman berkafein lainnya, pasti mereka pakai tambahan gula, kan? Belum lagi, mungkin si Kecil suka menambahkan whipped cream, atau beragam pugasan pada es krimnya.
Nah, gula yang sering dikonsumsi anak ini, lama-kelamaan bisa bikin berat badannya terus bertambah. Faktanya, makanan dan minuman tinggi gula ini, bisa bikin badan kita menjadi gemuk, loh, Bu.
Kadar kalori pada gula sangat tinggi. Jadi, ketika anak makan dan minum sesuatu yang manis, sama saja dengan mengonsumi asupan tinggi kalori, tapi minim nutrisi. Gula juga bisa bikin nafsu makan bertambah. Makanya, ketika sedang mengonsumsi sesuatu yang manis, kita akan terus makan atau minum. Buruknya lagi, hal ini bikin anak malas makan makanan bernutrisi karena sudah ‘kenyang’ dengan yang manis. Padahal, usia anak-anak, kan, sangat membutuhkan nutrisi yang memadai untuk tumbuh kembangnya.
Terlalu banyak mengonsumsi gula pastinya bakal meningkatkan kadar gula dalam darah dan mengganggu hormon yang mengatur kerja energi pada tubuh. Jika kebiasaan ini nggak segera dihentikan, anak bisa mengalami berat badan berlebih, atau bahkan obesitas.
Obesitas pada anak bisa memicu gangguan kesehatan tulang, sendi, gangguan pernapasan dan gangguan kesuburan ketika ia dewasa nanti. Obesitas juga memicu penyakit berbahaya lainnya seperti diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi dan hal ini amat berbahaya buat kesehatan jantungnya.
Makanan dan Minuman Manis Memicu Gigi Anak Rusak
Ada bahaya lain dari kegemukan, sebagai dampak dari kebiasaan minum manis. Gula pada minuman kopi (dan lainnya) yang melekat pada gigi, menyebabkan timbulnya bakteri. Bakteri ini kemudian memicu asam yang bisa merusak lapisan gigi. Perlahan gigi menjadi sensitif, menimbulkan rasa ngilu, dan lama-kelamaan gigi menjadi keropos.
Untuk meminimalisasi kerusakan gigi pada anak, hindari minum atau makan sesuatu yang manis sebelum tidur, segera menyikat gigi dan pastinya membatasi konsumsi gula.
Kapan, Sih, Anak Boleh Minum Kopi?
American Academic of Pediatrics menyarankan, kalau anak-anak di bawah usia 12 tahun, sebaiknya jangan minum kopi (dan kafein lainnya) dulu. Untuk anak pada usia di atasnya, boleh mengonsumsi kafein sebanyak 85-100mg per hari.
Susah juga, ya, untuk menghindari anak mengonsumsi kafein ini, karena setelah ia mengerti, anak bisa dengan mudah membeli jajanan yang mengandung kafein, apalagi kalau mereka sedang di luar pengawasan Anda. Jadi, ada baiknya agar Anda segera memberi edukasi tentang kafein pada anak dan menghentikan kebiasaan ‘jajan kopi’ dan lainnya yang banyak mengandung kafein.
Kopi Mencegah Bayi Kejang?
Ada sebuah kepercayaan, yaitu orang tua terkadang memberi sedikit kopi hitam pada bayi. Hal ini biasanya dilakukan sembari mereka mengopi juga. Para ‘orang tua zaman dulu’ ini berpendapat, kopi bisa mencegah bayi kejang dan hal ini sudah dilakukan secara turun-temurun. Tapi, betul nggak, sih, hal ini? Betulkah kopi bisa mencegah bayi kejang? Faktanya, hal ini nggak benar. Kopi tidak bisa mencegah bayi mengalami kejang atau step. Sebaliknya, efek stimulan yang ditimbulkan oleh kopi, justru bisa memicu kejang pada bayi.
Jadi dengan kebiasaan anak minum kopi ini, bukannya cuma kafeinnya yang bisa memberi dampak, tapi juga hal lain, seperti gula. Sebelum anak menjadi kecanduan kafein, yuk, kita bantu mencegahnya.
Cara Menghilangkan Efek Kafein
Si anak terlihat sedang mengalami efek dari konsumsi kafein? Bagaimana cara menghilangkannya? Pertama, berhenti memberi anak kopi. Kemudian, anak mesti perbanyak minum air untuk ‘menguras’ kafein dari dalam tubuhnya. Anda bisa mengajak anak jalan-jalan santai. Tapi jika anak merasakan jantungnya berdetak semakin cepat, maka berhenti dan beristirahat. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengatur napas.
Cara Menghentikan Kecanduan Kafein
Kurangi jumlah konsumsi kafein secara perlahan. Karena jika Anda menghentikan kebiasaan konsumsi minuman atau makanan berkafein secara tiba-tiba atau drastis, bisa menyebabkan nyeri otot, gelisah, pusing, nyeri otot, dst.
Sebagai gantinya, coba, deh, mulai memberikan anak sesuatu yang sehat tapi nggak kalah nikmat, misalnya cold pressed juice. Anda bisa membuatnya sendiri di rumah. Selain biayanya jadi lebih terjangkau, Anda bisa memilih isi yang sesuai dengan selera Anda dan terjamin juga kebersihannya. Bahkan, ini bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan bersama anak, loh.
Nah, setelah membaca informasi di atas, sekarang sudah tahu, dong, kalau kebiasaan anak minum kopi itu bukan sesuatu yang baik. Buat Anda sebagai orang dewasa pun, konsumsilah kopi dalam jumlah yang bijak, ya. Meminum kopi mungkin sudah menjadi gaya hidup, tapi kesehatan Anda adalah yang utama.
Yuk, bagikan informasi ini pada orang-orang terdekat Anda.
(Stephanie)