Waspada Campak pada Balita, Ini Cara Mengobatinya
Ibu pastinya sudah nggak asing lagi dengan campak, kan? Di beberapa daerah, penyakit ini disebut tampek, dabaken, atau morbili. Gejalanya juga gampang dikenali, yaitu ruam kemerahan di sekujur tubuh dan kadang-kadang disertai demam. Campak pada balita dan anak-anak biasanya muncul karena sistem imun yang belum terbentuk sempurna.
Dikutip dari WebMD, campak atau measles (rubeola) merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus campak dari golongan Paramyxovirus. Virus ini hidup di cairan mukus hidung maupun tenggorokan, dan disebarkan melalui udara serta kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. Virus ini diketahui bisa bertahan hidup di udara hingga 2 jam lho, Bu.
Oh ya, risiko penularan penyakit campak pada balita juga sangat tinggi. Jika si kecil belum mendapat vaksinasi campak dan berada dalam satu ruangan dengan orang yang terinfeksi, kemungkinan 90% ia juga akan ikut terinfeksi. Perlu diketahui juga kalau gejala berupa ruam kemerahan biasanya baru muncul setelah 4 hari.
Kondisi ini jadi tricky pastinya ya, Bu. Sebab kita nggak tahu kalau si bayi sudah terinfeksi campak. Dan tanpa kita ketahui, ternyata virus sudah menyebar ke orang-orang lain di sekitarnya.
Apa Saja Gejala Campak pada Balita?
Virus campak pada balita berinkubasi dalam tubuh selama 7-14 hari. Pada hari-hari pertama terinfeksi, biasanya penderita akan menunjukkan gejala infeksi saluran pernapasan, seperti:
Hidung meler;
Batuk kering;
Demam;
Sakit tenggorokan;
Mata merah; dan
Diare parah.
Nah, 4 hari kemudian biasanya akan timbul bintik kecil putih di mulut bagian dalam. Bintik inilah yang dinamakan dengan bintik koplik. Setelahnya, ruam kemerahan akan mulai muncul di wajah, leher, dan telinga. Selang beberapa hari kemudian, ruam akan menyebar ke seluruh bagian tubuh anak.
Saat campak sedang pada masa puncaknya, balita akan merasakan demam hingga suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. Kondisi ini pastinya bikin ia merasa nggak nyaman dan rewel, serta menangis terus. Setelah 3-5 demam berangsur turun disertai dengan ruam yang perlahan hilang.
Untuk menegakkan diagnosis campak pada balita, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik dengan mengamati ruam yang ada di kulit balita. Ruam karena campak ini punya ciri yang berbeda dengan ruam karena faktor lain. Bila diperlukan, tes darah dan urine mungkin juga akan dilakukan.
Bagaimana Cara Mengobati Campak pada Balita?
Hingga saat ini belum ada tindakan spesifik yang bertujuan khusus untuk menyembuhkan atau mengobati campak pada balita maupun dewasa. Treatment yang dilakukan biasanya hanya dimaksudkan untuk mencegah agar kondisi tak bertambah parah.
Dokter biasanya akan memberikan obat asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkan demam. Antibiotik diberikan hanya jika terjadi infeksi bakteri. Untuk meringankan gejala campak pada balita, si kecil disarankan untuk:
Banyak beristirahat;
Perbanyak minum air putih untuk menghindari dehidrasi;
Konsumsi makanan bergizi;
Jika anak masih menyusu, usahakan beri ASI sesering mungkin;
Terapi uap untuk melegakan hidung tersumbat;
Menggunakan obat tetes hidung jika diperlukan; dan
Gunakan pakaian yang nyaman untuk menghindari gesekan pada kulit yang ruam.
Jangan lupa juga untuk terus memantau status vaksinasi si kecil ya, Bu. Untuk mencegah campak pada balita, pastikan anak mendapat imunisasi MMR. Vaksin MMR ini ditujukan untuk mencegah 3 jenis penyakit sekaligus, yaitu campak (measles), gondongan (mumps), dan rubella. Cek jadwal imunisasi sesuai dengan rekomendasi IDAI 2020 ya!
Vaksin MMR efektif melindungi anak dari virus campak, rubella, dan gondongan sampai 97% jika diulang dosisnya sampai 2 kali. Jadi, jangan lupa untuk melakukan booster dosis kedua sesuai jadwal yang ditetapkan dokter atau nakes ya, Bu…
Ibu mungkin juga mempertimbangkan vaksinasi pasca-terpapar campak. Ya, bila anak belum sempat divaksinasi dan sudah telanjur terserang virus campak, maka vaksinasi bisa dilakukan segera dalam kurun 72 jam setelah ia terpapar. Meski tidak menjamin perlindungan penuh anak terhadap campak, imunisasi ini dapat membantu meringankan gejala jika si anak terpapar.
Anak Terkena Campak Boleh Mandi Tidak Ya?
Saat anak terkena campak, Ibu mungkin dilanda kebingungan mengenai boleh tidaknya memandikan si anak. Mau dimandikan takut makin parah, tidak dimandikan kok kasihan yaa si Adik seperti gerah dan nggak nyaman begitu… Jadi, sebetulnya boleh nggak sih mandi saat terkena campak?
Jawabannya adalah BOLEH. Anak yang menderita campak diperbolehkan dan bahkan dianjurkan untuk mandi. Mandi nggak akan membuat kondisi makin parah karena tak ada kaitannya dengan perluasan virus. Sebaliknya, mandi justru akan membuat tubuh bersih sehingga anak merasa nyaman.
Jenis air yang disarankan untuk mandi adalah air hangat. Selain mencegah demam makin parah, air hangat juga dapat membantu meredakan ketidaknyamanan akibat ruam pada kulit. Lakukan pelan-pelan dan jangan menggosok berlebihan ya, Bu. Jika sudah, keringkan dengan handuk yang bersih dan lembut.
Vitamin A untuk Mengatasi Campak pada Balita
Untuk mempercepat proses penyembuhan dan meringankan gejala yang dirasakan, WHO merekomendasikan pemberian vitamin A untuk balita yang terkena campak. Vitamin A dengan 2 dosis 50.000 IU ditujukan untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan. Vitamin A dosis 100.000 IU untuk anak usia 6-12 bulan, serta vitamin A dosis 200.000 IU untuk anak di atas usia 1 tahun.
Pemberian vitamin A secara rutin juga diketahui efektif untuk mengurangi kejadian fatal akibat campak lho, Bu. Jadi, pastikan si kecil selalu mendapat asupan vitamin A dalam jumlah cukup sesuai tahapan usianya, ya. Bila perlu, konsultasikan dengan dokter spesialis anak (DSA) agar kesehatan anak terpantau dengan baik.
Vaksin MMR Sebabkan Autisme. Mitos atau Fakta?
Setelah mendapat vaksinasi MMR, anak biasanya akan merasakan gejala dan efek samping seperti demam, ruam ringan, nyeri di bagian yang disuntik, serta sakit ringan di persendian. Keluhan ini sangat wajar kok, Bu, dan menandakan vaksin sedang mulai bekerja. Jadi Ibu tak perlu khawatir ya…
Nah, buat Ibu masih cemas dengan risiko autisme pasca-vaksinasi, sekarang tak perlu khawatir lagi. Karena menurut WebMD, sudah banyak penelitian yang mempelajari tentang hubungan vaksinasi MMR dengan autisme. Hasilnya membuktikan bahwa vaksin MMR sama sekali nggak menyebabkan anak/bayi menjadi autis.
Vaksin MMR terbukti aman untuk anak-anak dan efektif melindungi tubuh dari serangan beragam virus. Ini pastinya jadi kabar baik buat setiap orang tua ya. Untuk menghindari masalah kesehatan tertentu, pastikan si kecil sedang tidak demam saat divaksinasi ya, Bu...
Komplikasi Akibat Campak pada Balita
Campak pada balita mungkin tidak terlihat semengerikan penyakit lain, tapi ternyata penanganan yang kurang tepat bisa berujung komplikasi yang membahayakan kesehatan dan nyawa si kecil lho, Bu. Diketahui bahwa anak di bawah 5 tahun punya risiko paling tinggi mengalami komplikasi akibat campak. Komplikasinya bisa berupa:
Infeksi telinga. Infeksi telinga pada penderita campak bisa dipicu oleh bakteri. Selain menimbulkan rasa sakit, kondisi ini bisa menyebabkan anak tuli permanen.
Bronkitis atau krup. Virus campak menyebabkan peradangan di saluran suara atau bronkial dan paru-paru. Akibatnya adalah bronkitis dan batuk krup.
Pneumonia. Pnemumonia bisa terjadi jika anak mengalami infeksi parah di paru-paru akibat virus campak.
Radang otak. Infeksi otak ini dapat menyebabkan ketulian dan kerusakan otak. Sekitar 1 dari 1.000 orang yang menderita campak berisiko mengalami radang otak.
Rubeola dan Rubella. Apa Bedanya?
Setelah mengetahui tentang gejala dan penanganan campak pada balita, Ibu juga perlu tahu nih jenis campak lain yang juga sering diderita anak-anak. Salah satunya adalah campak Jerman (rubella). Seperti namanya, campak ini disebabkan oleh virus rubella, dengan masa inkubasi antara 16-18 hari.
Ya, meskipun punya nama medis yang hampir mirip, rubeola dan rubella ternyata 2 penyakit yang berbeda lho, Bu. Lalu, apa sih bedanya campak biasa (rubeola) dengan campak Jerman (rubella)?
Campak biasa umumnya disertai gejala demam, hidung berair, mata merah, hingga sakit tenggorokan. Sebaliknya, campak Jerman sering kali tak menunjukkan gejala apa pun.
Ruam pada campak biasa akan berlangsung selama 5-7 hari. Sedangkan ruam akibat campak Jerman hanya berkisar 1-3 hari.
Campak Jerman lazimnya akan menyebabkan nyeri sendi disertai pembengkakan kelenjar getah bening. Sebaliknya, campak biasa (rubeola) tidak.
Campak biasa dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang serius kalau tak ditangani dengan baik—terlebih pada anak-anak atau orang dewasa yang punya sistem imun lemah (misalnya pasien HIV/AIDS dan kemoterapi). Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi telinga, diare, pneumonia, dan radang otak.
Campak Jerman biasanya tidak menimbulkan masalah kesehatan serius. Namun, ibu hamil yang terinfeksi rubella bisa menularkan virus ke janin dalam kandungan, sehingga berisiko menyebabkan autisme pada bayi, cacat bawaan, gangguan penglihatan, tuli, penyakit jantung bawaan, hingga keguguran.
Selain rubeola dan rubella, ada satu lagi jenis campak pada balita yang umum yakni roseola. Roseola infantum adalah jenis campak yang sering dialami bayi. Penyakit ini nggak hanya menyerang balita dan bayi, tapi juga orang dewasa. Roseola disebabkan oleh virus herpes dan menular lewat kontak langsung maupun udara.
Gejala campak roseola biasanya sebagai berikut:
Demam tinggi hingga 39° Celsius selama 3-5 hari;
Batuk dan sakit tenggorokan;
Pilek;
Pembengkakan kelenjar getah bening;
Ruam di area dada, punggung, wajah, dan seluruh tubuh;
Ruam tanpa rasa gatal;
Pembengkakan kelopak mata;
Penurunan nafsu makan; dan
Diare ringan.
Menentukan jenis campak pada balita memang gampang-gampang susah, apalagi karena gejala yang ditimbulkan mirip antara campak satu dengan jenis campak yang lainnya. Tindakan paling tepat adalah merujuk anak ke dokter sesegera mungkin.
Dengan pemeriksaan dan diagnosis yang tepat, dokter pun bisa melakukan tindakan pengobatan yang tepat pula. Dengan begitu, si kecil akan lebih cepat sembuh. Nah, semoga ulasan ini bisa jadi panduan bermanfaat untuk Ayah Ibu sekalian yang sedang mencari informasi seputar campak pada balita, ya!
Penulis: Kristal Pancarwengi
Editor: Dwi Ratih