Cara Mendidik Anak Agar Tidak Materialistis
Apakah anak-anak sudah mengenal materialisme?
Kebanyakan anak berusia 5 tahun sudah mulai mendekati dunia materialis ini dengan naluri alami mereka, yakni rasa ingin memiliki serta tuntutan terhadap keadilan. Jadi wajar saja apabila si kecil sudah mahir memilih mana barang yang bagus (biasanya mahal) serta mudah marah ketika barangnya disentuh orang lain.
Selain itu, anak pun gampang sekali cemburu dan merasa tidak adil setiap kali melihat teman-temannya memiliki barang yang lebih bagus. Tidak heran sesekali si kecil mungkin pernah mengeluh, "Bu, temanku punya barbie 5 kok aku cuma 2? Belikan yang baru ya?". Hmm, siap-siap deh merogoh kocek karena tidak tahan melihat kerewelan sang buah hati.
Tentu saja beda tipe anak beda pula cara mereka menyikapi rasa serakah atau ingin memiliki sesuatu. Sifat materialis anak bisa dipicu oleh seberapa kuatnya nilai-nilai keduniawian yang mereka peroleh di rumah, melalui tayangan televisi, atau contoh perilaku saudara serta orang tua.
Namun tentunya rasa serakah yang dimiliki si kecil berbeda dengan hasrat kebendaan yang dimiliki orang dewasa. Di usia 5 tahun, anak-anak murni ingin mempunyai sesuatu hanya karena anak lain sudah memperolehnya lebih dulu.
Coba deh ingat-ingat ketika Ibu masih bersekolah di taman kanak-kanak dulu. Aduh, rasanya pasti iri sekali apabila melihat ada teman bermain yang sudah cantik, pintar, barang-barangnya juga serba bagus dan mahal. Dalam benak anak-anak, kita cenderung menganggap bahwa mereka yang memiliki benda keren paling banyak lah yang hidupnya paling bahagia. Sementara itu, anak yang semasa kecil selalu memakai tas lusuh itu-itu saja akan mulai merasa malu serta minder tiap kali diejek oleh anak lain.
Cara Mendidik Anak untuk menghadapi sifat materialistis si kecil?
Matikan televisi
Mulai dari kartun-kartun Disney hingga tayangan sinetron remaja yang mengumbar glamornya kehidupan anak perkotaan, televisi selalu dipenuhi oleh iklan, iklan, dan iklan. Terutama jika si kecil suka sekali menonton acara kartun di Minggu pagi. Perusahaan mainan tahu persis bahwa jeda pariwara di antara acara televisi dapat dimaksimalkan untuk promosi. Mulai dari iklan mobil-mobilan, barbie, camilan berhadiah stiker, hingga sepatu khusus anak.
Kalau Ibu jeli memperhatikan, maka pasti tahu kalau iklan-iklan mainan paling rajin ditayangkan di Minggu pagi namun jarang sekali keluar pada hari-hari lainnya. Pihak marketing mainan tersebut pastilah menyasar konsumen anak-anak! Iklan akan membangkitkan rasa ingin memiliki di diri si kecil dan ujung-ujungnya, ia akan sibuk merengek dibelikan mainan. Lalu, apa dong solusinya? Bagaimana cara mendidik anak agar tidak materialistis?
Tentu saja mematikan televisi bukan perkara mudah karena sang buah hati bisa-bisa malah ngambek bahkan menangis. Sebaiknya saat Ibu memutuskan stop tayangan televisi, maka Anda sudah menyiapkan alternatif tontonan yang bebas dari iklan.
Misalnya, membeli dvd film kartun dalam jumlah cukup banyak untuk tontonan anak apabila dia bosan di rumah. Selain bebas komersial, Ibu kini juga punya kuasa penuh untuk memilih genre film apa saja yang pantas ditonton si kecil. Say bye to sinetron!
Ajarkan anak soal uang
Pendidikan soal uang dan cara mengaturnya memang lebih baik diajarkan sejak dini kepada anak. Bahkan si kecil yang baru berumur 5 tahun pun sudah dapat memahami konsep nilai suatu benda dengan membayarnya menggunakan uang. Sebisa mungkin sejak dini Ibu sudah mempercayakan uang saku untuk jajan dia sehari-hari.
Michele Borba, Ed.D., penulis buku Building Moral Intelligence, menyarankan agar para orang tua melatih anaknya perihal manajemen keuangan melalui celengan. Anda boleh membeli celengan plastik lucu atau membuatnya sendiri dari bekas kaleng makanan sebagai langkah awal mengajari anak menabung. Namun, sebisa mungkin pilihlah celengan yang ukurannya kecil saja agar lebih cepat penuh.
Saat ia belajar menabung, maka anak pun mulai mengerti nilai dari uang. Apabila selama ini anak terbiasa berkata, "Ibu belikan ini, ya?" dan langsung Anda iyakan, maka kini sudah saatnya mencoba metode lain. Aliih-alih dengan mudahnya mengiyakan, cobalah berkata, "Kamu mau itu? Oke harganya 200 ribu, uang di celenganmu ada berapa? Cukup nggak buat beli sendiri?". Nah, ketika si kecil menyadari bahwa tabungannya tidak cukup atau barang tersebut menghabiskan hampir setengah tabungannya, maka ia pelan-pelan akan mengerti nilai uang. Ini bisa menjadi cara mendidik anak agar tidak materialistis.
Jangan memberi apapun yang anak mau!
"Tapi kan nggak tega lihat si kecil merengek". Kira-kira itulah alasan utama orang tua membelikan anak mereka mainan atau baju baru yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Aduh, kalau asal merengek atau menangis maka Anda luluh, bisa-bisa dia akan tumbuh menjadi anak manja lho, Bu. Manja di sini bisa berarti lemah terhadap kegagalan. Apabila suatu saat ia tidak mendapatkan hal yang diinginkan, maka besar kemungkinan anak akan mengalami kekecewaan luar biasa.
Ujung-ujungnya kalau tidak menangis ya ngambek alias pundung. Tidak hanya itu, perilaku memanjakan anak juga akan mendidik si kecil menjadi pribadi yang malas dan hanya menunggu harapannya terkabul. No way, Bu! Sebelum terlambat, yuk mulai membatasi jumlah hadiah dengan mengkhususkannya untuk hari-hari tertentu atau saat ia berhasil meraih prestasi. Cara mendidik anak ini akan membuatnya tidak materialistis.
Ajarkan anak bersedekah
Salah satu cara mendidik anak yang paling efektif menekan sifat materialistis adalah dengan pendekatan spiritual. Sesekali ajaklah anak berkunjung ke panti asuhan, yayasan anak yatim, atau sekedar pergi ke rumah tetangga yang kurang mampu. Biarkan ia melihat kenyataan bahwa tidak semua orang hidupnya enak dan dengan mudah mendapatkan keinginannya. Kegiatan bersedekah diharapkan mampu membangun rasa empati di diri anak dan perlahan mengikis rasa iri serta serakahnya.
Luangkan lebih banyak waktu, bukan uang
Ibupedia mengerti betapa sibuknya Ayah dan Ibu sehingga susah menyempatkan waktu luang untuk sekedar berbincang bersama sang buah hati. Oleh karena itu, jangan salahkan anak apabila ia cenderung memilih mainan serta televisi sebagai teman bermainnya. Padahal, mainan serta acara di televisi banyak mengandung nilai-nilai materialisme yang dapat mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia.
Jangan beranggapan bahwa memberikan barang kesukaan saja sudah cukup membuat anak bahagia dan makin sayang kepada Ibu . Sebab, kebahagiaan tidak pernah bisa diukur dengan banyaknya harta atau benda yang dimiliki. Sang buah hati jauh lebih membutuhkan perhatian serta kasih sayang dari orang tuanya, jadi coba luangkan waktu istirahat bersama anak ya, Bu. Misalnya saja merencanakan liburan bersama sebulan sekali atau merayakan ulang tahunnya dengan piknik sekeluarga.
Tunjukkan apresiasi pada benda kesayangan Ibu
Baik itu vas, buku harian, bingkai foto berisi potret pernikahan, kamera, atau liontin pasti semua memiliki makna historis tersendiri. Tunjukkan cerita di balik barang-barang kesayangan Anda di depan si kecil. Buat ia menjadi sadar bahwa yang terpenting bukanlah tampilan luar maupun harga dari suatu barang melainkan dari siapa, kapan, serta memori macam apa yang ada di balik benda tersebut.
(Yusrina)