Gangguan Makan pada Anak: dari Gejala sampai Penyebabnya
Selama ini, kasus gangguan makan atau anoreksia mungkin lebih banyak dijumpai pada remaja atau orang dewasa. Padahal kasus ini juga bisa terjadi pada anak-anak. Anoreksia pada anak kerap ditemui pada mereka yang usianya antara 11-13 tahun. Anak dengan anoreksia akan menolak makan karena takut gemuk. Walaupun berat badannya terus turun, mereka tetap merasa tubuhnya tidak ideal dan perlu menjalani diet ketat.
Pengertian Anoreksia
Seperti dilansir dari laman Stanford Children’s Health, anorexia nervosa atau anoreksia adalah salah satu jenis gangguan makan. Anak-anak atau remaja yang mengalami gangguan ini memiliki anggapan tentang citra tubuh (body image) yang menyimpang. Mereka berpikir bahwa tubuh yang sangat kurus itu bagus. Maka dari itu, mereka pun akan sangat membatasi asupan makanannya, bahkan makan dengan jumlah sedikit menurut mereka bisa menaikkan berat badan secara drastis. Selain membatasi makan, anak dengan anoreksia juga biasanya akan melakukan apapun untuk membuat berat badannya turun, termasuk olahraga ekstrem dan memuntahkan makanannya.
Ada dua tipe anoreksia pada anak: tipe restrictor (membatasi) dan tipe bulimic (binging and purging). Anak dengan anoreksia tipe restrictor ini akan membatasi jumlah makanan yang mereka konsumsi. Biasanya mereka akan menolak makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak. Sedangkan anoreksia tipe bulimic atau biasa disebut juga dengan bulimia, akan membuat anak makan banyak (binge) lalu memuntahkan kembali makanannya. Mereka mungkin juga mengonsumsi obat pencahar dalam jumlah banyak atau obat-obatan lain yang berfungsi untuk “membersihkan” ususnya.
Gejala Anoreksia pada Anak
Gejala anoreksia yang muncul pada setiap anak bisa berbeda-beda. Selain gejala fisik, biasanya anak juga akan menunjukkan gejala psikologis dan perubahan perilaku. Untuk gejala fisik, gangguan makan ini akan membuat anak tampak kurus, berat badan tidak ideal, kehilangan berat badan drastis, tekanan darah rendah, kulit kering karena aliran darah kurang, dehidrasi, mudah lelah, gigi mudah rusak, sembelit dan sakit perut, gangguan menstruasi, serta bengkak pada lengan, tungkai, jari tangan, dan kaki.
Lalu pada gejala psikologis, anoreksia pada anak menyebabkan perasaan mudah cemas dan depresi, ketakutan berlebih jika berat badan naik, merasa gemuk meski berat di bawah normal, konsentrasi menurun, dan mudah marah terutama saat jam makan. Selain itu, anak dengan gangguan makan ini akan menunjukkan perubahan perilaku seperti berlebihan dalam diet, merasa makan banyak padahal hanya porsi kecil, menyembunyikan makanan, mengonsumsi obat pencahar atau pelangsing, sering melihat cermin untuk memperhatikan bentuk tubuh, menjadi anti sosial, olahraga berlebihan, kerap melukai diri sendiri, sering menimbang badan, hingga menolak makan di depan umum.
Penyebab Anoreksia pada Anak
Sebenarnya, cukup sulit untuk mengetahui secara pasti penyebab gangguan makan ini pada anak. Para ahli juga seringkali mengaitkan penyakit ini dengan faktor lingkungan, biologis, dan psikologis. Seperti yang dilansir dari laman Boston Children’s Hospital, beberapa faktor ini mungkin turut andil menyebabkan anoreksia pada anak:
- Faktor lingkungan: pengaruh budaya modern yang membentuk persepsi bahwa cantik itu harus kurus; lahir dari keluarga yang juga punya masalah berat badan, penyakit fisik, dan gangguan kesehatan mental; tumbuh di tengah keluarga yang tidak harmonis seperti komunikasi buruk, ekspektasi tinggi, dan sering bertengkar; mengikuti kegiatan yang menuntut bentuk tubuh ideal, seperti balet, modelling, atau atletik.
- Faktor psikologis: mengidap gangguan kecemasan, OCD (Obsessive Compulsive Disorder), atau mood swing; mengalami trauma dari peristiwa di masa lalu, seperti bullying terkait bentuk tubuh atau berat badan; punya standar tinggi terhadap bentuk tubuh; kesepian; rendah diri; mudah marah dan depresi.
- Faktor biologis: para ahli belum dapat memastikan jenis gen tertentu yang terkait dengan gangguan makan ini, tapi mereka menduga anoreksia pada anak dipicu oleh perubahan gen. Keluarga dengan riwayat anoreksia juga bisa memicu terjadinya hal serupa pada keturunannya. Meski secara umum bisa dialami oleh laki-laki, namun ternyata sekitar 85-95 persen pengidap gangguan makan ini adalah perempuan, lo.
Diagnosis Anoreksia pada Anak
Sebelum mendiagnosis seorang anak mengalami anoreksia atau gangguan makan, biasanya dokter, psikiater anak, atau ahli kejiwaan akan berbicara kepada orangtua atau guru si anak tersebut untuk mengobservasi perilaku anak. Ini karena biasanya merekalah yang pertama kali menyadari adanya gejala atau tanda-tanda anoreksia pada anak.
Selanjutnya, dokter mungkin akan menggunakan standar Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (DSM-5) untuk memperoleh diagnosis anoreksia dan melakukan sejumlah pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan fisik, tes laboratorium, evaluasi psikologis, hingga foto rontgen.
Pengobatan Anoreksia pada Anak
Pengobatan dan perawatan yang dilakukan kepada pengidap gangguan makan akan berbeda-beda tergantung seberapa parah gejalanya, usianya, dan kesehatan si pengidap secara keseluruhan. Tapi biasanya perawatan akan melibatkan terapi individu, terapi keluarga, terapi perilaku, rehabilitasi nutrisi, dan pemberian obat anti depresan jika anak juga mengalami depresi.
Jika melihat ada tanda-tanda gangguan makan pada anak, sebaiknya orangtua segera menemui dokter atau petugas medis karena anoreksia termasuk kondisi serius yang bisa menyebabkan penyakit parah bahkan kematian. Dikutip dari Children’s Health Network, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi seperti di bawah ini:
Jantung
Kerusakan jantung sangat mungkin terjadi karena tubuh anak kekurangan nutrisi dan muntah terus menerus. Ia juga memiliki detak jantung yang lambat, cepat, atau tidak teratur sehingga membuat tekanan darahnya tidak stabil.
Darah
Sekitar 1 dari 3 anak dengan gangguan makan memiliki jumlah sel darah merah yang lebih rendah. Sekitar setengah dari anak-anak yang mengidap anoreksia memiliki jumlah sel darah putih yang juga rendah.
Saluran pencernaan
Terbatasnya jumlah makanan yang masuk ke perut akan membuat fungsi usus melambat sehingga menyebabkan penurunan berat badan yang parah. Fungsi saluran pencernaan yang terganggu ini juga dapat berdampak pada kinerja organ yang lain.
Ginjal
Selain menolak makan, anak dengan anoreksia juga akan menolak minum. Kurangnya asupan minum akan membuat tubuh kehilangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan mengganggu fungsi ginjal dan membuat urin yang keluar menjadi sangat pekat. Ia mungkin juga akan mengeluarkan lebih banyak air seni.
Sistem endokrin
Pada anak perempuan, terganggunya siklus menstruasi merupakan salah satu ciri khas gejala anoreksia. Bahkan ini bisa terjadi sebelum adanya penurunan berat badan yang parah. Setelah berat kembali normal pun kondisi tersebut masih terus berlanjut. Ini karena kadar hormon pertumbuhan pada pengidap anoreksia lebih rendah. Anak dengan anoreksia biasanya juga akan mengalami keterlambatan pertumbuhan.
Tulang
Anak-anak yang mengidap anoreksia berisiko lebih besar mengalami patah tulang, terlebih ketika gejala anoreksia dimulai sebelum anak mencapai puncak pembentukan tulang. Ini akan membuatnya mengalami penurunan jaringan tulang atau tulang keropos. Anak dengan gangguan makan, kepadatan tulangnya cenderung lebih rendah dibanding mereka yang tidak mengidapnya. Ini karena mereka tidak mendapatkan cukup kalsium yang biasanya diperoleh dari makanan, minuman, atau suplemen tambahan.
Agar anak terhindar dari gangguan makan, Ibu dan Ayah bisa membantu anak membentuk kebiasaan makan yang sehat, menerapkan pola komunikasi yang terbuka, serta menumbuhkan citra tubuh positif pada diri anak sejak mereka dini ya!
Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih