Anak Kesulitan Berjalan? Waspada Gejala DMD Yang Bikin Otot Melemah

Salah satu tahapan tumbuh kembang anak yang sangat dinanti adalah, ketika si kecil mulai belajar berjalan. Kemampuan ini mulai terlihat umumnya pada saat si kecil berusia 10 bulan.
Si kecil pun akan terus mengembangkan kemampuan berjalannya di usia 11-15 bulan. Tapi gimana ya kalau sudah berusia 18 bulan lebih, belum ada perkembangan yang signifikan terhadap kemampuan berjalannya?
Mungkin Parents perlu waspada akan tanda dan gejala DMD. Nah, jika mengutip dari Muscular Dystrophy Association DMD atau Duchenne Muscular Dystrophy merupakan kondisi distorfi otot yang termasuk dalam kelainan genetik.
Gejala DMD sendiri, ditandai dengan degenerasi otot progresif dan kelemahan akibat mutasi genetik pada kromosom X. Dimana kromosom X sendiri, berfungsi penting dalam memproduksi protein dystrophin, yang berperan menjaga struktur otot tubuh.
Lalu, seperti apa sih gejala awal Duchenne Muscular Dystrophy pada anak lainnya yang perlu Parents waspadai? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut, yuk!
Apa itu Duchenne Muscular Dystrophy?
Masih mengutip dari Muscular Dystrophy Association, distrofi otot ini merupakan salah satu kelainan genetik yang berhubungan erat dengan otot. DMD sendiri dapat menyebabkan, fungsi otot rangka dan otot jantung bisa melemah bahkan memburuk.
Ketika si kecil mulai muncul gejala DMD, maka orang tua wajib waspada. Sebab, DMD berisiko menyebabkan penyakit lain termasuk penyakit jantung, akibat kerja otot jantung yang melemah.
Jika dikutip dari Cleveland Clinic para ahli mengatakan, gejala DMD biasanya muncul pada masa kanak-kanak, antara usia 2-4 tahun. Penyakit ini paling banyak menyerang anak laki-laki, tetapi pada kasus yang jarang terjadi, penyakit ini juga dapat menyerang anak perempuan.
Di Eropa dan Amerika Utara, prevalensi DMD sendiri tercatat sekitar 6 per 100.000 orang. Seiring bertambahnya usia penderita DMD, biasanya memiliki kondisi otot yang tidak berfungsi dengan baik.
Bahkan ototnya tidak dapat mengganti sel-sel yang mati dengan yang baru, serta jaringan ikat dan jaringan adiposa (lemak) secara bertahap menggantikan serat otot. Meskipun termasuk kelainan genetik. Namun, para ahli menyebutkan bahwa sekitar 30% kasus DMD di dunia terjadi secara spontan, tanpa adanya riwayat keluarga yang menderita kondisi tersebut.
Apa saja tanda dan gejala DMD yang perlu diwaspadai?
Kelemahan otot akibat DMD memang perlu diwaspadai oleh orang tua. Apalagi, jika Parents mulai mencurigai adanya tanda anak sulit berjalan atau bahkan belum bisa berjalan ketika memasuki usia 18 bulan ke atas.
Dikutip dari Mayo Clinic salah satu gejala DMD anak yang patut dicurigai adalah, adanya perubahan pada otot betis. Kondisi ini membuat otot betis terlihat membesar di salah satu kaki saja, atau bahkan bisa keduanya.
Namun, tanda dan gejala DMD anak yang paling umum muncul pada anak-anak usia dini lainnya meliputi:
- Sulit bangkit dari posisi duduk atau berbaring, ia terlihat berpegangan atau bertumpu pada pahanya
- Anak sering terjatuh tanpa sebab
- Anak tidak bisa berlari atau bahkan melompat
- Berjalan jinjit, atau berjalan seperti melayang/terhuyung-huyung
- Mengalami nyeri dan kaku otot
- Mengalami gangguan belajar
- Mengalami gangguan pertumbuhan
- Pada tahap yang lebih parah biasanya mulai tidak bisa menggerakan otot panggul sama sekali, kehilangan kemampuan berdiri, atau bahkan mengalami skoliosis dengan derajat yang cukup parah.
Apa yang harus dilakukan jika anak mengalami gejala DMD?
Gejala DMD pada anak mungkin sering tidak disadari oleh para orang tua pada awalnya. Terutama apabila hal ini terjadi di usia-usia saat si kecil mulai belajar berjalan.
Padahal, apabila tidak ditangani dengan baik, gejala DMD yang ada bisa saja meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada otot anak. Komplikasinya juga nggak main-main, lho!
Anak-anak dengan gejala lanjutan bisa saja mengalami komplikasi serius berupa gangguan menelan, gangguan pernapasan, gangguan fungsi kognitif bahkan yang paling parah adalah kelumpuhan permanen. Tapi yang jelas, jika Parents curiga si kecil mengalami gejala DMD, langkah paling tepat yang harus dilakukan adalah memeriksakan kondisi fisiknya ke dokter.
Tujuannya, supaya dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Serta pemeriksaan sampel darah, guna mengetahui kelainan genetik akibat DMD dari riwayat keluarga.
Sehingga, pada akhirnya dokter bisa menentukan apa saja terapi pengobatan yang tepat sesuai gejala DMD yang muncul. Meskipun hingga saat ini, belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan DMD, tapi setidaknya pengobatan yang ada dapat meringankan gejala dan menurunkan risiko terjadinya komplikasi yang lebih parah.
Beberapa treatment yang biasanya dilakukan oleh dokter diantaranya adalah;
- Pemberian obat-obatan, yang berfungsi untuk membantu meringankan gejala DMD yang muncul. Jenis obat yang diberikan biasanya berupa obat jenis kortikosteroid
- Fisioterapi, untuk membantu meminimalisir gejala fisik DMD yang mengganggu aktivitas sehari-hari pada anak
- Mengoptimalkan pola hidup sehat, dengan memenuhi gizi harian dengan baik serta rutin berolahraga agar otot-otot tidak kaku
- Pada tahapan yang lebih lanjut, mungkin juga dibutuhkan tindakan operasi. Khususnya jika si kecil mulai mengalami tanda skoliosis dan kelumpuhan, hingga menyebabkan ia kesulitan bernapas.
Parents, mulai sekarang yuk mulai lebih peka terhadap gangguan DMD yang muncul pada anak. Terutama di usia di mana anak mulai belajar berjalan, jangan remehkan gejala yang ada. Segera konsultasikan ke dokter apabila gejala yang ada mulai terlihat memburuk dari hari ke hari.