Bayi Mencret Saat Ibu Menyusui Puasa, Memang Bisa?
Ibu yang menyusui seringkali merasakan dilema-dilema yang tak jarang bikin galau, salah satunya seperti saat Ibu menyusui puasa. Ya, bulan Ramadan seperti sekarang memang menjadi bulan yang banyak ditunggu oleh para umat muslim. Ini karena bulan puasa menjadi bulan yang penuh berkah di mana ibadah dan kebaikan kita akan dibalas berlipat ganda. Namun, bulan ini pun bisa memicu kegalauan di antara para Ibu menyusui. Apakah Ibu menyusui boleh berpuasa? Bagaimana kalau di tengah berpuasa Ibu tidak kuat menahan lapar dan haus? Lalu, bagaimana pula kualitas ASI saat Ibu menyusui puasa? Apakah Ibu menyusui puasa tetap bisa memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya?
Tak hanya kegalauan soal pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi selama Ibu menyusui puasa, tapi ada juga anggapan yang mengatakan kalau puasanya Ibu yang menyusui bisa menyebabkan bayinya mencret atau diare. Hah? Benarkah?
Sayangnya anggapan di atas hanyalah mitos belaka, ya, Bu. Berpuasa sama sekali tidak menyebabkan kualitas ASI berubah atau menurun. ASI yang diproduksi Ibu yang berpuasa masih tetap sama bagusnya dengan ASI para Ibu yang tidak berpuasa. Sehingga bila bayi mencret saat Ibu menyusui puasa, itu bukan disebabkan oleh kualitas ASI yang menurun. Diare pada bayi bisa terjadi karena sejumlah faktor, di antaranya karena infeksi virus, bakteri, parasit, alergi makanan, hingga keracunan. Faktor-faktor ini sama sekali tidak berkaitan dengan puasanya seorang Ibu.
Diare pada bayi ASI
Sebelum panik dan khawatir karena BAB bayi encer, sebaiknya Ibu dan Ayah pahami dulu tentang diare pada bayi. Bayi yang diberi ASI eksklusif, khususnya yang masih di bawah 6 bulan, cenderung lebih sering BAB karena di dalam ASI terdapat pencahar alami. Selain itu, bayi yang berusia di bawah 6 bulan masih memiliki reflek usus besar yang akan berkontraksi ketika lambung penuh atau saat bayi kenyang ASI. Ini yang menyebabkan sebagian besar bayi ASI bisa sangat sering BAB. Dalam satu hari, ia bisa BAB 5-10 kali. Tekstur BAB bayi ASI pun lebih encer dan berwarna kuning cerah.
Meski begitu, ada juga sebagian bayi ASI eksklusif yang justru tidak BAB bahkan sampai 7 hari. Ini juga masih termasuk aman kok, Bu. Alasannya karena ASI diserap hampir sempurna oleh usus sehingga tidak meninggalkan ampas yang biasanya dikeluarkan lewat BAB.
Apa yang Terjadi Bila Ibu Menyusui Puasa?
Setelah mitos soal hubungan bayi mencret dan Ibu puasa di atas sudah terjawab, muncul lagi pertanyaan lain. Sebenarnya, apa yang terjadi bila Ibu menyusui puasa? Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, puasa tidak akan mengubah baik kuantitas maupun kualitas ASI Ibu menyusui, dengan catatan, Ibu tetap menerapkan diet sehat. Artinya Ibu tetap makan makanan bernutrisi serta minum air yang cukup saat sahur dan berbuka. Berikut efek puasa terhadap tubuh ASI, Ibu menyusui, dan bayinya.
1. Efek puasa pada ASI
ASI tidak akan menurun kualitasnya walau Ibu menyusui puasa. Menahan untuk tidak makan dan minum selama berjam-jam memang dapat mengurangi asupan kalori, namun hal ini tidak memengaruhi kuantitas ASI yang diproduksi Ibu. Tubuh Ibu ini cukup pintar, lo. Dikutip dari situs Baby Centre, saat tubuh telah membakar habis energi dari makanan yang Ibu konsumsi terakhir, ia akan beradaptasi dengan menggunakan cadangan energi lain dalam tubuh. Tubuh Ibu akan membakar kalori yang tersimpan dalam gula darah terlebih dahulu. Lalu setelah itu, ia akan mengubah simpanan lemak menjadi gula darah. Siklus ini cukup membantu Ibu tetap bisa menyuplai ASI untuk bayi meski sedang berpuasa. Ketika sudah berbuka, tubuh akan kembali membakar kalori dari makanan yang dikonsumi saat buka puasa. Begitu seterusnya.
Namun, sejatinya, puasa terkadang tetap bisa membuat perubahan kecil pada kandungan ASI. Kadar dalam ASI seperti vitamin dan mikronutrien mungkin saja berubah. Terdapat penelitian yang mendukung fakta ini. Hasil penelitian itu membuktikan kalau kadar seng, magnesium, dan kalium dalam ASI akan menurun ketika Ibu menyusui puasa Ramadan. Meski begitu, bayi Ibu tetap akan tumbuh dan berkembang dengan baik walaupun tingkat mikronutrien sedikit menurun selama waktu berpuasa. Ibu bisa menyiasati hal ini dengan makan makanan bergizi dan minum suplemen tambahan.
2. Efek puasa pada tubuh Ibu menyusui
Seperti tubuh orang lain, tubuh Ibu menyusui juga akan menyesuaikan diri dengan baik saat berpuasa. Seperti dilansir dari laman First Cry, ada sebuah penelitian yang membuktikan bahwa keseimbangan kimiawi antara Ibu yang berpuasa dan yang tidak berpuasa kurang lebih sama. Dari fakta itu juga bisa dibuktikan kalau tubuh Ibu akan berfungsi dengan cara yang sama baik saat Ibu menyusui puasa maupun saat tidak berpuasa. Berat badan Ibu mungkin turun karena berpuasa, tetapi itu sangat normal.
Namun, Ibu tetap perlu hati-hati jika berat badan turun dengan cepat (lebih dari 0,5 sampai 1 kilogram dalam seminggu), ini artinya Ibu mungkin perlu berhenti berpuasa dan mencari bantuan medis. Kenali juga gejala-gejala fisik yang mungkin muncul, karena bisa jadi Ibu mengalami dehidrasi atau gangguan kesehatan yang kemungkinan terjadi karena kurangnya asupan nutrisi saat sahur dan berbuka, seperti pusing, sakit kepala parah, buang air kecil berwarna gelap, atau merasa lemas dan lelah. Segera hubungi dokter jika merasakan gejala-gejala di atas, ya.
3. Efek puasa pada bayi yang disusui
Karena secara umum puasa tidak mengubah kuantitas dan kualitas ASI, jadi puasanya Ibu menyusui pun sebenarnya tidak berdampak pada bayi yang disusui. Hal ini karena tubuh Ibu tetap memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Saat nutrisi dari makanan yang dikonsumsi Ibu telah digunakan seluruhnya, tubuh Ibu tetap bisa mengambil cadangan kalori dan lemak di dalamnya untuk diubah menjadi energi dan disalurkan ke ASI. Intinya, ASI relatif tidak berubah meski Ibu berpuasa seharian penuh.
Walau begitu, Ibu tetap perlu waspada jika si kecil mengalami berat badan stagnan atau bahkan menurun, atau ketika ia buang air kecil lebih jarang dan terlihat ada tanda-tanda dehidrasi. Ini bisa jadi si kecil tidak mendapatkan cukup ASI. Bila muncul pertanda seperti itu, segera bawa si kecil ke dokter dan berkonsultasilah dengan ahli medis, ya, Bu!
Apa Tanda-tanda Ibu Perlu Berhenti atau Tidak Berpuasa?
Salah satu cobaan terbesar orang berpuasa adalah haus. Semua Ibu tahu bahwa Ibu menyusui perlu minum cairan yang banyak agar ASInya juga banyak. Semakin bayi minum banyak ASI, semakin mungkin Ibu merasakan rasa haus yang luar biasa. Selama Ibu minum cairan cukup selama sahur dan berbuka, ASI tetap akan terus diproduksi, dan bayi tetap tidak akan kekurangan ASI. Namun, Ibu menyusui mungkin perlu berhenti atau bahkan tidak berpuasa jika terdapat tanda-tanda berikut ini:
1. Ibu mengalami dehidrasi
Ketika Ibu menyusui puasa, ia mungkin bisa mengalami dehidrasi. Dehidrasi bisa membuat badan terasa tidak enak sehingga akan berpengaruh juga ke aktivitas menyusui bayi. Ibu mungkin perlu membatalkan puasa atau mengurungkan niat puasa bila mengalami tanda-tanda dehidrasi seperti di bawah ini:
- Merasa haus parah;
- Air seni berwarna kuning pekat dan berbau tajam;
- Merasa pusing dan berkunang-kunang; dan
- Merasa lelah yang teramat sangat.
Jika terjadi hal-hal di atas, Ibu perlu segera berbuka dengan air. Idealnya tambahkan gula dan garam ke dalam air, atau buatlah larutan rehidrasi oral. Bisa juga minum minuman isotonik. Setelah itu, beristirahatlah. Jika setelah setengah jam, badan masih terasa tidak enak, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan.
2. Bayi tidak mendapat cukup ASI
Dehidrasi bisa saja menghampiri saat Ibu menyusui puasa. Ibu yang dehidrasi mungkin juga akan memengaruhi kondisi bayi yang disusui. Tanda lain yang bisa menjadi alasan Ibu perlu membatalkan puasa adalah ketika bayi terlihat tidak mendapat cukup ASI. Apa saja tanda-tandanya?
- Jarang BAK dan BAB. Ini bisa diukur dari popok atau diapers-nya yang lebih sering kering. Idealnya bayi baru lahir yang disusui akan berganti diapers setidaknya 6 kali dalam sehari;
- Tidak keluar air mata saat menangis;
- Terdapat titik lunak pada ubun-ubun kepalanya (terlihat cekung);
- Tampak tidak puas setelah sesi menyusu, atau mungkin menangis minta susu padahal baru disusui;
- Tangan dan kakinya lebih dingin;
- Berat badan turun atau stagnan; dan
- Rewel dan sulit tenang.
Kondisi-kondisi di atas sejalan dengan hukum Ibu menyusui puasa. Dalam sebuah hadis dari Ibnu ‘Abbas, disebutkan golongan-golongan yang mendapat keringanan puasa, salah satunya adalah Ibu menyusui. “...Kemudian bagi wanita hamil dan menyusui jika khawatir mendapat bahaya, maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.” (Dikeluarkan oleh Ibnul Jarud dalam Al Muntaqho dan Al Baihaqi. Lihat Irwa’ul Gholil 4/18. Sumber: Rumaysho)
Apa Saja Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Ibu Menyusui Puasa?
Meski termasuk golongan yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, namun bila memang merasa sanggup, Ibu menyusui bisa tetap melakukan ibadah puasa. Tentunya, Ibu perlu memerhatikan hal-hal berikut ini saat memutuskan untuk tetap puasa. Berikut tips saat Ibu menyusui puasa:
1. Menjaga asupan nutrisi saat sahur dan berbuka
Menjaga asupan nutrisi dengan makan dan minum yang bergizi adalah kunci utama ketika Ibu menyusui puasa. Manfaatkan waktu sahur dan berbuka dengan mengonsumsi makanan maupun minuman tinggi nutrisi. Hindari cemilan yang kurang sehat, seperti keripik kentang, permen, atau snack berpengawet. Selain makan berat, Ibu juga perlu banyak mengonsumsi buah-buahan yang kaya vitamin dan mineral. Jika Ibu menjalani diet tertentu seperti mengurangi protein hewani, Ibu mungkin perlu menggantinya dengan suplemen khusus. Menjaga asupan nutrisi selama berpuasa tidak hanya akan memenuhi kebutuhan bagi tubuh Ibu tapi juga akan memberikan nutrisi yang cukup untuk bayi yang disusui.
2. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh dengan banyak minum air putih
Dehidrasi dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga diri terhidrasi dengan baik terlebih jika sedang berpuasa. Ibu menyusui puasa, mungkin akan membutuhkan cairan lebih banyak daripada mereka yang tidak menyusui. Ini karena menyusui seringkali membuat Ibu merasa sangat haus. Agar tubuh tidak kekurangan cairan, minum air putih minimal 2 liter sepanjang waktu berbuka hingga sahur. Supaya lebih ringan, terapkan pola minum yang benar misalnya dengan menerapkan pola 2-4-2, artinya 2 gelas saat berbuka, 4 gelas di malam hari, dan 2 gelas saat sahur. Selain air putih, Ibu juga bisa minum jus buah, susu, atau teh.
3. Konsumsi suplemen tambahan dan pelancar ASI
Banyak makanan dan minuman yang jika dikonsumsi Ibu menyusui dapat membantu melancarkan ASI, seperti kacang hijau, susu almond, daun katuk, buah-buahan, dan banyak lainnya. Selain itu, sekarang juga sudah mulai banyak produk-produk suplemen yang fungsinya sebagai pelancar ASI. Ketika Ibu menyusui puasa, mungkin Ibu juga bisa rutin mengonsumsi suplemen ini supaya membantu ASI jadi lebih lancar.
4. Menunda pekerjaan atau aktivitas berat
Pekerjaan yang berat pasti akan lebih cepat menguras energi. Agar tidak mudah lelah dan haus, Ibu bisa menunda aktivitas yang membutuhkan banyak tenaga, seperti membersihkan seluruh rumah, menguras kamar mandi, belanja ke supermarket, mengangkat beban berat, dan lainnya. Bila memungkinkan, lakukan pekerjaan tersebut setelah Ibu berbuka puasa.
5. Banyak beristirahat dan tidur yang cukup
Istirahat dan tidur cukup juga tak kalah pentingnya, lo! Tubuh yang kelelahan akan membuat Ibu lemas dan tidak mood sehingga secara tidak langsung akan memengaruhi produksi ASI. Sempatkanlah waktu untuk tidur siang setiap hari. Ibu bisa memanfaatkan waktu saat anak tidur. Tubuh yang mendapat waktu tidur cukup akan lebih berstamina menjalani kegiatan setelahnya. Usahakan jangan begadang juga, ya, Bu!
6. Tidak memaksa puasa bila tidak sanggup
Seperti yang sudah dibahas di atas, Ibu menyusui termasuk golongan yang mendapat keringanan menjalankan ibadah puasa. Bila memang Ibu merasa tidak sanggup melanjutkan puasa, atau karena khawatir pada kesehatan Ibu atau bayi, Ibu boleh-boleh saja membatalkannya. Intinya, jangan memaksa puasa jika merasa tidak sanggup, ya!
Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih