Jangan Percaya! 7 Mitos Vaksin Covid-19 Yang Beredar Di Masyarakat
Pemerintah memutuskan untuk kembali memberikan vaksin booster bagi para lansia dan orang-orang yang dengan kondisi kesehatan tertentu mengingat merebaknya varian Omicron makin mengkhawatirkan.
Namun, sebelum vaksin booster ini di ‘ketuk palu’, ada beragam mitos vaksin Covid-19 yang beredar belakangan.
Sehingga membuat orang-orang yang belum di vaksin makin takut melakukan vaksinasi. Nggak hanya itu, mitos vaksin Covid-19 tersebut ada yang mengatakan bahwa jika diberikan pada anak-anak justru dapat mengancam jiwa.
Padahal vaksin Covid-19 di masa genting saat ini sangatlah penting dilakukan agar makin memperkuat antibodi seseorang.
Mengingat orang Indonesia mudah sekali percaya terhadap sesuatu termasuk mitos, melansir website Covid19.go yuk simak terlebih dahulu fakta mengenai mitos vaksin Covid-19 dalam ulasan berikut ini.
Beragam mitos vaksin Covid-19 dan faktanya!
1. Bisa menyebabkan kemandulan
Mitos vaksin Covid-19 yang beredar belakangan adalah, konon dapat mengakibatkan kemandulan setelah disuntik ke tubuh. Bahkan mitos vaksin Covid-19 tersebut mengatakan gangguan infertilitas ini bisa mengancam wanita.
Faktanya, menurut ahli vaksin yang berspesialisasi dalam bidang epidemiologi pneumokokus, Dr. Katherine O'Brien dalam seminar Vaccine myths vs science bersama World Health Organization (WHO), menjelaskan bahwa vaksin yang diberikan tidak dapat menyebabkan kemandulan sama sekali.
Bahkan ia juga mengatakan tak ada hubungannya antara menyuntikkan vaksin ke tubuh seseorang dengan gangguan infertilitas.
Jelas hal ini perlu diluruskan, sehingga tak ada lagi kesalahpahaman yang membuat masyarakat justru menjadi anti vaksin. Padahal vaksin Covid-19 justru penting dalam meningkatkan antibodi, sehingga semisal terpapar virus pun tubuh punya kekuatan untuk melawan dan mencegah keburukan penyakit.
2. Terdapat bahan yang membahayakan tubuh
Mitos vaksin Covid-19 selanjutnya yang beredar di masyarakat adalah, adanya bahan yang berbahaya dan terdapat dalam bahan pembuatan vaksin. Sehingga membuat tubuh menjadi rusak dan kesehatan makin menurun.
Nyatanya, menurut Dr Kate ini merupakan mitos vaksin Covid-19 yang salah dan perlu diluruskan. Vaksin yang disuntikkan ke penerimanya sudah dipastikan aman.
Semua komponen yang masuk ke dalam vaksin diuji secara berat untuk memastikan bahwa semua yang ada di sana, termasuk dosis aman untuk manusia.
“Vaksin memang mengandung sejumlah elemen yang berbeda dan masing-masing telah diuji. Sebelum diberikan kepada manusia, mereka diuji pada hewan dan diuji untuk masalah apapun pada hewan.
Dan baru kemudian mereka masuk ke manusia di mana kami menguji dalam uji klinis dengan puluhan ribu orang akhirnya menerima vaksin sebelum mereka diizinkan untuk digunakan di masyarakat umum,” jelasnya.
Namun, Kate menegaskan bahwa sebelum diberikan pada manusia para peneliti memastikan bahwa seluruh merk vaksin Covid-19 telah teruji dan aman digunakan. Sehingga mitos vaksin Covid-19 ini perlu diluruskan ya Bu!
3. Dapat mengubah DNA
Mitos vaksin Covid-19 selanjutnya adalah konon dapat mengubah Deoxyribonucleic Acid (DNA) manusia dan merusaknya. DNA sendiri merupakan materi genetik yang menentukan sifat dan karakteristik fisik seseorang.
Menurut mitos yang beredar, jika tubuh seseorang disuntik vaksin Covid-19 akan merusak berbagai sel-sel penting dalam tubuh. Menanggapi hal ini, Dr. Kate mengatakan tidak mungkin vaksin dapat mengubah DNA seseorang.
“Kami sudah sering mendengar rumor ini. Kami memiliki dua vaksin sekarang yang disebut sebagai vaksin mRNA, dan tidak mungkin mRNA dapat berubah menjadi DNA sel manusia kita,” katanya.
Menurut Dr. Kate, mRNA sendiri merupakan instruksi tubuh untuk membuat protein. Kebanyakan vaksin dikembangkan dengan benar-benar memberikan protein atau memberikan komponen kecil dari kuman yang dicoba untuk divaksinasi.
4. Vaksin Covid-19 bisa mengancam nyawa anak
Melansir situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika di jejaring sosial, baru-baru ini beredar mitos vaksin Covid-19 lewat sebuah video.
Dalam video tersebut mengklaim bahwa Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan beberapa negara jika memberikan suntikan vaksin Covid-19 buat anak dan booster justru dapat mengancam nyawa mereka.
Namun, setelah di telusuri penggalan video itu diambil dari pernyataan Tedros saat konferensi pers virtual WHO pada 20 Desember 2021.
Sementara menurut hasil tinjauan dari pernyataan Tedros yang dimaksud adalah ketidakadilan vaksin global dan tidak sedang mengomentari terkait keamanan vaksin Covid-19 sama sekali.
Apalagi berkata bahwa vaksin ini dapat membunuh anak-anak. WHO mengklarifikasi bahwa Tedros sempat tergagap dalam konferensi pers tersebut dan pernyataannya kemudian disalahartikan secara online.
Hingga saat ini vaksin Covid-19 untuk anak-anak mulai dari usia 6 tahun dianggap penting untuk menekan penyebaran virus, baik di sekolah maupun di tempat umum.
Mengingat anak-anak termasuk golongan yang rentan terkena wabah tersebut.
5. Tidak boleh vaksin setelah jadi penyintas
Mitos vaksin Covid-19 yang satu ini jelas salah ya Bu. Justru meski telah sembuh dari virus ini, setelah 3 bulan tubuh kamu dinyatakan bersih maka sudah dapat melakukan vaksinasi lanjutan.
Vaksinasi ini tetap penting dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Sehingga jika memang nantinya terinfeksi kembali maka gejala yang ditimbulkan tidak menjadi parah, akibat sudah terbentuknya antibodi dari vaksin tersebut.
6. Vaksin membuat kondisi tubuh makin parah
Beberapa jam setelah melakukan vaksinasi, beberapa jenis vaksin tentu bisa menimbulkan KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi. Derajat rendah hingga sedang, seperti pusing, demam ringan, rasa pegal di bagian suntikan hingga menggigil.
Tidak ada laporan khusus bahwa setelah vaksin Covid-19 justru membuat tubuh seseorang menjadi semakin parah.
7. Ada microchip dalam vaksin Covid-19
Melansir Control Disease Centre (CDC) Vaksin Covid-19 dipastikan dan diyakinkan tidak mengandung microchip ya Bu. Para peneliti mengungkapkan bahwa bahan untuk membuat vaksin ini kebanyakan merupakan rekayasa protein.
Sehingga bisa mengembangkan vaksin untuk melawan penyakit dan sama sekali tidak diberikan microchip untuk melacak pergerakan seseorang. Jadi jelas pada intinya ini merupakan mitos vaksin Covid-19 belaka ya Bu.
Editor: Dwi Ratih