Virus Corona (COVID-19) pada Ibu Hamil dan Anak
Munculnya virus corona jenis baru pada Desember 2019 di Wuhan, China, membuat heboh dunia. Virus corona yang satu ini telah memiliki nama. Berdasarkan penjelasan UNICEF, virus ini dinamakan COVID-19 yang merupakan singkatan untuk Corona Virus Disease 2019.
Banyak negara telah menyatakan warganya positif terjangkit penyakit tersebut setelah melakukan perjalanan ke Wuhan, atau sempat melakukan kontak dengan orang-orang yang sudah lebih dulu terjangkit virus tersebut. Yang lebih membuat gempar adalah jumlah angka kematian yang disebabkan virus baru ini. Dengan lebih dari 276.007 orang di dunia terinfeksi, angka kematian mencapai sekitar 11.401 kematian per tanggal 21 Maret 2020. Akan tetapi berita yang sedikit melegakan adalah jumlah pasien yang sembuh kini semakin meningkat, mencapai 91.95 2orang.
Di Indonesia sendiri per 20 Maret 2020, pasien corona telah mencapai jumlah 369 orang dengan 32 orang meninggal dan 17 orang dinyatakan sembuh. Beberapa pasien terdeteksi dari hasil tracing kontak pasien dengan WNA atau WNI yang baru pulang dari perjalanan ke luar negeri yang terjangkit, maupun dari penularan lokal.
Virus corona sendiri sebenarnya adalah sebuah grup dari kumpulan virus yang mirip di banyak aspek. Virus-virus ini memiliki gejala yang serupa saat menginfeksi, seperti pilek, batuk, demam, hingga kesulitan bernapas. Virus corona kebanyakan hidup dalam tubuh hewan dan menular hanya dari hewan ke hewan. Tetapi, sudah ada 7 jenis virus dalam kelompok corona ini yang teridentifikasi mampu menulari manusia. Di antaranya adalah SARS yang menyebar pada tahun 2002-2003 dan MERS yang menggemparkan wilayah Timur Tengah pada tahun 2012. Sejauh ini, ditemukan bahwa SARS dibawa oleh kelelawar yang menginfeksi kucing, yang selanjutnya kucing menginfeksi manusia. Sedangkan MERS diketahui dibawa oleh kelelawar yang menginfeksi unta. Yang selanjutnya unta berkontak dengan manusia dan menularlah virus ini.
COVID-19 ini lebih mencuri perhatian dunia karena memakan lebih banyak korban jiwa daripada kasus virus corona lainnya (SARS dan MERS), meski gejala yang ditimbulkan COVID-19 lebih ringan daripada SARS maupun MERS. Disebut lebih ringan karena gejala batuk, pilek, dan demam serupa dengan common cold dan flu biasa. Meski COVID-19 mampu menyerang manusia dari segala rentang usia, virus jenis ini cenderung memburuk hanya jika orang tersebut memiliki riwayat komplikasi penyakit lain seperti penyakit jantung, diabetes, dan masalah pernapasan akut.
Bagaimana dengan Ibu Hamil yang Terinfeksi COVID-19?
Seperti dilansir dari laman cdc.gov, kehamilan membuat perubahan secara imunologi dan fisiologi pada seorang wanita. Hal ini membuat Ibu hamil rentan terhadap virus jenis apapun, tidak hanya virus corona jenis COVID-19. Sebenarnya, jika Ibu hamil tersebut tidak melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi, maka kecil kemungkinannya akan tertular. Tetapi tentu tetap harus disertai dengan tindakan preventif lainnya karena penyebaran COVID-19 ini sangat cepat dan terkadang kita tidak menyadari siapa yang terinfeksi karena tidak menunjukkan gejala.
Sedangkan menurut parenting.nytimes.com, sistem imun tubuh wanita cenderung menurun saat kehamilan, yang menyebabkan risiko komplikasi setelah terserang virus semacam influenza dan cacar air semakin meningkat. Komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dapat terjadi jika ibu hamil mengalami demam tinggi di trimester pertama. Berkaca pada kasus SARS dan MERS, demam tinggi di trimester pertama membuat kemungkinan bayi lahir meninggal atau keguguran semakin besar. Sedangkan jika didasarkan pada kasus Influenza pada ibu hamil, infeksi kehamilan dapat terjadi serta mengakibatkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).
Penelitian yang masih minim terhadap COVID-19 belum menghasilkan kesimpulan yang pasti tentang dampak infeksi yang terjadi karena virus ini pada Ibu hamil. Karena COVID-19 masih tergolong virus baru, belum ada penelitian jangka panjang yang menyebutkan apakah bayi yang lahir dari Ibu positif COVID-19 akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Begitu juga dengan adanya infeksi selama kehamilan. Sejauh ini Ibu hamil positif COVID-19 dengan usia kehamilan rentan, yaitu trimester pertama, belum mencapai usia kehamilan siap lahir, sehingga para peneliti belum bisa menyimpulkan dampaknya saat sang bayi nantinya lahir.
Ibu hamil yang terjangkit COVID-19 memiliki gejala yang relatif sama dengan pasien positif COVID-19 lainnya. Sebuah analisis yang dilaporkan oleh WHO dilakukan terhadap 147 orang Ibu hamil, hanya 8% mengalami gejala berat dan 1% dalam kondisi kritis.
Di Wuhan sendiri banyak kasus ibu hamil yang melahirkan bayi mereka di tengah kecamuk virus ini. 9 kasus ibu hamil yang sempat diangkat media, disebutkan melahirkan secara caesar untuk memperkecil kemungkinan kontaminasi dan kesembilan bayi tersebut dalam kondisi sehat tanpa terjangkit COVID-19. Virus ini juga tidak ditemukan pada air ketuban dan ASI yang diproduksi ibunya.
Pada prinsipnya, bila Ibu mengidap penyakit tertentu yang tidak menular melalui ASI, maka Ibu hendaknya tetap menyusui bayinya. Karena saat Ibunya sakit, maka komposisi ASI akan menyesuaikan diri dengan memberikan antibodi alami bagi bayi. Pada kasus COVID-19, berdasarkan laporan sebelumnya tentang Ibu hamil positif COVID-19 yang melahirkan bayi, langsung dipisah dengan bayinya. UNICEF menyebutkan bahwa ibu baru melahirkan dengan positif COVID-19 tetap bisa menyusui bayinya tetapi dengan standar kehigienisan yang tinggi.
Ibu diharuskan mengenakan masker saat berkontak dengan bayi, terutama selama menyusui. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah menyusui juga harus dilakukan. Memastikan semua permukaan yang disentuh atau barang yang digunakan telah dibersihkan dengan disinfektan, yang mana protokol ini sudah pasti diterapkan di lingkungan atau ruangan yang mengisolasi ibu dengan COVID-19. Nah, apabila Ibu dalam kondisi lemas dan tidak sanggup untuk menyusui sendiri bayinya, UNICEF juga menyarankan pemberian ASI dengan cara diperah dan ditampung dalam wadah bersih dan steril untuk kemudian diberikan pada bayi. Hendaknya petugas kesehatan yang membantu Ibu menangani ini juga menerapkan semua protokol kebersihan sesuai standart dalam wabah virus menular.
Melansir dari laman dailymail.co.uk, seorang bayi di London terinfeksi COVID-19 setelah dilahirkan dan disebut sebagai pasien termuda yang terjangkit virus corona. Karena berdasar pada analisis sebelumnya bahwa virus tidak ditemukan di air ketuban ataupun ASI, dan juga tidak ditularkan secara vertikal dari Ibu ke janin di kandungan, maka tertularnya bayi tersebut diyakini karena lingkungan sekitarnya. Kondisi rumah sakit yang memang sudah diselimuti wabah dan banyaknya pasien bahkan tenaga medis yang terjangkit, memungkinkan bayi tersebut tertular. Namun, kini dilaporkan bahwa bayi tersebut telah melewati masa kritis dan berangsur-angsur sembuh.
Meski demikian, ibu hamil bisa melakukan beberapa upaya mencegah infeksi virus corona:
Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik. Hindari menyentuh bagian wajah, terutama hidung, mulut, dan mata, serta menerapkan etika bersin dan batuk.
Bila ibu hamil harus bekerja ke luar rumah, usahakan untuk mengurangi intensitas berkendara dengan kendaraan umum. Apabila terpaksa, gunakan masker dan jaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter.
Selalu konsumsi makanan bergizi seimbang dan suplemen khusus untuk ibu hamil. Bila perlu, Ibu bisa minta dokter kandungan agar meresepkan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh yang aman untuk Ibu dan janin.
Bagi ibu hamil yang di rumah secara penuh maupun bekerja dari rumah, usahakan membuat jadwal rutin antara bekerja, mengurus rumah, maupun menemani anak-anak yang juga harus belajar di rumah atau secara daring.
Ibu bisa mencoba senam hamil atau yoga khusus ibu hamil supaya badan lebih rileks dan mengurangi stres tanpa perlu mendatangi tempat yoga atau senam. Ibu bisa menghubungi praktisi yoga dan senam yang bersertifikasi dan terpercaya untuk memberi arahan secara online seperti video call. Beberapa pilihan senam hamil sederhana dan mudah yang tersedia di Youtube juga bisa jadi alternatif pilihan untuk Ibu.
Jika tiba jadwal untuk kontrol kehamilan rutin, Ibu bisa membuat perjanjian terlebih dahulu dengan dokter dan datang tepat waktu sehingga tidak perlu menunggu lama di ruang tunggu Rumah Sakit untuk meminimalisir kontak dengan orang lain. Selain itu, melakukan pemeriksaan di klinik dokter kehamilan yang hanya menerima pasien terbatas juga bisa jadi alternatif pilihan.
COVID-19 dan Anak-Anak
Jumlah kasus terjangkitnya anak-anak dengan COVID-19 terhitung sedikit bila dibandingkan dengan orang dewasa. Data dari The New England Journal of Medicine menunjukkan presentase kasus COVID-19 yang menginfeksi anak-anak terutama di usia di bawah 15 tahun. Memang ada anak-anak bahkan di usia bayi telah tertular virus ini, tetapi bila dibandingkan dengan total jumlah kasus terjangkit, kasus pada anak hanya sekitar 0.2% saja. Bahkan angka kematian pasien juga 70-80%-nya dialami oleh pasien dengan rentang usia lebih dari 65 tahun. Kebanyakan juga dengan diikuti komplikasi riwayat penyakit bawaan lain. CDC atau Center for Disease Control and Prevention, sebuah badan federal di Amerika yang juga mengamati perkembangan virus ini menyebutkan bahwa tidak hanya COVID-19, SARS dan MERS pun menunjukkan angka kasus anak terjangkit virus rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Padahal, anak-anak sangat dikhawatirkan kerentanannya dalam terjangkit berbagai jenis virus. Apalagi anak-anak malah senang bereksplorasi di tempat baru yang tak jarang justru tidak higienis. Belum lagi imunitas tubuh yang belum optimal. Tetapi dalam kasus wabah virus corona ini, jumlah anak-anak yang terjangkit minim. Bisa jadi hal ini disebabkan karena saat awal virus ini berkontak dengan manusia, tak banyak anak yang mendatangi sumber penularan pertama. Seperti di Wuhan, tak banyak anak kecil yang berkunjung ke pasar hewan hidup. Selain itu setelah maraknya wabah ini, anak-anak juga lebih diproteksi orang tua dengan langkah-langkah preventif seperti cuci tangan lebih sering atau menggunakan hand sanitizer bila tidak ada air. Hal ini juga dipercaya para ahli sebagai pemutus rantai penyebaran virus yang baik dilakukan.
Gejala yang dialami anak-anak yang terjangkit juga terbilang lebih ringan daripada gejala secara umum yang menjangkit orang dewasa. Data menunjukkan dari 1391 anak yang terinfeksi, 41,5% menunjukkan gejala demam, batuk, dan pilek, 15,8% tidak memiliki gejala, 3,5% kritis, dan 32,7 menunjukkan adanya bercak di bagian paru-paru atau bilateral ground-glass opacity. Akan tetapi, bukan berarti Ibu bisa menyepelekan hal ini jika terjadi pada anak ya, mengingat gejala yang dialami akan berbeda-beda bergantung daya tahan atau imun tubuh dan penanganannya.
Di Indonesia, hingga 21 Maret 2020 telah ditemukan 2 kasus balita yang terjangkit virus corona jenis COVID-19 ini. Hingga saat ini, 1 balita telah dinyatakan sembuh dan dipulangkan, sementara 1 balita lain masih diisolasi dan menerima perawatan khusus di rumah sakit rujukan. Anak-anak yang terinfeksi ini disebutkan berkontak langsung dengan orangtuanya yang juga terdeteksi positif COVID-19.
Kondisi pandemik ini memang cukup membuat khawatir dan rentan menyebabkan panik bahkan stres. Beberapa langkah telah dijalankan oleh pemerintah seperti menghimbau masyarakat untuk melakukan sosial-distancing, menganjurkan perusahaan-perusahaan untuk membuat protokol Work From Home (WFH), hingga membatasi kegiatan-kegiatan yang mencakup banyak orang atau kerumunan. Ikatan Dokter Anak Indonesia juga sempat mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan meliburkan sekolah atau membuat sekolah daring dari rumah.
Selain upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah, Ibu dan Ayah juga bisa ikut andil dalam menekan penyebaran virus ini dengan mengedukasi anak. Yuk simak beberapa tips berikut:
Untuk anak usia sekolah, Ibu bisa menanyakan pada anak apa yang ia ketahui tentang virus corona. Ini bertujuan agar ibu nantinya mudah menjelaskan pada mereka jika ternyata anak salah memahami adanya wabah ini.
Untuk memudahkan Ibu menjelaskan apa itu virus corona dan mengapa sangat berbahaya, Ibu bisa membacakan cerita yang ditulis oleh @watiekideo dengan judul Cerita si Korona yang bisa diunduh gratis.
Setelah bercerita, mungkin anak akan menunjukkan reaksi takut dan sebaiknya Ibu tidak remehkan perasaan itu. Ibu bisa memvalidasi perasaannya terlebih dahulu, lalu katakan pada mereka upaya pencegahan apa saja yang bisa mereka lakukan untuk melawan virus itu. Seperti rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dalam durasi 20 detik atau sambil menyanyikan lagu Happy Birthday, menerapkan etika batuk dan bersin, hingga penjelasan tentang penggunaan hand sanitizer dan masker.
Beri pengertian pada anak bahwa untuk sementara waktu, dia tidak bisa bermain bersama teman-temannya seperti biasa hingga virus ini pergi, juga bahwa rencana liburan bersama keluarga ke tempat wisata harus ditunda. Jangan lupa untuk memvalidasi perasaan kecewanya dan memberikan kegiatan menyenangkan selama di rumah.
Lengkapi vaksin anak dengan memperhatikan kondisi rumah sakit yang dituju. Sebaiknya Ibu memilih rumah sakit yang memisahkan gedung untuk vaksinasi dan gedung untuk perawatan pasien. Jika kondisi tak memungkinkan, Ibu bisa menunda pemberian vaksin dengan terlebih dahulu menghubungi dokter atau rumah sakit terpercaya untuk meminta saran.
Meski reaksi panik sulit dihindari, upayakan untuk terus memelihara sugesti positif pada diri sendiri. Fokus pada hal-hal yang bisa Ibu kendalikan seperti melakukan upaya pencegahan semaksimal mungkin dan mulailah untuk mengurangi kecemasan memikirkan hal-hal di luar kendali. Bangun bonding yang kuat dan penuh kasih sayang bersama keluarga karena energi positif akan membantu Ibu menjaga kesehatan mental dan kebugaran fisik. Shout out to ourselves: this too shall pass!
(Dwi Ratih)