3 Syarat Aman Puasa Saat Menyusui
Nampaknya baru kemarin Ibu melewatkan bulan puasa karena sedang hamil. Sekarang, bulan puasa telah kembali datang dan Ibu sudah berstatus sebagai ibu menyusui. Yang terlintas di pikiran adalah, apakah saya akan kembali melewatkan pahala berpuasa di bulan Ramadan? Sebagian ibu menyusui mungkin merasa sayang, namun puasa saat menyusui bukan perkara mudah. Apalagi, jika anak masih berusia di bawah 1 tahun dan belum mulai mendapatkan MPASI. Yang ada di dalam kepala Ibu hanyalah lapar dan lapar.
Syarat Aman Puasa Saat Menyusui
Jadi, bagaimana sebaiknya? Amankah tetap berpuasa terlepas dari berbagai tantangan yang harus dihadapi? Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, penuhi 3 syarat berikut jika ingin puasa saat menyusui dengan aman.
Bayi berusia di atas 6 bulan
Di satu bulan pertama hidupnya, bayi menyusu sekitar 8-12 kali per hari atau setiap 2-3 jam. Di bulan ke-2 hingga ke-5, frekuensi ini menurun menjadi 7-9 kali per hari. Kebutuhan ASI-nya rata-rata setara dengan 750 ml per hari yang mau tak mau harus dipenuhi karena enam bulan pertama ini hanya ASI lah satu-satunya makanan bayi. Padahal, menyusui pada hakikatnya adalah memberi makan bayi melalui makanan yang telah ibu konsumsi. Inilah mengapa setelah menyusui, Ibu sering merasa lapar karena kalori makanan yang masuk ke tubuh Ibu digunakan untuk memproduksi ASI.
Jika Ibu puasa saat menyusui secara eksklusif (6 bulan pertama), terjadi penurunan pasokan energi dan nutrisi yang bisa dijadikan bahan baku oleh kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. Mungkin saja ASI Ibu tetap mengalir lancar karena hukum supply and demand, dimana semakin sering menyusui, semakin sering pula ASI diproduksi. Namun, keluarnya ASI tidak menjamin ASI tersebut memiliki kandungan mikronutrien (vitamin dan mineral) yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
Menurut penelitian, kandungan mikronutrien yaitu seng, kalium, potasium, dan magnesium pada ASI bisa mengalami penurunan jika ibu menyusui kekurangan nutrisi, sementara kandungan makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) relatif tidak terpengaruh. Jadi, puasa saat menyusui di enam bulan pertama usia bayi berisiko mengurangi nutrisi mikro yang diperlukan bayi, karenanya tidak disarankan.
Semakin besar si kecil, frekuensi menyusui akan berkurang khususnya jika telah memulai fase MPASI (Makanan Pendamping ASI). Bayi usia 6-12 bulan memiliki frekuensi menyusu 4-6 kali sehari dengan kebutuhan ASI sebanyak 148 ml per hari. Usia 1-2 tahun, frekuensi menyusu menjadi hanya 3 kali sehari.
Karenanya, jika ingin mencoba untuk berpuasa saat menyusui, lakukan saat anak sudah memasuki fase MPASI atau lebih baik lagi jika anak sudah berusia setahun ke atas. Di usia tersebut, ASI sudah tidak mampu menjadi satu-satunya sumber nutrisi yang dibutuhkan bayi sehingga pemberian MPASI bisa memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Ibu dalam kondisi sehat
Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah kondisi kesehatan Ibu. Dalam kondisi prima, ibu menyusui masih bisa berpuasa selama bayi sudah mendapatkan MPASI. Kandungan lemak pada ASI pun tidak akan berbeda dengan ASI pada ibu yang tidak berpuasa. Namun, dalam kondisi sakit, tubuh membutuhkan lebih banyak amunisi untuk melawan sumber penyakit sehingga mengurangi asupan makanan akan berisiko bagi kesehatan ibu dan bayi.
Aktivitas harian yang tidak terlalu berat
Ibu menyusui selalu makan untuk dua orang, yaitu untuk ia dan bayinya. Untuknya, makanan berfungsi sebagai cadangan energi dan untuk regenerasi sel tubuh, termasuk juga untuk menjaga imunitas. Jika ibu menyusui memiliki aktivitas yang menguras energi seperti berada di luar ruangan dengan durasi lama atau banyak menggunakan fisik saat bekerja, tentu tubuh akan cepat kehilangan kalori yang telah disimpannya saat sahur.
Apalagi, jika menu sahurnya minim nutrisi dan didominasi oleh karbohidrat sederhana yang cepat dicerna sehingga cepat pula menyebabkan lapar. Akibatnya, Ibu bisa cepat lapar, cepat lelah. Aktivitas bisa terganggu, kandungan nutrisi mikro pada ASI pun bisa menurun.
Efek lain rasa lapar yang harus ibu antisipasi adalah perubahan mood dan mudah marah. Sejumlah eksperimen yang disebutkan dalam situs kesehatan Healthline menunjukkan bahwa bahwa seseorang yang tidak makan dalam jangka waktu lama menjadi lebih mudah marah, berkurang konsentrasinya, dan merasa lebih letih.
Meskipun demikian, kondisi buruk lingkungan sekitar dan lemahnya kontrol diri seseorang akan menentukan apakah rasa lapar tersebut dapat mengikis kesabaran atau tidak. Jangan sampai, padatnya aktivitas Ibu ditambah kondisi puasa saat menyusui membuat kesabaran Ibu mengurus bayi maupun kakaknya menjadi habis.
Kondisi yang tidak diperbolehkan untuk puasa saat menyusui
Jika 3 syarat di atas sudah terpenuhi, Ibu juga perlu mencermati sejumlah kondisi yang menyebabkan puasa saat menyusui menjadi berisiko. Latonia Anthony dalam buku Breastfeeding in Ramadan: A Guide for Fasting Mothers (2016) menyebutkan bahwa ibu menyusui dengan kondisi berikut ini tidak disarankan untuk berpuasa:
Tandem nursing
Tandem nursing adalah menyusui dua anak berbeda usia dalam waktu bersamaan. Misalnya, Ibu tidak menggunakan kontrasepsi sehingga memiliki anak dengan jarak kelahiran di bawah dua tahun. Akibatnya, adik lahir saat kakak masih menyusu. Jika ini yang terjadi, tentu Ibu harus mengonsumsi cukup makanan bergizi untuk memproduksi ASI.
Menyusui anak kembar
Sama dengan tandem nursing, puasa saat menyusui anak kembar juga membutuhkan banyak energi agar ASI yang dihasilkan memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Ibu pun tidak kelelahan.
Tinggal di daerah beriklim panas
Sejumlah daerah atau negara memiliki iklim panas yang membuat tubuh jadi lebih mudah kekurangan cairan. Puasa saat menyusui dengan kondisi iklim demikian berbahaya bagi Ibu karena dapat menyebabkan dehidrasi.
Memiliki penghasilan rendah
Penghasilan berbanding lurus dengan pemenuhan gizi anggota keluarga. Ibu menyusui dengan penghasilan di bawah standar berpotensi mengonsumsi makanan rendah gizi, baik karena faktor ekonomi maupun faktor pendidikan. Sebaiknya, tunda puasa saat anak sudah disapih agar tubuh tetap dapat berfungsi dengan baik meskipun hanya mengonsumsi sedikit makanan.
ASI sedikit (harus mengonsumsi suplemen)
Banyak faktor yang menjadi penyebab sedikitnya produksi ASI, mulai dari konsumsi susu formula pada bayi, bayi menyusu ASI perah (tidak langsung), hingga posisi pelekatan yang salah. Apapun penyebabnya, jika pada saat bulan puasa tiba Ibu masih mengalami kondisi tersebut, ada baiknya puasa ditunda terlebih dahulu hingga proses menyusui tidak lagi bermasalah. Tentunya, sambil berusaha mencari penyebab sedikitnya produksi ASI.
Berat badan bayi rendah atau sakit
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) disarankan untuk mengonsumsi ASI sedini mungkin dan seagresif mungkin dalam kurun waktu 48 jam setelah lahir. Sementara itu, bayi yang berat badannya kurang juga harus lebih rutin diberi ASI mengingat frekuensi menyusu berhubungan dengan kenaikan berat badan bayi. ASI pun memiliki kandungan nutrisi lengkap sesuai dengan kebutuhan bayi serta dapat membangun kekebalan tubuh bayi sehingga bayi yang sakit disarankan untuk disusui lebih sering.
Rutin mengonsumsi obat-obatan
Terdapat sejumlah penyakit yang mengharuskan penderitanya mengonsumsi obat di waktu tertentu sehingga berpuasa menjadi tidak mungkin dilakukan.
Memiliki penyakit yang tidak memungkinkan untuk menyusui
Ada beberapa penyakit yang membuat ibu menyusui sebaiknya tidak berpuasa terlebih dahulu, yaitu:
Gangguan pencernaan
Berubahnya jadwal makan saat puasa rentan menyebabkan naiknya asam lambung, terutama bagi ibu menyusui yang memiliki sakit maag (radang lambung). Sakit maag ada yang bersifat organik, yaitu yang disebabkan oleh luka pada lambung atau usus halus, ada juga maag fungsional yang tidak ada diketahui penyebabnya.
Jika Ibu memiliki maag organik sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter jika ingin puasa saat menyusui. Untuk penderita maag fungsional, puasa malah bisa mengobati gejala yang muncul.
Gangguan pernapasan
Sejumlah gangguan pernapasan membutuhkan pengobatan rutin dan tepat waktu, seperti asma akut dan PPOK (penyakit paru obstruksi kronis).
Infeksi akut
Infeksi adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Berbeda dengan penyakit kronis yang berlangsung lama, infeksi akut menimbulkan serangan dalam waktu cepat dan durasi sakitnya singkat.
Contohnya adalah radang tenggorokan berat, demam tinggi, mual muntah dan diare. Ibu menyusui yang terinfeksi virus corona dengan gejala berat pun sebaiknya tidak berpuasa terlebih dahulu. Alasannya, dalam kondisi tersebut, obat-obatan dan asupan nutrisi akan mampu menaikkan imunitas dan mempercepat penyembuhan.
Migren
Sakit kepala biasa bisa disebabkan oleh kurang tidur, kelaparan, dehidrasi, hingga aktivitas di bawah terik matahari berdurasi lama. Cara meredakannya adalah dengan memperbaiki pola makan dan istirahat. Namun, migren dapat menjadi lebih intens jika Ibu berpuasa saat menyusui karena gula darah yang turun drastis dapat memicu munculnya sakit kepala.
Apa yang terjadi jika Ibu memaksakan diri untuk berpuasa dengan kondisi-kondisi di atas?
Berpuasa saat menyusui dalam kondisi tersebut berisiko menyebabkan dehidrasi berat. Ciri-ciri dehidrasi adalah sakit kepala, kulit kering, mulut kering, mual, lelah, kurang konsentrasi, tidur berlebih, urine berkurang dengan warna kuning yang lebih gelap, konstipasi, hingga aritmia jantung. Untuk menghindari dehidrasi, lebih baik puasa dilakukan setelah anak disapih atau jika memungkinkan bisa berpuasa 2-3 kali seminggu.
Bagi bayi, risikonya tidak kalah besar. Ibu patut waspada jika berat badan bayi tidak bertambah atau bahkan berat badan berkurang, buang air kecil lebih jarang (diapers lama penuhnya), bayi terlihat tidak ceria setelah menyusu, atau terlihat sering rewel. Semuanya merupakan gejala bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Jika ini yang terjadi, konsultasikan dengan dokter atau segera hentikan puasa.
Tips puasa saat menyusui
Ibu masih tetap dapat berpuasa saat menyusui tanpa kehilangan tenaga dan semangat untuk menjalankan aktivitas harian dengan mengikuti beberapa tips berikut:
Konsumsi makanan bergizi tinggi
Asal kenyang asal senang tidak bisa lagi menjadi moto Ibu saat makan. Semakin baik kualitas makanan dan minuman yang Ibu konsumsi, semakin baik pula kualitas ASI dan kondisi kesehatan Ibu. Apalagi, tidak makan dan minum selama kurang lebih 14 jam membuat tubuh harus mengambil cadangan makanan yang tersisa. Maka, menu sahur dan buka puasa penuh gizi menjadi kunci keberhasilan puasa saat menyusui.
Cukup cairan
Sama seperti puasa saat hamil, ibu menyusui juga harus bisa memenuhi kebutuhan cairan dua liter air per hari untuk mencegah dehidrasi. Minum air dua gelas saat sahur, dua gelas saat berbuka, dan empat gelas setelah berbuka hingga sebelum sahur. Jangan lupa, hindari minuman berkafein seperti kopi, teh, dan soda karena bersifat diuretik atau membuat Ibu lebih sering buang air kecil dan kehilangan cairan tubuh.
Cukup istirahat
Sederhana, namun puasa saat menyusui benar-benar membutuhkan manajemen energi yang baik. Salah satunya adalah memastikan bahwa Ibu beristirahat sesuai dengan kebutuhan, sekitar 6-8 jam per hari tergantung usia. Jika bisa tidur siang bersama bayi setelah menyusui akan lebih baik. Jika tidak memungkinkan, mengistirahatkan anggota gerak dengan duduk sejenak juga bisa dijadikan pilihan. Terkadang, tugas rumah tangga begitu banyak menguras energi namun Ibu tidak menyadarinya.
Melakukan pekerjaan berat pada saat tidak berpuasa
Rumah sudah sangat kotor? Setrikaan menumpuk? Tidak ada salahnya melakukan perkerjaan “berat” seperti ini di waktu malam atau menjelang sahur. Misalnya, anak sudah tertidur di malam hari, Ibu bisa membersihkan rumah (dengan mainan berantakan dan segala macam kekacauan) setelah tarawih, sekitar pukul 8-9 malam.
Mengingat ibadah juga perlu dilakukan saat tidak mengantuk, Ibu bisa melakukan ibadah terlebih dahulu baru kemudian sesi bersih-bersih. Misal, pukul 3 dini hari bangun untuk solat tahajjud lanjut mencuci piring dan menyiapkan sahur. Jika aktivitas fisik sudah terlaksana, pagi dan siang hari Ibu bisa lebih banyak membersamai si kecil dan menghemat energi.
Memastikan stok kebutuhan harian aman
Saat berpuasa, ke warung untuk membeli bawang putih saja mungkin terasa berat, apalagi saat perut sedang kosong-kosongnya setelah si kecil menyusu hingga tertidur. Karena itu, pastikan Ibu berbelanja sekali untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan, kecuali belanja bahan masakan segar yang bisa dilakukan seminggu sekali atau melalui pesan antar.
Kebutuhan yang tersedia lengkap membuat Ibu tidak harus membuat plan B jika keperluan yang habis. Merencanakan menu makan selama seminggu atau sebulan ke depan dapat membuat Ibu merasa aman, aktivitas pun terencana, sehingga tidak ada energi yang terbuang percuma.
Membuat catatan makan (food diary)
Ibu bisa mencatat apa saja yang seharusnya dikonsumsi saat sahur dan berbuka, berikut makanan yang akhirnya dikonsumi. Dengan food diary, Ibu bisa melihat apakah asupan selama puasa sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui.
Menghindari aktivitas di bawah matahari langsung
Meskipun rumput di halaman seolah meminta dirapikan, pot-pot kosong meminta diisi dengan tanaman baru, sebaiknya tahan diri untuk tidak beraktivitas saat matahari sedang panas-panasnya. Tunda hingga sore atau lakukan di pagi hari. Jika tidak ada pilihan (misal harus berkeliling mengantar dagangan naik motor), gunakan perlindungan ekstra (jaket, sarung tangan) dan pilih jam yang panasnya minimal.
Apapun tipsnya, Ibu yang paling mengerti apakah puasa saat menyusui mungkin dilakukan atau tidak. Dengarkan sinyal tubuh, pikir baik-baik risikonya, konsultasikan ke dokter jika ingin memastikan keputusan yang Ibu ambil sudah tepat.
(Menur)