6 Bahaya Gula Untuk Anak
Ada beberapa bentuk rewards yang ternyata, nggak baik untuk pertumbuhan anak. Pertama, rewards berupa pujian, karena anak yang tumbuh dengan limpahan pujian, bisa menyebabkan anak menjadi besar kepala dan melihat kegagalan sebagai sebuah hal yang tabu.
Bentuk rewards lain yang tidak disarankan adalah sweet treat, atau memberikan camilan dan minuman manis untuk anak. Contohnya, seperti biskuit, keripik, cokelat, soft drink (termasuk jus dalam kemasan), apalagi permen.
Kebiasaan memberikan gula untuk anak seperti ini, mesti segera dihilangkan, ya, Bu. American Heart Association atau AHA, merekomendasikan hanya kurang dari dua puluh lima gram atau enam sendok teh per hari gula untuk anak usia dua hingga delapan belas tahun dan anak usia di bawah dua tahun, malah belum disarankan untuk mengonsumsi gula sama sekali.
Pastinya hal ini sulit dihindari, karena anak sering melihat orang di sekitarnya mengonsumsi sesuatu yang manis, melihat banyak camilan di toko, ditambah kebiasaan kakek dan nenek yang sering memberi sesuatu yang manis untuk cucu mereka, sebagai hadiah atau agar anak tidak rewel.
Tentu ada alasan kuat mengapa AHA membatasi konsumsi gula anak. Karena konsumsi gula berlebih sejak dini dapat memicu banyak penyakit, termasuk obesitas pada anak, tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes tipe 2, meningkatkan risiko penyakit jantung, dst. Sebelumnya, yuk, ketahui dulu serba-serbi mengenai gula.
Gula, adalah jenis karbohidrat untuk menambah rasa manis pada minuman dan makanan. Bentuknya, bisa berupa gula putih, gula merah, madu, sirup maple, sirup jagung, dst. Apapun bentuknya, gula akan dicerna dengan cara yang sama oleh tubuh.
Gula yang baik dikonsumsi adalah yang secara alami telah ada pada asupan, seperti buah-buahan dan susu. Karena protein dan serat lain di asupan tersebut membantu memperlambat kerja gula. Selain itu, protein, serat, dan gula memiliki nutrisi yang penting bagi tubuh.
Apa dampak yang bisa ditimbulkan akibat memberikan banyak gula untuk anak?
Tidak Suka Makanan Sehat
Terlalu banyak gula untuk anak bisa membuat mereka enggan makan makanan sehat. Penyebabnya, terlalu banyak gula bikin anak merasa cepat kenyang, dan meninggalkan sedikit saja ‘ruang’ untuk makanan yang lain. Makanan dan minuman yang tinggi gula juga hanya memperbanyak kalori namun minim nutrisi.
‘Kecanduan’ Gula
Kebiasaan mengonsumsi sesuatu yang manis, dikatakan bisa membuat ketagihan. Gula, menjadi ‘bahan bakar’ bagi setiap sel di otak, dan jika sudah menjadi kebiasaan, otak merespons gula menjadi suatu rewards.
Gula melepaskan endorfin dalam tubuh, dan dikombinasikan dengan zat lainnya, maka gula bisa membuat tubuh terasa berenergi.
Contoh bentuk dari kecanduan gula, misalnya, senang pergi ke suatu tempat di mana bisa mendapatkan makanan atau minuman manis, menikmati sweet treats untuk menghilangkan bosan atau gelisah, atau tidak bisa berhenti makan makanan dan minuman manis. Jika kebiasaan ini terus berlanjut, maka akan semakin susah untuk dihentikan dan risiko terkena berbagai penyakit akan semakin besar.
Obesitas pada Anak
Angka penderita kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan remaja semakin meningkat dan terjadi di berbagai negara di dunia. Belakangan ini, sugar-sweetened beverages atau SSBs menjadi sumber utama penambah gula dalam pada pola makan anak-anak dan orang dewasa. Beberapa bukti menunjukkan SSBs meningkatkan potensi kelebihan berat badan dan obesitas. SSBs berkontribusi sebesar sepuluh hingga lima belas persen dalam asupan kalori anak dan remaja.
Tidak hanya risiko terkena berbagai penyakit, anak-anak yang mengalami obesitas cenderung stress dan menjadi rendah diri, karena sering diejek oleh teman-temannya. Penyebab obesitas pada anak, di antaranya adalah faktor keturunan, meskipun hal ini tidak mutlak. Yang lebih berperan adalah anak kurang bergerak dan pola makan yang tidak sehat, apalagi jika kedua hal tersebut digabungkan.
Adapun beberapa risiko penyakit yang umumnya mengikuti obesitas adalah tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, gangguan kesehatan tulang, penyakit kulit seperti mudah terkena ruam, dan penyakit jantung. Bagaimana cara mengetahui jika anak terkena obesitas atau tidak? Orang tua dapat membantu anak untuk melakukan pemeriksaan body mass index atau yang disebut juga dengan BMI.
Setelah uji BMI, hasilnya bisa dibagi menjadi empat tingkat, yaitu underweight, normal (healthy weight), overweight dan obesitas. BMI dilakukan dengan mengombinasikan perhitungan melalui berat badan dan tinggi seseorang. Untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan, ada teknik tersendiri untuk menghitung BMI nya.
Ada beberapa trik untuk mengajar anak hidup lebih sehat sehingga bisa terhindari dari obesitas, misalnya, dengan memperbanyak kegiatan fisik yang dilakukan bersama, seperti ajak anak bermain sepeda, pergi berenang di akhir pekan atau sekadar jalan pagi. Jika Ibu punya hewan peliharaan seperti anjing, mengajaknya ikut jalan-jalan mungkin bisa meningkatkan semangat anak untuk lebih aktif bergerak. Mengajak dan menemani mereka juga penting, agar anak mengetahui jika orangtua mereka turut mendukung untuk kesehatan mereka yang lebih baik.
Selagi mendorong anak untuk aktif, maka pastinya kegiatan di dalam rumah mesti diseimbangkan, seperti memberikan batasan dalam menonton tv atau bermain games lewat ponsel.
Gangguan Kesehatan Jantung
Beberapa bukti menunjukkan pola makan yang tinggi akan gula bisa memicu peradangan, meningkatnya lemak darah, gula darah dan tekanan darah, serta bisa meningkatkan risiko sakit jantung. Terlalu banyak konsumsi gula, terutama dari minuman, juga bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Untuk memantau tekanan darah, gula darah atau kadar kolesterol anak ini nggak ribet, kok. Bisa dilakukan sewaktu-waktu di klinik dengan biaya yang terjangkau, atau melakukan cek laboratorium untuk hasil yang lebih baik.
Diabetes Tipe 2
Diabetes yang umum pada usia anak-anak dan remaja, disebut juga dengan diabetes tipe 1, atau juvenile diabetes. Diabetes tipe ini disebabkan oleh gangguan pankreas, yang tidak memproduksi insulin dengan baik. Tanpa adanya insulin, maka gula berkumpul dalam darah. Nah, sekarang ini, banyak anak-anak yang mengalami diabetes tipe 2, atau jenis diabetes yang biasa dialami oleh orang dewasa, penyebabnya adalah kelebihan berat badan dan obesitas.
Tanda-tanda dari anak mungkin mengalami adalah sering buang air kecil, terutama di malam hari, sering haus, anak sering merasa kecapekan, ada luka yang susah sembuh, ruam di sekitar lipatan kulit, dan pandangannya menjadi kabur.
Gula Bisa Merusak Gigi
Kerusakan gigi (tooth decay) atau dental caries, terjadi ketika asam di dalam mulut mengenai enamel (lapisan luar) gigi dan dentin (jaringan) sehingga menyebabkan gigi berlubang. Asam diproduksi oleh bakteri pada kotoran (plak). Ketika terkena gula, interaksi dengan bakteri pada kotoran inilah yang menimbulkan asam. Jika tidak dirawat, maka lubang gigi yang dibiarkan bisa menyebabkan abses atau bernanah, dan memungkinkan gigi harus dicabut untuk mengatasinya.
Gula pada makanan dan minuman, berperan besar dalam meningkatkan kerusakan gigi pada anak. Ayo, cegah kerusakan gigi dengan mengurangi konsumsi gula untuk anak termasuk pada makanan dan minuman, rutin menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride, dan menghindari makan makanan yang lengket.
Salah satunya adalah dengan memperbaiki pola makan anak dan perbanyak konsumsi makan makanan yang baik untuk kesehatan gigi. Daripada Ibu memberikan camilan seperti keripik buat anak, lebih baik diganti dengan buah-buahan atau sayuran, contohnya adalah apel (atau buah sejenisnya) atau wortel, karena mengunyah apel bisa membantu mengurangi sisa makanan yang melekat pada gigi.
Pilihan sayuran sehat lainnya adalah brokoli dan sayuran hijau, karena memiliki kandungan vitamin dan mineral yang melimpah untuk kesehatan mulut. Bisa juga, memilih kacang-kacangan dan biji-bijian yang juga cocok untuk dijadikan camilan sehat untuk anak.
Sajikan telur untuk anak. Telur kaya akan kalsium, vitamin D dan protein yang amat diperlukan untuk gigi yang sehat dan kuat. Pastinya, pastikan anak mendapatkan cukup susu, termasuk produk olahannya yaitu keju dan yogurt. Susu memiliki zat yang amat penting untuk melindungi enamel gigi, pun, nutrisi di dalam susu bisa membantu menetralkan asam pada mulut. Namun, pastikan susu atau produk olahan lainnya tidak memiliki kadar gula yang tinggi.
Lalu, apa saja yang mesti dihindari? Tepung-tepungan termasuk roti, biskuit dan keripik karena mengandung banyak karbohidrat. Hilangkan kebiasaan memberi anak permen, apalagi yang teksturnya mudah lengket seperti karamel dan dapat digantikan dengan buah-buahan kering. Minuman manis juga perlu dihindari, termasuk soda dan jus dalam kemasan. Untuk memulai pemeriksaan gigi anak, disarankan untuk ke dokter gigi memasuki usianya satu tahun atau enam bulan sejak gigi pertamanya muncul.
Selain beberapa tips di atas, masih ada beberapa trik lagi yang bisa segera dilakukan untuk menyelamatkan anak dari efek negatif gula.
Mari mulai dari memberi contoh yang baik. Jika anak sering melihat kita menerapkan pola hidup yang tidak sehat, maka anak akan mengikuti hal yang sama.
Mengedukasi anak akan jajanan sehat. Ketika bersama kita, anak akan mudah dikontrol, tapi hal ini menjadi sulit ketika anak di luar pengawasan. Setelah ia mengerti, anak akan merengek minta dibelikan jajanan yang dianggapnya menarik, terlebih lagi jika ia pergi bersama kakek dan neneknya yang cenderung membolehkan anak membeli apa saja. Bahkan, nggak jarang, kakek dan nenek ikut ‘menyembunyikan’ jajanan anak.
Mengedukasi orangtua kita. Kita mesti memberikan pengertian pada kakek dan nenek, bahwa kebiasaan menyenangkan hati anak dengan memberikan gula untuk anak akan menimbulkan kerugian besar bagi kesehatan anak.
Abaikan anggapan anak yang lucu dan menggemaskan adalah anak yang tubuhnya gemuk. Anak yang gemuk justru cenderung terhambat pertumbuhannya.
Mengikut sertakan anak dalam kelompok bermain. Selain membantu anak belajar bersosialisasi, kelas ini juga mengajak anak untuk aktif bergerak. Permainan-permainan yang diterapkan juga sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang dan usia anak.
Pintar mengenali gula. Maksudnya, ketahui di mana sekiranya Ibu bisa ‘menemukan’ gula, karena gula ternyata ada di dalam begitu banyak makanan dan minuman, dengan nama-nama yang mungkin sebelumnya belum Ibu ketahui. Contoh nama lain dari gula adalah sucrose (table sugar), adalah gula yang kita pakai sehari-hari, termasuk yang biasa ditambahkan pada susu anak. High-fructose corn syrup, agave syrup, glucose, dst. Bahkan, gula yang seringkali disebut sehat pun, penting untuk dibatasi, misalnya madu, gula merah atau sari tebu.
Cerdas dalam mengatur strategi pola makan anak. Contoh, mengganti permen dengan buah-buahan kering, mengganti biskuit dengan buah potong beragam warna, mengganti roti dengan ubi rebus, mengganti soft drink dengan infuse water, misalnya air dengan potongan stroberi atau jeruk.
Stop gula untuk anak. Mulailah membatasi konsumsi gula untuk anak dari salah satu asupan yang paling diperlukan selama masa pertumbuhannya, yaitu susu. Coba pikirkan, ada berapa kali anak menyusu dalam sehari? Dan jika di setiap botol susunya, terdapat takaran gula yang tinggi, maka berapa banyak gula yang ia konsumsi setiap harinya? Ibu nggak perlu khawatir anak akan tidak mau menyusu, walaupun mungkin pada awalnya anak akan rewel, namun ternyata lidah kita bisa ‘dilatih’, kok, Bu.
Mulailah mengurangi gula untuk anak dengan memberikannya susu yang kandungannya lebih sehat, seperti PUREGROW Organic. PUREGROW Organic adalah susu yang tepat untuk anak usia satu hingga tiga tahun. PUREGROW Organic mengandung nutrisi penting untuk pertumbuhan anak, seperti Omega 3 & 6, FOS & GOS, DHA, zat besi, kalsium, vitamin A, D dan E.
Sesuai dengan namanya, PUREGROW Organic terdiri dari bahan-bahan yang hampir sepenuhnya tersertifikasi organik, yang artinya natural dan aman dari bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun tanpa gula tambahan, PUREGROW Organic tetap memiliki rasa yang nikmat, creamy dan pastinya baik untuk kesehatan anak.
Sudah paham, kan, Bu, betapa bahayanya dampak gula untuk anak? So, Ibu mau mendapatkan susu pertumbuhan yang lebih sehat untuk buah hati Ibu? Yuk, klik di sini.
(Stephanie)